Rabu, 01 Mei 2013

HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA


Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa sejak lahir sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, bukan pemberian penguasa. Hak-hak warga negara di indonesia diakui dan dijunjung tinggi tetapi dalam kerangka solidaritas indonesia, dalam konteks gotong royong. Kita telah melihat juga bahwa sejak semula ketika para anggota BPUPKI menyusun konsep UUD 1945, mereka sudah menghadapi berbagai problem dan kesulitan. Kalau kita memperhatikan secara sungguh-sungguh, maka masalah-masalah yang tumbuh berkisar pada HAM di Indonesia cukup kompleks, baik teoritis maupun yuridis.
Undang-Undang Dasar negara kita dengan tegas mencantumkan tentang hak-hak asasi manusia dan hak-hak asasi warga negara, sebagaimana  dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. Dalam pasal-pasal tertentu dicantumkan secara tegas (tersurat) dan dalam beberapa pasal tertentu hanya secara tersirat tentang hak asasi manusia itu. Akan tetapi pencantuman hak-hak asasi manusia kita telah mendahului pernyataan umum dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga tidak cukup waktu untuk membicarakan masalah-masalah yang dihadapi termasuk tentang masalah hak asasi manusia ini. Sebagaimana diketahui dan patut dicatat, indonesia adalah negara yang pertama memerdekakan dirinya melakukan perjuangan, kemudian disusul oleh negara-negara lain dari Asia dan Afrika. Tidak heran setelah indonesia merdeka masalah HAM dicantumkan dengan tegas pada Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Kemerdekaan adalah hak bangsa, karena sesuai dengan rasa keadilan dan rasa perikemanusiaan. Hak asasi manusia dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban warga negara, kita cantumkan bersama-sama dengan kemerdekaan dan sehari kemudian secara resmi pada Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Masalah-masalah hak asasi manusia pada waktu penyusunan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia pada dasarnya bertentangan dan pendapat yang pada prinsip waktu itu antara Bung Karno dan Bung Hatta. Bung Karno berpendapat bahwa pemikiran tentang hak asasi manusia merupakan sumber individualisme dan liberalisme, karena sangat menekankan kepada kebebasan manusia sebagai individu. Menurut Bung Karno pemujaan akan individu dan liberalisme dianggap bertentangan dengan asas kekeluargaan atau kolektivitas dan gotong-royong, oleh karena itu perlu ditolak, sebaliknya Bung Hatta menganggap walaupun yang hendak kita bentuk adalah negara kekeluargaan, tetapi perlu juga ditetapkan beberapa hak warga supaya tidak sampai menimbulkan negara kekuasaan. Kita juga harus menjaga pandangan dari negara lain bahwa negara kita bersifat ”cadaver” atau kekuasaan semata. Kalau kita memperhatikan UUD 1945, maka setidaknya yang membicarakan masalah hak asasi manusia antaranya yang mencakup hak-hak di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, dan pertahanan keamanan adalah jaminan UUD 1945 berkisar atas persamaan kedudukan di depan hukum dan pemerintahan, dan atas pekerjaan yang layak. Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat, hak kebebasan beragama, hak mendapatkan perlindungan ancaman, hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, hak untuk melakukan usaha bersama, hak untuk mendapatkan jaminan bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hak yang paling hakiki dalam UUD 1945 adalah hak kebebasan beragama. Hak ini adalah hak individu yang langsung berhubungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tanpa perantara ataupun direkayasa  oleh penguasa. Hak atas kebebasan ini tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun juga karena merupakan hak yang amat pribadi, yang urusannya terutama menyangkut individu dengan penciptanya.
Masalah hak asasi manusia ini tampaknya semakin menjadi perhatian pemerintah masyarakat. Perhatian ini diwujudkan dengan mendirikan Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Apakah komisi ini telah menjalankan dan atau melaksanakan tugas atau misi yang diembannya, hanyalah masyarakat yang dapat menilainya. Masyarkat mendambakan komisi dapat berperan sesuai dengan tujuan dan misi sucinya dan tidak terasa dipaksakan atau seolah-olah direkayasa. Patut dicatat bahwa beberapa hak seperti hak atas pangan, pendidikan, pelayanan kesehatan walaupun belum memuaskan sudah terealisasi melalui berbagai program-program pemerintah, seperti program wajib belajar sembilan tahun, adanya pusat-pusat kesehatan (puskesmas, posyandu) telah tersebar ke pelosok-pelosok desa, masalah upah buruh minimal yang ditetapkan oleh pemerintah.
Masalah yang dihadapi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan stabilitas politik yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan ekonomi kadang-kadang menyampingkan atau mengabaikan sama sekali perhatian terhadap pemenuhan hak-hak kebebasan politik, kebebasan berkumpul dan berserikat, serta mengeluarkan pendapat. Ketidakseimbangan antara kedua hal itu jelas sekali terlihat terutama pada mereka yang berasal dari lapisan bawah seperti kaum buruh, petani, nelayan, dan rakyat kecil lainnya seperti pedagang asongan, pedagang kaki lima, dsb. Mereka pada umumnya belum mampu mengorganisasikan dirinya sendiri dan berpartisipasin dalam setiap proses menyangkut kehidupannya. Walaupun secara yuridis formal hak-hak tersebut sesungguhnya telah dijamin pada tingkat implementasi, hak-hak ini senyatanya belum dapat dioperasionalkan dan atau disosialisasikan. Penindasan, perlakuan sewenang-wenang terhadap mereka merupakan kenyataan yang membutuhkan bahwa hak-hak tersebut belum dimiliki oleh mereka. Dalam keadaan sehari-hari amatlah sulit bagi mereka untuk memperoleh hak itu, hak yang pada dasarnya merupakan hak asasi merekja sendiri sebagai manusia. Kendala yang dihadapi adalah proses-proses dan struktualisasi di dalam masyarakat yang menghambat penegak hak-hak tersebut yaitu pengisapan ekonomi, manipulasi ideologi dan penindasan politis.
Pelaksanaan hak-hak asasi manusia tidak dapat dituntut pelaksanaannya secara mutlak karena penuntutan secara mutlak berarti melanggar hak asasi yang sama dari orang lain. Pelaksanaan hak asasi manusia bagi setiap bangsa merupakan suatu proyek dan dengan demikian merupakan proses yang berlangsung untuk waktu panjang yang berkelanjutan. Hak asasi manusia dilaksanakan tanpa berkesinambungan justru akan lebih menimbulkan kesusahan daripada kebahagiaan. Pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia masih banyak atau hanya menyoroti sisi negatifnya. Banyak karangan yang seringkali tidak ilmiah, subjektif dan biasa sehingga tidak menggambarkan apa yang sesungguhnya dilakukan dalam bidang hak asasi manusia.
Di atas telah diungkapkan bahwa pemerintah tidak akan berdiam diri saja dalam masalah hak-hak asasi manusia ini. Segala langkah dan upaya mengadakan perbaikan-perbaikan mengenai hal itu telah diambil walaupun dalam bats-batas tertentu, misalnya dengan adanya Komosi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Memang komisi ini bukan alat pemerintah akan tetapi sebagai komisi menghimpun data dan peristiwa. Pemerintah dapat meminta bukti-bukti temuan Komnas HAM akan tetapi tidak ikut campur tangan. Pemerintah tidak akan ikut campur terhadap Komnas HAM.  Sebagai lembaga yang mandiri masyarakat mengharapkan agar Komnas HAM benar-benar menemukan identitasnya sebagai lembaga yang benar-benar bebas dari pengaruh luar, tidak ada pengaruh dari pihak mana pun juga. Masyarakat benar-benar mengharapkan lembaga ini menunjukkan kemandirian dirinya. Kehadiran lembaga ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia seperti kalangan buruh, tani, mehasiswa, rakyat biasa, dan bahkan kalangan omnas dan orpol serta kalangan di dalam dan di luar negeri.
Masalah dan pemecahan masalah hak asasi manusia di Indonesia tampaknya masih rumit dan kompleks sebagai akibat warisan penjajahan. Walaupun secara yuridis formal Indonesia telah mencantumkan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945, namun dalam pelaksanaannya hak-hak tersebut masih belum dimiliki oleh seluruh warga negara secara merata. Diperlukan penjabaran rinci, dalam suatu perundangan agar rakyat dapat memiliki hak-haknya. Kemauan politik pemerintah dan dukungan kekuatan-kekuatan atau kelompok-kelompok sosial politik yang ada akan memudahkan rakyat memiliki hak-haknya.
Pada akhirnya pelaksanaan hak-hak asasi manusia di Indonesia, baik masalah pemecahannya yang harus diperhatikan adalah bahwa di samping hak-hak asasi, terdapat juga kewjiban-kewajiban asasi. Hak-hak asasi manusia dilaksanakan selaras dengan pemenuhan kewajibannya sebagai warga negara terhadap masyarakat, bangsa dan negara.

 
DAFTAR PUSTAKA


Widjaja. 2000, Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Penerbit PT Rinerka Cipta, Jakarta.
Setiardja, A. Gunawan. 1993, Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Cetakan ke-1, Penerbit  Kanisius, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar