Jumat, 20 April 2012

PROSES PERENCANAAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DESA DI DESA KUWAYUHAN KECAMATAN PEJAGOAN


PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang masalah
Adanya perubahan ke arah reformasi setelah lengsernya orde baru mengakibatkan tingginya tuntutan masyarakat untuk dilaksanakannya good governance. Penerapan prinsip good governance menuntut adanya perubahan dalam keuangan daerah, perubahan keuangan daerah berdampak secara langsung pada perubahan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah termasuk di desa. Oleh karena itu APBD sebagai tolak ukur keuangan daerah dalam mewujudkan. Pentingnya perubahan anggaran daerah, dikarenakan selama ini anggaran yang ada belum mampu mewujudkan tuntutan demokrasi.
Adanya pengutamaan kepentingan elite politik dibandingkan kepentingan masyarakat, itulah realita yang tercemin dari penyusunan APBD. Penyusunan APBD tidak tepat sasaran juga dikarenakan oleh sistem anggaran yang digunakan, yaitu sistem anggaran tradisional. Hal ini dikarenakan, sistem anggaran tradisional masih mendasarkan proses penyusunan anggarannya pada tahun sebelumya (incrementalism), sehingga kebutuhan masyarakat tidak mampu terpenuhi. Akibat yang mungkin ditimbulkan pada praktek penganggaran ini adalah kemungkinan adanya pemborosan pada kegiatan-kegiatan yang tidak direncanakan dan tidak dibutuhkan.
Dengan diubahnya UU No. 22 Tahun 1999 menjadi UU No.32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 menjadi UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, maka perubahan anggaran daerah dapat terpenuhi. Adanya perubahan anggaran, sistem penganggaran yang dipakai bukan lagi sistem anggaran tradisional melainkan sistem anggaran berbasis kinerja. Dalam perencanaan anggaran yang baik, kegiatan anggaran dapat dirumuskan secara efektif dan efisien dengan hasil yang optimal.
Sistem perencanaan anggaran yang dijalankan saat ini berdasarkan rencana kerja atau working plan. Proses ini dilakukan secara terpadu dengan tujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat didaerah yang bersangkutan. Rangkaian proses ini dilakukan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan sumberdaya informasi, ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta memperhatikan perkembangan kearah pembangunan nasional. Sehingga dapat mencegah terciptanya jurang kemakmuran antar daerah dan dapat menghindarkan timbulnya ketidakpuasan masyarakat. Dengan adanya kepuasan masyarakat, kestabilan dalam masyarakat dapat tercipta.
Diberlakukannya otonomi daerah tentang pemerintahan daerah, kabupaten atau kota memiliki kewenangan yang luas untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai aspirasi masyarakat, maka desa dituntut mampu dalam penyusunan anggaran secara bottom up yang sesuai kebutuhan masyarakat sehingga tidak terjadi pemborosan dalam pembangunannya, dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mendorong pemanfaatan potensi yang ada. Untuk melaksanakan perencanan anggaran secara bottom up seringkali menemui hambatan. Salah satu hambatan yang ada dalam pengelolaan keuangan dimana terbatasnya sumber dana untuk membiayai pembangunan sehingga sulit untuk memantapkan kemandirian dan pemberdayaan masyarakat desa secara mandiri yang sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah untuk mewujudkan desa mandiri.
Pengelolaan Keuangan Desa didalamnya mengatur akan perencanaan anggaran. Anggaran belanja didesa Kuwayuhan terjadi peningkatan cukup berarti dari tahun 2006 sebesar 146.260.369 rupiah, tahun 2007 sebesar 180.346.382 rupiah dan tahun 2008 sebesar 229.504.115 rupiah, hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan peran partisipasi masyarakat terhadap program-program kebutuhan masyarakat.

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas secara umum permasalahan yang hendak dikaji adalah “Bagaimana proses perencanaan anggaran belanja desa dengan menggunakan bottom up planning di Desa Kuwayuhan Kecamatan Pejagoan?

Selengkapnya dapat di download pada:
http://www.4shared.com/office/NhqVLxpL/Paper_MPD.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar