Senin, 23 April 2012

Pemberdayaan Masyarakat


Secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar “daya” yang berarti kekuatan atau kemampuan.  Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai suatu proses menuju berdaya, atau proses untuk memperoleh daya/ kekuatan/ kemampuan, dan/atau proses pemberian daya/kekuatan/ kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau tidak berdaya (Sulistiyani, 2004:77). Konsep pemberdayaan berkaitan erat dengan hakikat dan sifat power (daya) sebagai suatu kemampuan untuk dapat meningkatkan derajat hidup dan untuk melepaskan diri dari ketidakberdayaan (disempowerment).
Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Sunartiningsih, 2004: 21).
Mubyarto (1998) menekankan bahwa terkait erat dengan  pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam  proses  pemberdayaan  masyarakat  diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia (di pedesaan),  penciptaan  peluang  berusaha yang  sesuai  dengan  keinginan masyarakat. Masyarakat menentukan  jenis  usaha, kondisi  wilayah  yang  pada  gilirannya  dapat  menciptakan  lembaga  dan  sistem pelayanan  dari,  oleh, dan  untuk  masyarakat  setempat.  Upaya  pemberdayaan masyarakat ini kemudian pada pemberdayaan ekonomi rakyat.
Pemberdayaan pada dasarnya merupakan suatu proses yang dijalankan dengan kesadaran dan partisipasi penuh dari para pihak untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat sebagai sumber daya pembangunan agar mampu mengenali permasalahan yang dihadapi dalam mengembangkan dan menolong diri menuju keadaan yang lebih baik, mampu menggali dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk kepentingan diri dan kelompoknya, serta mampu mengeksistensikan diri secara jelas dengan mendapat manfaat darinya.
Ketidakberdayaan (disempowerment) inilah yang membuat masyarakat desa termajinalkan dan perlu campur tangan pemerintah daerah untuk menjadi lebih berdaya.  Tidak berdaya adalah yang tidak memiliki daya atau kehilangan daya/kekuatan (Team Work Lapera, 2001:52). Terlebih lagi ketidakberdayaan yang terjadi pada masyarakat desa dikarenakan sebagian besar dari mereka hidup dalam keterbatasan.  Keterbatasan itu meliputi tingkat kesejahteraan yang tergolong rendah, tidak memiliki akses terhadap sumber daya, kesadaran dan partisipasi yang rendah, serta rendahnya kapasitas kontrol (Team Work Lapera, 2001: 53-54). Kondisi ini yang menyebabkan masyarakat desa tidak berdaya dan cenderung tertinggal.
World Bank (http://web.worldbank.org) menjelaskan bahwa:
“Empowerment is the process of enhancing the capacity of individuals or groups to make choise and to transform those choise into desired actions and outcomes”. (Pemberdayaan adalah sebuah proses untuk meningkaykan kapasitas individu atau kelompok untuk membuat aneka pilihan dan untuk mengubahnya ke dalam hasil dan tindakan yang diinginkan).

Inti dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk membangkitkan dan mengembangkan daya yang dimiliki masyarakat untuk dapat melepaskan diri dari apa yang disebut dengan powerless. Pemberdayaan tidak hanya memberikan kekuatan kepada masyarakat, melainkan mengelola potensi yang sudah dimiliki tetapi belum diberdayakan menjadi suatu kekuatan yang dapat dijadikan modal dalam melepaskan diri dari ketidakberdayaan.
Proses pemberdayaan yang berawal dari dalam diri seseorang bertolak dari asumsi bahwa setiap manusia ataupun masyarakat telah memiliki potensi yang ada di dalam dirinya dan perlu ditampakkan dan dikembangkan, karena tidak ada manusia/masyarakat yang sama sekali tidak memiliki daya. Itulah sebabnya menurut Friedmann (1992) bahwa kelompok miskin yang tidak berdaya memang perlu memberdayakan dirinya, karena manusia bukan pasif melainkan sebagai aktor pembangunan yang terus menerus mencari pemecahan terhadap setiap permasalahan yang dihadapinya. Senada dengan itu Kartasasmita (1996), mengatakan bahwa pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya, dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.
Pemberdayaan menurut Sulistiyani (2004:79) adalah upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkan dan tidak terjebak dalam ketergantungan (charity) tetapi harus mengantarkan pada proses kemandirian. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Sumodiningrat  (dalam  Sujono dan Tjitroresmi, 1998:5) yang mengatakan bahwa secara mendasar pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat melalui perwujudan potensi kemampuan  yang mereka miliki.
Pemberdayaan menurut Robbin (1998:91) adalah sebagai berikut:
“process by which individuals and groups gain power, access to resources and control over their own lives. In doing so, they gain the ability to achieve their highest personal and collective aspirations and goals”.
(Proses di mana individu dan kelompok memperoleh kekuatan, akses ke sumber daya dan kontrol atas kehidupan mereka sendiri. Dalam melakukannya, mereka mendapatkan kemampuan untuk mencapai aspirasi tertinggi mereka pribadi dan kolektif dan tujuan).

Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya. Tujuan yang akan dicapai melalui usaha pemberdayaan masyarakat, menurut Sulistiyani (2004:80), adalah pemberdayaan yang bertujuan untuk membentuk individu dan masyarakat yang mandiri, sedangkan menurut Hasibuan (1994:68), masyarakat yang mandiri dan berswadaya, adalah masyarakat yang mampu mengadopsi inovasi, dan memiliki pola pikir secara kosmopolitan.
Pemberdayaan masyarakat tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri dan dilepas untuk mandiri, dengan demikian pemberdayaan melalui satu proses belajar, hingga mencapai status mandiri lagi (Sumodiningrat dalam Sulistiyani 2004:82). Oleh karena pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui menurut Sulistiyani (2004:83), meliputi:
1)      Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
2)      Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan-ketrampilan agar terbuka wawasan dan memberikan ketrampilan dasar sehingga dapat mengambil peran dalam pembangunan.
3)      Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-ketrampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantar pada kemandirian.

Tahap pertama atau tahap penyadaran dan pembentukan perilaku merupakan tahap persiapan dalam proses pemberdayaan masyarakat. pada tahap ini pihak pemberdaya berusaha menciptakan prakondisi, supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif. Sentuhan penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran masyarakat tentang kondisinya saat itu, sehingga  akan dapat merangsang kesadaran mereka tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dengan demikian masyarakat semakin terbuka dan merasa membutuhkan pengetahuan dan keterampilan untuk memperbaiki kondisi.
Pada tahap kedua yaitu proses transformasi pengetahuan dan kecakapan-ketrampilan dapat berlangsung baik, penuh semangat dan berjalan efektif, jika tahap pertama telah terkondisi. Masyarakat akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan-ketrampilan yang memiliki relevansi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan tersebut. Keadaan ini akan menstimulasi terjadinya keterbukaan wawasan dan menguasai kecakapan-ketrampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap ini masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pada tingkat yang rendah, yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum mampu menjadi subyek dalam pembangunan.
Tahap ketiga merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas dan kecakapan-ketrampilan yang diperlukan, supaya mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut akan ditandai oleh kemampuan masyarakat di dalam membentuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi, dan melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya. Apabila masyarakat telah mencapai tahap ketiga ini maka masyarakat dapat secara mandiri melakukan pembangunan. Pemerintah tinggal menjadi fasilitator saja.
Oakley dan Marsden (dalam Prijono dan Pranarka, 1996:56-57) menyebutkan ada dua kecenderungan dalam proses pemberdayaan. Pertama, kecenderungan primer, yaitu proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, atau kemampuan kepada masyarakat agar individu dapat menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material untuk mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kedua, kecenderungan sekunder, yaitu penekanan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. 
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan merupakan upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkan dan tidak terjebak dalam ketergantungan (charity) yang mengantarkan pada proses kemandirian. Proses pemberdayaan masyarakat berlangsung secara bertahap melalui tiga tahapan yaitu tahap penyadaran, tahap transformasi kemampuan dan tahap peningkatan kemampuan intelektualitas.

2 komentar: