Kamis, 16 Mei 2013

Kedudukan Majelis Pengawas Notaris Sebagai Instansi yang Melakukan Pengawasan, Pemeriksaan, Penjatuhan Sanksi


Pada dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Menteri sebagai kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempu­nyai tugas membantu Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia. Dengan demikian kewenangan pengawasan terhadap Notaris ada pada pemerintah, sehingga berkaitan dengan cara pemerintah memperoleh wewenang pengawasan tersebut.
Atibusi merupakan pembentukan wewenang tertentu dan pemberiannya kepada organ tertentu atau juga dirumuskan pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang barn oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Atribusi pembentukan atau pemberian wewenang pemerintahan didasarkan aturan hukum yang dapat dibedakan dari asalnya, yakni yang asalnya dari pemerintah di tingkat pusat bersumber dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Undang-Undang Dasar (UUD) atau undang-undang, dan yang asalnya dari pemerintah daerah bersumber dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau Peraturan Daerah (Perda).  Atribusi wewenang dibentuk atau dibuat atau diciptakan oleh aturan hukum yang bersangkutan atau atribusi ditentukan aturan hukum yang menyebutkan di dalamnya.
Delegasi merupakan pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerin­tahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Dalam rumusan lain bahwa delegasi sebagai penyerahan wewenang oleh pejabat pemerintahan (Pejabat TUN) kepada pihak lain dan wewenang menjadi tanggungjawab pihak lain tersebut,  Pendapat yang pertama, bahwa delegasi itu harus dari Badan atau jabatan TUN kepada badan atau Jabatan TUN lainnya, artinya balk delegator maupun delegans harus sama-sama Badan atau Jabatan TUN. Pendapat yang kedua bahwa delegasi dapat terjadi dari Badan atau Pejabat TUN kepada pihak lain yang belum tentu Badan atau Jabatan TUN.  Dengan ada kemungkinan bahwa Badan atau Jabatan TUN dapat mendelegasikan wewenangnya (delegans) kepada Badan atau Jabatan yang bukan TUN (delegataris). Suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Badan atau Jabatan TUN yang tidak mempunyai atribusi wewenang tidak dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pihak lainnya. Delegasi harus memenuhi syarat-syarat :
a.       Delegasi harus definitif, artinya delegans tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan;
b.      Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;
c.       Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki kepe­gawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;
d.      Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans berwe­nang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;
e.       Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.

1.      Majelis Pengawas Notaris Sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara
Kedudukan Menteri selaku Badan atau Jabatan TUN yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku membawa konsekuensi terhadap Majelis Pengawas, yaitu Majelis Pengawas berkedudukan pula sebagai Badan atau Jabatan TUN, karena menerima delegasi dari badan atau Jabatan yang berkedudukan sebagai Badan atau Jabatan TUN .
Dengan demikian secara kolegial Majelis Pengawas sebagai:
a.       Badan atau Pejabat TUN;
b.      Melaksanakan urusan pemerintahan;
c.       Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, yaitu melakukan penga­wasan terhadap Notaris sesuai UUJN.

2.      Surat Keputusan Majelis Pengawas Notaris Sebagai Objek Sengketa Tata Usaha Negara
Majelis pengawasan dalam kedudukan sebagai Badan atau Jabatan TUN mempu­nyai kewenangan untuk membuat atau mengeluarkan Surat Keputusan atau Ketetapan yang berkaitan dengan hasil pengawasan, pemeriksaan atau penjatuhan sanksi yang ditujukan kepada Notaris yang bersangkutan.
Dalam kedudukan seperti itu, Surat Keputusan atau Ketetapan Majelis Pengawas dapat dijadikan objek gugatan oleh Notaris ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai sengketa tata usaha negara jika Notaris merasa bahwa keputusan tidak tepat atau memberatkan Notaris yang bersangkutan atau tidak dilakukan yang transparan dan berimbang dalam pemeriksan. Peluang untuk mengajukan ke PTUN tetap terbuka setelah semua upaya administrasi yang disediakan baik keberatan administrat maupun banding administrasi telah ditempuh. Hal tersebut dapat dilakukan rneskipun aturan hukum yang bersangkutan telah menentukan bahwa putusan, dari badan atau Jabatan TUN tersebut telah menyatakan final atau tidak dapat ditempuh upaya hukum lain karena pada dasarnya bahwa penggunaan upaya administratif dalam sengketa tata usaha negara bermula dari sikap tidak puas terhadap perbuatan tata usaha negara. Aspek positif yang didapat dari upaya ini adalah penilaian perbuatan tata usaha negara yang dimohonkan tidak hanya dinilai dari segi penerapan hukum, tapi juga dari segi kebijaksanaan serta memungkinkan dibuatnya keputusan lain yang menggantikan keputusan tata usaha negara terdahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar