Kamis, 16 Mei 2013

Intstansi yang Mengawasi, Memeriksa, dan Menjatuhkan Sanksi Terhadap Notaris


Sebelum berlaku UUJN, pengawasan, perneriksaan, dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris dilakukan oleh badan peradilan yang ada pada waktu itu, sebagaimana pernah diatur dalam Pasal 140 Reglement op de Rechtehjke Organisatie en Het Der Justitie (Stbl. 1847 No. 23), Pasal 96 Reglement Buitengewesten, Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen – Lembaran Negara 1946 Nomor 135, dan Pasal 50 PJN. Kemudian Pengawasan terhadap Notaris dilakukan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung sebagai­mana tersebut dalam Pasal 32 dan 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Kemudian dibuat pula Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indo­nesia Nomor 2 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan Terhadap Notaris, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor KMA/006/SKB/VII/1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris, dan terakhir dalam Pasa 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004.  
Tahun 1999 sampai dengan tahun 2001 dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, dengan amandemen tersebut telah pula merubah Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 menegas­kan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sebagai tindak lanjut dari perubahan tersebut dibuat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang dalam Pasal 2-nya ditegaskan bahwa penyelenggaraan kekuasaan kehakiman oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, ditegaskan bahwa Mahkamah Agung sebagai pelaku salah satu kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945. 
Sejak pengalihan tersebut, Notaris yang diangkat pemerintah (Menteri) tidak tepat lagi jika pengawasannya dilakukan oleh instansi lain dalam hal ini badan peradilan, karena Menteri sudah tidak mempu­nyai kewenangan apapun terhadap badan peradilan. Kemudian tentang pengawasan terhadap Notaris yang diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2004 dicabut oleh Pasal 91 UUJN.
Setelah berlaku UUJN badan peradilan tindak lagi melakukan pengawasannya, pemeriksaan, dan penjatuhan terhadap sanksi Notaris, tugas tersebut dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM dengan membentuk Majelis Pengawas Notaris.

A.           Majelis Pengawas Notaris Sebagai Instansi yang Melakukan Pengawasan, Pemeriksaan, dan Menjatuhkan Sanksi Terhadap Notaris
Pasal 67 ayat (1) UUJN menentukan bahwa yang melakukan pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawasan tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas (Pasal 67 ayat [2] UUJN). Pasal 67 ayat (3) UUJN menentukan Majelis Pengawas tersebut terdiri dari 9 (sembilan) orang, terdiri dari unsur:
a.       Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;
b.      Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c.       Ahli/akademik sebanyak 3 (tiga) orang.
Dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri ditentukan pengusulan Anggota Majelis Pengawas. Pasal 3 ayat (1) menen­tukan pengusulan Anggota Majelis Pengawas Daerah (MPD) dengan ketentuan:
a.         Unsur pemerintah oleh Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah;
b.        Unsur organisasi Notaris oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia;
c.         Unsur ahli/akademis oleh pemimpin fakultas hukum atau perguruan tinggi setempat.
Pasal 4 ayat (1) menentukan pengusulan Anggota Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dengan ketentuan:
a.       Unsur pemerintah oleh Kepala Kantor Wilayah;
b.      Unsur organisasi Notaris oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia;
c.       Unsur ahli/akademis oleh pemimpin fakultas hukum atau perguruan tinggi setempat.
Pasal 5 ayat (1) menentukan pengusulan Anggota Majelis Pengawas Pusat (MPP) dengan ketentuan:
a.       Unsur pemerintah oleh Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum;
b.      Unsur organisasi Notaris oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia;
c.       Unsur ahli/akademis oleh dekan fakultas hukum universitas yang menyelenggarakan program magister kenotariatan.
Menurut Pasal 68 UUJN, bahwa Majelis Pengawas Notaris, terdiri atas:
a.       Majelis Pengawas Daerah;
b.      Majelis Pengawas Wilayah; dan
c.       Majelis Pengawas Pusat.
Majelis Pengawas Daerah (MPD)  dibentuk dan berkedudukan di kabupaten atau kota (Pasal 69 ayat [1] UUJN), Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dibentuk dan berkedudukan di ibukota propinsi (Pasal 72 ayat [11 UUJN), dan Majelis Pengawas Pusat (MPP) dibentuk dan berkedudukan di ibukota negara (Pasal 76 ayat [1] UUJN).
Majelis Pengawas Notaris, tidak hanya melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris, tapi jugs berwenang untuk menjatuhkan sanksi tertentu terhadap Notaris yang telah terbukti melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas jabatan Notaris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar