Sabtu, 27 April 2013

Kondisi yang Mendukung Suksesnya Progam Fortifikasi Pangan


1.      Dukungan politik,
      Adanya dukungan politik dari legislative dan yudikatif pada program-program fortifikasi yang akan dijalankan. Alokasi budget operasional yang berarti harus mendapat kepastian hokum yang jelas.  Pemerintah Indonesia dalam mendukung suksesnya program fortifikasi pangan Indonesia antara lain adalah adanya Peraturan Menteri (Permen) Perindustrian Nomor 49/M-IND/PER/7/2008 Tentang Pemberlakuan SNI Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan Secara Wajib setelah sebelumnya mencabut pemberlakuan SNI yang diadopsi sebagai regulasi teknis yang diberlakukan wajib.

2.      Dukungan industri,
Adanya dukungan industry, khususnya untuk membantu produksi dan distribusi produk sampai ke pelosok dan target yang dikehendaki. Harga yang terjangkau, mutu yang baik dan aman dikonsumsi merupakan syarat mutlak. Dukungan industry contohnya yaitu penggunaan teknologi yang tepat guna bertujuan untuk mendapatkan skala produksi ekonomis sehingga biaya produksi persatuan cukup rendah dan harga jual produk memadahi atau terjangkau.
lndustri pangan/makanan juga dapat memainkan peranan yang nyata dalam strategi fortifikasi jangka panjang melalui penyediaan tenik preservation yang dikembangkan dan melalui peningkatan (promosi) pangan yang kaya zat gizimikro yang tersedia secara lokal atau sebagai fortifikan. Spesifiknya, industri pangan (baik nasional manpun multinasional) perlu untuk:
a)            Berpartisipasi sejak permulaam perencanaan program, yang akan menetapkan strategi fortifikasi yang layak,
b)            Mengidentifikasi mekanisme untuk kolaborasi antara pemerintah, industri pangan dan sistem pemasarannya, dan organisasi non pemerintah dan perwakilan donor,
c)            Membantu dalam mengidentifikasi pangan pembawa dan fortifikan yang sesuai,
d)            Menetapkan dan mengembangkan sistem jaminan mutu (quality assurance system),
e)       Berpatisipasi dalam dukungan-dukungan promosi dan edukasi untuk mencapai populasi sasaran.
3.      Perangkat legislasi yang cukup termasuk pengendalian kualitas eksternal
              Semakin meningkatnya tuntutan konsumen akan keamanan makanan yang akan mereka santap, maka perlu dilakukan upaya untuk mengidentifikasi dan menganalisis HACCP dalam proses pengolahan makanan. Banyaknya usaha kecil dan menengah di bidang pengadaan makanan seperti catering, kantin, warung makan, lesehan di pinggir jalan dan di kaki lima yang kurang terdidik dalam masalah keamanan makanan dapat mengakibatkan timbulnya kasus-kasus keracunan makanan yang beberapa bulan terakhir ini banyak terjadi di Indonesia. Untuk itu, perlu adanya upaya untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada para pelaku di bidang pengadaan makanan.
              Untuk mencegah terjadinya kasus keracunan makanan yang semakin marak terjadi diperlukan sistem keamanan pangan terpadu yang melibatkan tiga jejaring, yaitu Food Intelligence, yang mengkaji risiko keamanan pangan; Food Safety Control, yang mengawasi keamanan pangan; dan Food Safety Promotion, yang mengkomunikasikan keamanan pangan. Food Intelligence adalah jejaring yang menghimpun informasi kegiatan pengkajian risiko keamanan pangan dari lembaga terkait (data surveilan, inspeksi, riset keamanan pangan, dsb).
              Food Safety Control adalah jejaring kerja sama antarlembaga dalam kegiatan yang terkait dengan pengawasan keamanan pangan (standardisasi dan legislasi pangan, inspeksi dan sertifikasi pangan, pengujian laboratorium, ekspor-impor, dan sebagainya). Food Safety Promotion adalah jejaring keamanan pangan, meliputi pengembangan bahan promosi (poster, brosur) dan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan keamanan pangan untuk industri pangan, pengawas keamanan pangan, dan konsumen.

4.      Tingkat (taraf) fortifikasi yang tepat.
              Tujuan dari taraf fortifikasi yang tepat adalah agar bahan zat gizi yang ditambahkan dapat diterima dan tepat sasaran sesuai dengan tujuan diadakannya fortifikasi pangan tersebut. Semakin baik tingkat atau taraf fortifikasi maka akan semakin baik pula penerimaan konsumen dan semakin tepat sasaran.



5.      Bioavailibilitas yang baik dari campuran,
              Fortifikasi membutuhkan aspek kemampuan penerimaan terhadap suatu zat gizi yang dapat di serap oleh tubuh, sehingga fortifikasi harus melihat dari kondisi tubuh penerimaan suatu zat gizi, fortifikasi akan berhasil apabila zat gizi yang di fortifikasi dapat diterima baik oleh tubuh. Misalkan pada zat besi (Fe) dan vit A. tetapi apabila Fe dan di satu padukan dalam suatu bahan untuk di fortifikasi kemungkinan daya serap akan terhambat karena menyebabkan terjadinya efek antagonism antara Fe dengan Zn terhadap vitamin C.

6.      Tidak ada efek penghambatan dari makanan asal (common diet).
            Untuk mensukseskan program fortifikasi salah satu hal yang harus dipenuhi adalah menu makanan asal dari target fortifikasi yang diharapkan tidak menghambat program fortifikasi dari segi metabolisme atau penyerapan dalam tubuh manusia. Sehingga makanan yang difortifikasi diharapkan dapat memenuhi ketersediaan zat gizi secara biologik.

7.        Pelatihan sumber daya manusia di tingkat industri dan pemasaran
  Salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan program fortifikasi adalah diadakannya pelatihan terkait dengan sumber daya manusia di tingkat industri pangan dan pemasaran. Pelatihan sumber daya manusia di tingkat industri dan pemasaran dimaksudkan untuk memberi pendidikan tentang pentingnya fortifikasi, sehingga memberi motivasi kepada industri-industri untuk menciptakan produk-produk fortifikasi dan mengenalkan produknya melalui pengenalan-pengenalan yang mampu mendapat perhatian dari masyarakat atau konsumen termasuk retailers.

8.                  Penerimaan Konsumen
Tingginya tingkat penerimaan konsumen terhadap program fortifikasi dapat mendukung suksesnya program fortifikasi. Penerimaan konsumen dapat dilihat dari tingginya penyerapan informasi dari program-program fortifikasi, daya terima masyarakat terhadap produk pangan fortifikan dan ketertarikan masyarakat terhadap program-program fortifikasi.


9.                  Tidak adanya pertentangan terhadap budaya tentang makanan yang difortifikasi
       Makanan yang difortifikasi haruslah tidak bertentangan dengan budaya masyakat yang ditagetkan. Karena budaya biasanya sulit dihilangkan terlebih budaya yang sudah turun temurun. Produk pangan fortifikan layaknya dapat diterima oleh masyarakat yang ditargetkan, sehingga tidak terjadi benturan terhadap budaya setempat. 

10.              Laboratorium yang memadai untuk penilaian status mikronutrien
       Laboraturium sangat mendukung suksesnya program fortifikasi pangan. Keberhasilan program fortifikasi pangan di dukung dengan kelengkapan laboratorium yang memadai. Program fortifikasi dapat dijalankan dengan adanya sarana pendukung, laboran yang ahli serta teknologi tinggi yang sangat mendukung dalam penilaian status mikronutrien.

11.              Design studi atau evaluasi statistik yang memadai.
       Studi terhadap program fortifikasi perlu dipelajari lebih dahulu sebelum program fortifikasi dijalankan. Penerapan design studi diperoleh dari pengamatan di  masyarakat melalui data-data statistik dari departemen kesehatan dan lembaga terkait dengan pelaksanaan program fortifikasi. Hasil evaluasi tersebut kemudian dikaji lebih lanjut untuk memperoleh hipotesa terhadap masalah yang ada di masyarakat.

12.              Tidak ada kendala mengenai pengadaan mikronutrien
            Pengadaan mikronutrien merupakan salah satu program fortifikasi yang diharapkan dapat memenuhi komponen gizi pada manusia.

3 komentar: