Senin, 22 April 2013

Teori Pertukaran (George Caspar Homans)


Oleh : Jeffry Pangihutan Hasibuan

Prinsip dasar dari teori pertukaran George Caspar Homans sama dengan prinsip ekonomi yaitu untung - rugi

Teori pertukaran dari homans ini sangat erat kaitannya dengan dunia psikologi manusia. Lebih tepatnya bahwa homans melihat akar dari teori pertukaran adalah behaviorisme yang berpengaruh langsung terhadap sosiologi perilaku. Homans mendasarkan teori pertukaran ini dalam berbagai proporsisi yang fundamental. Meski beberapa proporsisinya menerangkan setidaknya dua individu yang berinteraksi, namun ia dengan sangat hati-hati menunjukan bahwa proporsisi itu berdasarkan  prinsip psikologis (Ritzer, 2004:358).
Homans menganggap dirinya adalah seorang reduksionis psikologi ketika pemikirannya tentang proporsisinya yang dikatakan bersifat psikologis tersebut [1]. Menurut Homans, teori pertukaran tesusun kedalam beberapa proporsisi psikologis. Reduksionisme sendiri menurut Homans adalah “proses yang menunjukan bagaimana proporsisi yang disebut satu ilmu (dalam hal ini sosiologi) logikanya berasal dari proporsisi yang lebih umum yang disebut ilmu lain (dalam hal ini psikologi). Mengapa demikian sehingga ia disebut reduksionis psikologi?.
Pertama, proporsisi tersebut biasanya dipergunakan dan telah teruji oleh para ahli yang menamakan dirinya psikolog. Kedua, proporsisi tersebut berkenaan dengan perilaku manusia sebagai individu, bukan manusia sebagai kelompok atau masyarakat.  Atau dalam bahasa ringannya, Homans berpendapat bahwa penjelasan satu individu dapat mewakili penjelasan seluruh kelompok  Perilaku sosial menurut Homans merupakan pertukaran aktifitas konkrit maupun tidak, penuh dengan reward atau costly, antara dua orang atau lebih.
Homans sedikit banyak termotivasi ataupun terinspirasi oleh teori struktural – fungsional dari teman dan koleganya yaitu Talcot Parson. Karena itulah saya dapat menuliskan pada awal pembahasan teori pertukaran ini dengan : Prinsip dasar dari teori pertukaran George Caspar Homans sama dengan prinsip ekonomi yaitu untung – rugi. Hal ini dapat dilihat ketika Homans menjelaskan teori ini dengan pengamatannya pada revolusi industri di Inggris. Melalui prinsip psikologis bahwa ketika perusahaan membutuhkan produksi yang banyak, maka perusahaan meningkatkan hadiah (reward) kepada para pekerja agar pekerja itu dapat melakukan pekerjaannya dengan lebih cepat dan baik.
Homans menyesal menamakan teorinya “teori pertukaran” karena ia melihatnya sebagai penerapan psikologi perilaku pada situasi khusus. Ia mencoba membedakan prinsip dasar psikologi dengan teorinya dalam pembahasan paradigma perilaku B.F. Skinner, khususnya tentang studi burung merpati Skinner.

Bayangkan seekor merpati segar atau naif berada dalam sangkarnya di laboratorium. Salah satu ciri perilaku bawaanya sejak lahir yang digunakannya untuk menyelidiki lingkungannya adalah paruhnya. Ketika merpati itu mematuk ke sana kemari di dalam sangkar, patukannya mengenai sebuah sasaran merah bundar, dan disaat itu psikolog yang menungguinya atau mungkin sebuah mesin otomatis memberinya makan dengan butiran padi. Faktanya adalah bahwa kemungkinan merpati itu mengulangi perilakunya kembali – kemungkinannya merpati itu tak hanya sekedar mematuk-matuk, tetapi mematuk sasaran merah bundar- akan meningkat. Dalam bahasa sederhana dapat dikatakan merpati itu telah belajar mematuk target karena dengan perilaku demikian ia mendapat hadiah (homans, 1961:18) dalam (Ritzer, 2004:358).

Dalam paradigma Skinner ini, Homans tidak melihatnya sebagai perilaku sosial, tetapi perilaku individual, karena hubungan merpati dengan psikolog itu hanya satu pihak. Sedangkan yang dijelaskan Homans dalam teori pertukaran adaah perilaku sosial yang dimana aktivitas satu binatang dapat menguatkan aktivitas binatang lain. Menurut Homans, yang terpenting adalah bahwa tak diperlukan proporsisi baru untuk menjelaskan perbedaan perilaku sosial dan perilaku individual (Ritzer, 2004:358). Karena itulah ia meninggalkan konsep yang diberikan oleh Skinner sekaligus menegaskan bahwa teorinya tentu jelas berbeda dengan konsep teori psikologi.

Beberapa Proporsisi Tentang Perilaku
Proporsisi Sukses (The Success Proporsition)
Untuk semua tindakan yang dilakukan seseorang, semakin sering tindakan khusus seseorang diberi hadiah, semakin besar kemungkinan orang melakukan tindakan itu (Homans,1974:16) dalam (Ritzer, 2004:361)

Semakin sering sebuah tindakan memperoleh reward, maka tindakan tersebut akan semakin sering dilakukan. Ketika seseorang pencuri mencuri sebuah barang, dan ia melakukannya dengan sukses (reward) maka ia cenderung akan mengulangi perbuatannya lagi. Namun proporsisi ini bukan tidak ada batasnya. Pada saat tertentu individu tidak dapat melakukan tindakan ini sesering mungkin. Kemudian semakin pendek jarak waktu ia bertindak dan menerima reward, semakin besar kemungkinan ia mengulangi perilakunya lagi. Sebaliknya, semakin lama ia menerima reward, semakin kecil ia melakukan tindakan itu lagi. Menurut Homans, semakin sering hadiah yang diterimanya, maka perilaku itu pun semakin membosankan. Tapi, ketika reward yang diterimanya tidak teratur, maka ia pun cenderung akan mengulanginya lagi. Contohnya perjudian.
Proporsisi Pendorong (The Stimulus Proporsition)
Bila dalam kejadian dimasa lalu dorongan tertentu atau sekumpulan dorongan telah menyebabkan tindakan orang diberi hadiah, maka makin serupa dorongan kini dengan dorongan di masa lalu, makin besar kemungkinan orang melakukan tindakan seupa (Homans, 1974:23) dalam (Ritzer, 2004:364)

Ketika seseorang melakukan suatu interaksi simbolik, misalnya : siBudi mengharapkan ia diperhatikan, dengan membuat keonaran didalam kelas. Ternyata harapannya berhasil. Maka suatu saat, ia akan terus melakukan simbol-simbol itu untuk diperhatikan lagi. Simbol-simbol itulah yang dinamakan stimulus.
Proporsisi Nilai (The Value Proporsition)
Makin tinggi nilai hasil tindakan seseorang bagi dirinya, makin besar kemungkinan ia melakukan tindakan itu (Homans, 1974:25) dalam (Ritzer, 2004:364)

Dalam proporsisi ini, Homans memperkenalkan dua konsep yaitu reward dan punishment Yang pertama adalah tindakan dengan nilai positif ; semakin tinggi nilai hadiah, makin besar kemungkinan mendatangkan perilaku yang diinginkan. Contohnya adalah ketika seorang pria menginginkan seorang wanita. Dan ia menganggap wanita itu berharga bagi dirinya, ia akan mendatangkan perilaku atau berusaha untuk mendapatkan wanita itu.hukuman adalah tindakan dengan nilai negatif. Makin tinggi nilai hukumannya, maka makin kecil pula individu mewujudkan perilaku yang diinginkan. Misalnya, seseorang yang membutuhkan uang, dan ia mempunnyai gagasan untuk mencuri. Namun ia tahu ataupun teringat bahwa hukuman mencuri adalah dipenjara. Maka kecenderungan ia mencuri akan semakin kecil. Menurut Homans, hukuman bukanlah cara yang efektif untuk membuat individu jera. Karena mereka dapat bereaksi terhadap hukuman dengan cara yang tak diinginkan. Salah mengintepretasikan hukuman. Homans menjelaskan bahwa teorinya bukanlah teori hedonitis ; hadiah dapat berupa materi (uang misalnya) atau altruistis (membantu orang lain) (Ritzer, 2004:364).
Proporsisi Deprivasi-Kejemuan (The Deprivation-Satiation Proporsition)
Semakin sering seseorang menerima hadiah khusus di masa lalu yang dekat, makin kurang bernilai baginya setiap unit hadiah berikutnya (Homans 1974:29) dalam (Ritzer, 2004:365)

Contoh proporsisi ini adalah : seorang kekasih memberikan hadiah kepada pasangannya beberapa minggu yang lalu. Tapi kemudian ia memberikan hadiah lagi sekarang dan minggu-minggu selanjutnya. Maka pemberian ataupun perasaan sang pasangannya ketika menerima hadiah dari kekasihnya menjadi semakin berkurang.
Proporsisi Persetujuan-Agresi (The Aggression-Approval Proporsition)
Proporsisi A : Bila tindakan orang tak mendapatkan hadiah yang ia harapkan atau menerima hukuman yang tidak ia harapkan, ia akan marah ; besar kemungkinan ia akan melakukan tindakan agresif dan akibatnya tindakan demikian makin bernilai baginya (Homans, 1974:37) dalam  (Ritzer, 2004:365)

Bila seorang gadis bernama A curhat kepada temannya bernama B. Kemudian B memberi nasihat kepada A. Namun nasihat B tidak sesuai dengan yang A harapkan. B melihat A tidak menyukai ataupun menghargai nasihatnya itu, maka keduanya akan marah. Konsep yang Homans berikan mengacu pada keadaan mental. Kekecewaan dapat mengacu pada seluruh kejadian eksternal. (khusus ke umum)
 Proporsisi B : Bila tindakan seseorang menerima hadiah yang ia harapkan, terutama hadiah yang lebih besar daripada yang ia harapkan, atau tidak menerima hukuman yang ia bayangkan, maka ia akan puas ; ia makin besar kemungkinannya melaksanakan tindakan yang disetujui dan akibat tindakan seperti itu akan makin bernilai baginya (Homans 1974:39) dalam (Ritzer, 2004:365)

Dalam kasus kedua gadis yang curhat dan penasehat, bila kedua-duanya mendapat apa yang mereka harapkan, maka dua-duanya akan puas dan tidak terjadi marah. Bahkan nasehat dan pujian itu akan semakin bernilai harganya.
Proporsisi Rasionalitas (The Rationality Proporsition)
Dalam memilih alternatif tindakan maka ia akan cenderung memilih yang bernilai, digandakan dengan berbagai kemungkinan untuk memperoleh hasil yang besar / menguntungkan. Proporsisi ini sangat dipengaruhi oleh teori pilihan rasional. Berbeda dari proporsisi-proporsisi sebelumnya yang lebih mengacu pada behaviorisme. Ia bertindak berdasarkan rasionalitasnya yang dalam istilah ekonomi adalah memaksimalkan kegunaanya. Apabila ia tidak dapat mencapai reward yang tinggi, ia akan menurunkan nilainya.bilai ia berpikir tak dapat mencapai reward itu. Begitu juga sebaliknya. Apabila ia berpikir dapat mencapai reward dengan mudah ia akan menaikan nilai reward itu. Peluang ataupun dasar perkiraan mereka dapat mencapai atau tidak, berdasarkan pengalaman dan penilaian masa lalu.
Kritikan terhadap Homans datang dari Abrahamson (1970). Ia memandang banyak kelemahan homans si segi keadaan mental. Sedangkan Ekeh (1974) memandang kelemahan teori Homans di segi struktur berskala luas. Sebagai contoh, Homans mengakui perlunya “mengembangkan psikologi lebih lengkap lagi”. Homans tidak menjelaskan bagaimana individu (aktor) menilai hadiah yang satu lebih tinggi daripada hadiah yang lain dalam proporsisi rasionalitas.
 

DAFTAR PUSTAKA



Ritzer, George dan Douglas J. Goodman, 2004. Teori Sosiologi Modern,
                  Kencana: Jakarta
Polloma, Margaret M.1987. Sosiologi Kontemporer, CV. Rajawali: Jakarta.
Beilharz, Peter. 2003. TEORI-TEORI SOSIAL, Pustaka Pelajar : Yogyakarta


[1] Sebagaimana terlihat dari kutipan diatas, Blau mengisyaratkan para ahli sosiologi agar waspada akan bahaya reduksionisme “yang mengabaikan kehadiran properti sosial dan kultural (M. Poloma 2000:80)

6 komentar:

  1. Balasan
    1. Terima kasih sudah berkunjung dan semoga bermanfaat untuk kaka Giffari Alfarizy, sila kan di share.

      Hapus
  2. wow.. seperti nama yang mirip dengan saya... hahaaha.. terima kasih om Indra Achmadi sudah di share... arrgghhh rindu berdialektika lagi di dunia ide... salam

    Jeffry Pangihutan Hasibuan, S.Sos

    BalasHapus