Kamis, 16 Mei 2013

Harga Obat di Indonesia


Harga obat di Indonesia memang bukan yang termahal di ASEAN. Hal ini wajar dikarenakan dari segi pendapatan per kapita indonesia termasuk pada peringkat bawah. Namun dibanding Cina, India, Pakistan dan Kuba yang relatif bukan lebih miskin, harga obat kita jauh lebih mahal.
Sebenarnya harga obat yang mahal bukan semata-mata kesalahan pemerintah, tetapi kesalahan dari masyarakat juga. Seringkali dari masyarakat justru lebih bangga dan merasa lebih nyaman bila diberi obat yang mahal. Hal semacam ini yang mungkin menjadikan salah satu alasan mengapa obat bermerk menjadi sangat mahal, mungkin bisa sampai lebih dari 30 kali harga obat generik berlogo. Padahal seperti yang kita ketahui bahwa obat yang mahal belum tentu lebih berkualitas.
Tidak selamanya obat mahal itu obat bagus. Semuanya itu tergantung dari jenis penyakit dan diagnosa yang tepat. Sebagai contoh orang yang menderita penyakit flu  mendapat obat dengan harga sebesar Rp.500.000,  yang terdiri dari antibiotika generasi terakhir dan obat yang lain. Ternyata orang tersebut tidak segera sembuh walaupun obatnya mahal dan kita katahui bahwasanya penyakit flu itu disebabkan oleh virus yang bisa sembuh sendiri (self limited) dengan kondisi tubuh yang prima. Misalnya dengan penggunaan vitamin C yang meningkatkan daya tahan tubuh dan gizi yang baik serta istirahat yang cukup.
Yang dimaksud obat bagus adalah obat yang mempunyai efek terapi. Untuk mendapatkan efek terapi yang tepat haruslah dengan diagnosa yang tepat, dosis yang tepat, waktu yang tepat, artinya menggunakan obat secara rasional; tidak harus obat yang mahal-mahal.
Untuk meningkatkan  keterjangkauan obat bagi masyarakat dalam memperoleh obat yang murah, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan harga obat kembali dan membuat aturan tentang harga jual obat generik di apotik melalui SK Menteri Kesehatan Nomor 720/MENKES/SK/IX/2006 tentang Harga Obat Generik, tetapi pada kenyataannya masih dijumpai adanya variasi dalam harga jual obat. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan dalam perhitungan persentase keuntungan yang diambil oleh pihak apotik sehingga terjadi perbedaan harga jual obat di masing-masing apotik. Selain itu, obat yang diturunkan harganya di bawah HET berperan sebagai penyeimbang dari obat yang dinaikkan harganya.
Harga yang terjangkau merupakan suatu hal yang penting untuk menjamin akses obat essensial di sektor pemerintah dan sektor swasta. Keterjangkauan adalah komponen kebijakan obat nasional yang membutuhkan dukungan politik dan legislatif yaitu dalam hal mengurangi pajak impor obat essensial, kebijakan harga obat, kebijakan obat generik dan substitusi obat generik dan persamaan harga. Adanya perbedaan harga jual obat generik pada apotik disebabkan pleh karena apotik dapat menentukan harga obat secara bebas atas berbagai pertimbangan bahwa harga jual obat ditentukan oleh provider secara bebas. Dengan demikian harga obat di tingkat pengecer seperti apotik akan dipengaruhi oleh faktor besarnya marjin ataupun biaya operasional lainnya yang diambil oleh provider apotik.
Sebenarnya terdapat beberapa cara agar harga obat di Indonesia menjadi lebih murah, yaitu :
1.      Impor dan distribusi bahan baku obat dilakukan oleh pemerintah, bila perlu pemerintah memproduksi sendiri bahan baku obat. Dengan harapan pemerintah akan lebih mudah mengkontrol ataupun dalam memberikan subsidi agar harga produk jadi obat lebih dapat dikendalikan. Seperti kenyataan sekarang ini, HET (Harga Eceran Tertinggi) yang diterapkan pemerintah tidak sepenuhnya berdampak menurunkan harga obat. Mungkin tidak perlu semua jenis bahan baku obat yang dikontrol pemerintah, tetapi bahan baku yang patennya sudah habis dan banyak dibutuhkan oleh masyarakat luas. Dengan pendistribusian bahan baku obat satu pintu,pemerintah juga akan lebih mudah mengontrol kualitas bahan baku obat yang beredar,sehingga kontrol terhadap kualitas obat yang beredar akan menjadi lebih mudah. Selanjutnya penerapan HET yang terjangkau bisa menjadi lebih rasional.
2.      Melarang segala macam bentuk iklan obat. Bagaimanapun juga yang namanya iklan harganya tidak murah dan bebannya tentu saja akan kembali kemasyarakat. Apalagi bila iklan tidak rasional atau menyesatkan, tentu akan berdampak pada pemborosan pemakaian obat. Dan yang ditakutkan lagi iklan justru menjadi pembodohan kepada masyarakat. Mungkin kita para apoteker sebagai tenaga kesehatan juga akan dibodohkan juga dengan promosi yang berupa diskon atau potongan harga sehingga akan mempengaruhi kita dalam memberikan kebijakan pelayanan. Mungkin dampak iklan ini juga akan mempengaruhi tenaga kesehatan lain seperti dokter juga akan terpengaruhi dengan bentuk-bentuk kerjasama yang cenderung meningkatkan harga yang sekali lagi akan merugikan Masyarakat sebagai pasien. Oleh karena itu akan sangat baik dampaknya bila segala bentuk iklan dihapuskan terhadap obat bebas sampai obat keras agar terjadi penurunan harga obat.
3.      Mengasuransikan kesehatan terhadap semua penduduk. Bila semua penduduk diasuransikan, obat akan dibeli oleh perusahaan asuransi berdasarkan lelang termurah. Dengan cara seperti ini, maka industri obat akan cenderung berlomba-lomba menjual obat dengan harga yang murah agar dibeli oleh perusahaan asuransi. Disini pemerintah dan masyarakat tidak perlu lagi memikirkan harga obat karena yang memikirkan pindah pada perusahaan asuransi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar