Senin, 22 April 2013

UU Hubungan LN Harus Memuat Peran Lembaga Legislatif Dalam Politik LN


Di masa mendatang, kerangka hukum seperti UU No.37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri harus memuat ketentuan-ketentuan yang eksplisit mengenai peran lembaga legislatif dalam politik luar negeri.
Pernyataan tersebut dikemukakan oleh Sekretaris Penasehat dan Utusan Khusus Presiden RI Yayan GH Mulyana pada acara seminar mengenai telaah UU No.37/1999 di Gedung Departemen Luar Negeri (Deplu) Jakarta, Kamis (13/07).
"Pelaku yang belum dirujuk secara eksplisit dalam UU No.37/1999 tetapi perannya semakin mengemuka dalam penanganan isu-isu internasional adalah lembaga legislatif," katanya.
UUD 1945 yang diamandemen, kata dia, memberi wewenang kepada lembaga legislatif untuk ikut membentuk politik luar negeri Indonesia, pasal 20 (1) UUD 1946 memberi wewenang kepada DPR untuk menyentuh tiga aspek politik luar negeri yakni aspek legislasi, anggaran dan pengawasan.
"Hal lain yang belum muncul dalam peran lembaga legislatif Indonesia adalah `foreign policy entrepreneurs` yakni anggota-anggota badan legislatif yang secara proaktif mengambil prakarsa dalam menetapkan tanggapan yang tepat, konstruktif dan tidak emosional terhadap isu-isu politik luar negeri tanpa menunggu langkah-langkah yang diambil lembaga eksekutif," katanya.
Dia juga mengungkapkan bahwa partisipasi lembaga legislatif Indonesia dalam inter-parliamentary diplomacy merupakan langkah yang patut didukung.
"Sebuah UU tentang hubungan dan politik luar negeri juga perlu mengantisipasi munculnya peran Dewan perwakilan Daerah (DPD) yang kedudukannya sebanding dengan senat dalam Konggres AS, dalam hubungan dan politik luar negeri Indonesia," katanya.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda mengingatkan setiap aktor hubungan luar negeri Indonesia untuk tetap berpegang teguh pada Undang-Undang No 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
"Harus diingat bahwa UU Hubungan Luar Negeri memandatkan kerjasama luar negeri yang dilakukan banyak aktor tersebut tidak boleh menyimpang dari kebijakan politik luar negeri," kata Menlu.
Menurut Hassan, antusiasme dan semangat untuk meningkatkan kerjasama dengan luar negeri mengakibatkan munculnya penyimpangan itu.
"Begitu antusiasnya untuk mengembangkan kerja sama ekonomi ada pemerintah daerah yang membuat MoU dan membuat kantor perwakilan yang artinya mengibarkan merah putih di negara yang Indonesia tidak punya hubungan diplomatik," katanya.
Menlu menyebutkan bahwa kerja sama yang dijalin langsung oleh para aktor tersebut juga hendaknya menjamin keamanan baik dari sisi tehnis, politis, hukum ataupun pertahanan.
"Ada kerja sama antara suatu lembaga penelitian dengan counter part mereka di AS mengenai penelitian di bawah laut Banda, kesannya tehnis untuk ilmu pengetahuan. Hal-hal ini kurang diperhatikan," katanya.
Menurut Menlu, kini di bidang politik dan hubungan luar negeri Indonesia mempunyai lebih banyak aktor di tingkat pemerintahan tidak hanya eksekutif yang mempunyai peran besar sekarang DPR RI (legislatif), pemerintah daerah ataupun individual pun memiliki peran-peran tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar