Selasa, 27 Mei 2014

TEORI DAN TEKNIK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Pemberdayaan : proses sosial multi dimensi yg bertujuan utk membantu individu/kelompok agar dapat memperoleh kendali bagi kehidupan mereka sendiri.

Komponen penting :
Utk memahami pemberdayaan menurut page dan czuba ada 3 komponen penting :
1.       Pemberdayaan bersifat multi dimensi, dimana terlibat didalamnya dimensi sosiologi, psikologi, ekonomi dan dimensi lainnya. Pemberdayaan dpt berlangsung pd berbagai jenjang, spt : individu, kelompok dan komunitas/masy
2.       Pemberdayaan adalah suatu proses sosial
3.       Pemberdayaan merupakan suatu proses yg mirip dg suatu perjalanan bagi pihak yg sedang membangun
SUMODININGRAT (1999), bahwa pemberdayaan masy merupakan upaya utk mamndirikan masy lewat perwujudan potensi kemampuan yg mereka miliki. Adapun PM senantiasa menyangkut 2 kelompok yg saling terkait, yaitu masy sebagai pihak yg diberdayakan dan pihak yg menaruh kepedulian sbg pihak yg memberdayakan.
RAPPAPORT (1987-121) pemberdayaan : pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu dg keadaan sosial,kekuatan politik serta hak menurut UU.
MC. ARDLE (1989) pemberdayaan : proses pengambilan keputusan oleh org2 yg secara konnsekuen melaksanakan keputusan tsb. Org2 yg telah mancapai ttujuan kolektif melalui kemandiriannya trmasuk diberdayakan bahkan mungkin lebih diberdayakan melaui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya, dalam rangka mencapai tujuan mereka sendiri tanpa tergantung pada pertolongan dan hub eksternal.
JIM IFE (1995:56) pemberdayaan ditujukan utk meningkatkan kekuasaan (power) dari kel masy yg kurang beruntung (disadvantaged)
“empowerment aims to increase the power of the disadvantaged)”
PERSPEKTIF DALAM PEMBERDAYAAN
1)      PLURALIS, persaingan dan perselisihan tdk terelekkan. Masing2 mempunyai kesempatan yg sama. Kelompok atas mebantu kelompok ygg lain/kalah/lemah.
2)      Elit, politik semacam permainan, dimana setiap pemain memiliki kesempatan yg sama. Ada kelompok yg kalah karena tidak memiliki kekuasaan. Proses pemberdayaan berarti menggabungkan diri kedalam politik shg bisa digabungkan antara kel lemah dan kel kuat.
3)      Struktural, ketidakberuntungan masy terjadi akibat struktur sosial dan politik yg berbeda-beda. Adanya ketimpangan struktur mengakibatkan perbedaan keberuntungan yg satu dan lainnya. Melakukan perubahan scr struktur dpt memberdayakan masy (pengertian pemberdayaan)
INDIKATOR PEMBERDAYAAN
Keberhasilan PM dpt dilihat keberdayaan mereka mengenai : kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, kemampuan kultural dan politis.
SCHULER, HASHEMI, DAN RILEY
8 Indikator Pemberdayaan :
1)      Kebebasan mobilitas
2)      Kemampuan membeli komoditas kecil
3)      Kemampuan membeli komoditas besar
4)      Terlibat dalam pembuatan keputusan2 RT
5)      Kebebasan relatif dari dominasi keluarga
6)      Kesadaran hukum dan politik
7)      Keterlibatan dalam kampanye/demonstrasi
8)      Jaminan ekonomi dan kontribusi thd keluarga (soeharto, 2006:65)
SUMODININGRAT (1999), pemberdayaan masy adalah upaya utk mendirikan masy.

SRTATEGI PEMBEDAYAAN
Menurut JIM IFE (1995:63) ada 3 strategi yg ditrapkan utk PM:
1)      Perencanaan dan kebijakan (policy and planning)
Utk mengembangkan perubahan struktur dan institusi shg memungkin masy utk mengakses berbagai sumber kehidupan utk meningkatkan taraf kehidupan nya. Perencanaan dan policy yg berpihak dpt dirancang utk menyediakan sumber kehidupan yg cukup bagi masy utk mencapai keberdayaan. Mis: policy membuka peluang kerja yg luas, UMR yg tinggi (poverty dan pengangguran).

2)      aksi sosial dan politik (sosial dan political action)
diartikan agar sistem politik yg tetutup diubah shg memungkinkan masy utk berpartisipasi dlm sispol. Adanya keterlibatan masy secara pol membuka peluang dlm memporoleh kondisi keberdayaan.

3)      Peningkatan kesadaran dan pendidikan
Masy /kel msy tertentu seringkali tdk menyadari penindasan yg terjadi pada dirinya. Kondisi ketertindasan diperparah dg tdk adanya skill utk bertahan hidup secara eko dan sosial.
Utk masalah ini peningkatan kesadaran dan pdidikan utk ditrapkan. Contoh : memberi pemahaman kpd masy ttg bagaimana struktur2 penindasan terjadi, memberi sarana dan skill agar mencapai perubahan scr efektif.

PENGEMBANGAN MASY LOKAL
·         Masya lokal : masy tertentu yg dibatasi scr adm dan geografis baik pada level grass roots spt kel tertentu dlm sebuah RT, masy tk RT/RW, desa/kel, maupun masy regional seperti tk kab dan kec.
·         Pengembangan masy lokal : upaya2 yg berjalan utk menolong masy lookal dlm menemukan masalah, kebutuhan, potensi dan sumber2, membuat rencana pembangunan dan mendampingi pelaksanaan pembangunan dalam kurun waktu ttt sehinggamasy mampu melakukannya sendiri.
·         Motto : help pople to help them selves
·         Prinsip kerja : partisipasi

4)      Pelaksanaan program
·         Tujuan : melaksanakan rencana program yg telah dirumuskan bersama
·         Teknik : implementasi
·         Peran : fasilitator, organisator, motivator, mediator, supervisor, broker
·         Teknik dan strategi : sosialisasi program via kampanye/propaganda, pemasanagn spanduk, pamflet, selebaran, etc
·         Penggalangan dana : teknik proposal, kotak amal, kupon berhadiah
·         Penggalang tenaga : teknik delegasi
5)      Evaluasi,
·         Tujuan : mengetahui sejauh bana pencapaian tujuan program tercapai, apa faktor penghambat dan pendukung dan langkah apa yg perlu diambil utk perbaikan lbh lanjut.
·         Lanjut : lokal karya


PERENCANAAN SOSIAL
·         Diterapkan pda masy yg memiliki masalah yg sangat kompleks dan kronis shg perlu penanganan secara terpadu lintas sektor, ex: masy kota yg kumuh
·         Tahapan :
ü  Penelitian : memperoleh data sikon masy dan lingkungan dan seberapa berat maslah
ü  Data presenting
ü  Rakor
ü  Membuat kebijakan
ü  Rakebang
ü  Membuat panitia kegiatan
ü  Melaksanakan kegiatan
AKSI SOSIAL
Diterapkan ketika ditemukan sekelompok warga masy yg di rugikan.
A.      Tahapan2 kegiatan
1)      Persiapan sosial
·         Tujuan memperkenalkan diri, menumbuhkan kepercayaan, mengajak bekerja sama, memotivasi masy setempat dan tokoh2 guna pelaksanaan pembangunan daerah
·         Teknik yg digunakan : berkunjung, koordinasi, curah pendapat, wawancara
2)      Assesment
Mengenal masalah, kebutuhan serta potensi yg dimiliki masy.
Yang penting pada tahap ini adalah menumbuhkan kesadaran masy/kel sasaran akan masalah dan kebutuhannya, peningkatan pengetahuan, informasi, hub antar masalah dan causalitasnya.
Tujuannya Menemukan/mengidentifikasi msalah, kebutuhan2 dan sumber2 shg mennentukan masalah prioritas keg ini harus dilakukan bersama antara warga masy, tokoh masy utk mencapai kesepakatan2.
Teknik yg digunakan :
o   FGD (focus grow discusion – kerja kelompok)
o   Observasi
o   Studi dokumentasi
o   Assesment partisipatory
Peran : fasilitator
3)      Perencanaan program
Membuat program rencana pemecahan masalah.
Tujuan : membuat program pembangunan yg telah disepakati mulai dari menentukan nama program, tujuan, sasaran, program waktu, tempat, sumber dan potensi serta kepanitiaannya, rencana anggaran biaya (RAB)
Teknik : diskusi
Peran : fasilitator, moderator, supervisor.
MEKANISME PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
PERTAMA, peran pemerintah teramat penting dalam rangka ini ada bebrapa upya yg harus dilakukan :
1)      Birokrasi harus memahami aspirasi rakyat dan harus peka terhadap msalah yg dihadapi oleh rakyat.
2)      Birokrasi harus membangun partisipasi rakyat, artinya berilah sebanyak2 nya kepercayaan pada rakyat utk memperbaiki dirinya sendiri. Aparat pemrintah membantu memecahkan maslah yg tdk dpt diatasi oleh masy ssendiri.
3)      Utk itu maka birokrasi harus menyiapkan masy dg sebaik2nya, baik pengetahuannya maupun cara bekerjanya, agar upaya pemberdayaan masy dpr efektif. Ini merupakan bagian dari upaya pendidikan sosial utk memungkinkan rakyat dg kemandirian.
4)      Birokrasi harus membuka dialog dg masy keterbukaan dan konsultasi ini amat perlu utk meningkatkan kesadaran (awarenes) masy dan agar aparat dapat segera membantu jiika ada massalah yg tidak dapat diselesaikan sendiri oleh rakyat.
5)      Birokrasi harus membuka jalur informasi dan akses yg diperlukan oleh masy yg tdk dpt diperolehnya sendiri.
6)      Birokrasi harus menciptakan instrumen peraturan dan pengaturan mekanisme pasar yg memihak golongan masy lemah.
KEDUA, Organisasi2 kemasyarakatan di luar lingkungan masy sendiri.
1)      LSM sebagai pelaksana pregram pemerintah (mewakili pemerinta), dpt membantu (konsultan pemerintah), tetapi juga membantu masy dlm program pemerintah.
2)      Dapat pula mengembangkan programnya sendiri.
KETIGA, Lembaga masy yg tumbuh dari dan di dalam masy itu sendiri (local community organization)
Lembaga ini dapat bersifat semi/kuasiformal spt LKMD, PKK/karang taruna.
KEEMPAT, KOPERASI
Merupakan wadah ekonomi rakyat yg secara khusus dinyatakan dalam konstitusi sebagai bangun usaha yg paling sesuai utk demokrasi indo bidang ekonomi yg merupakan wahana yg efektif bagi PM.
KELIMA, penduduk miskin pada umunya mempunyai keterbatasan dalam mengembangkan dirinya. Oleh karena itu, diperlukan pendamping utk membimbing penduduk miskin dalam upaya memperbaiki kesejahteraannya. Pendamping bertugas menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kel masy sbg fasilitator, komunikator/dinamisator.
Lingkup pembinaan yg dilakukan pd pendamping meliputi upaya peningkatan kualitas SDM, yakni kualitaspara anggota dan pengurus kel serta peningkatan kemampuan usaha anggota. Utk mksd tersebut pendamping perlu mengenal dan mengadakan komunikasi yg intensif dg kelompok.
KEENAM, pemberdayaan masy harus dicerminkan dalam proses perencanaan pembangunan nasional, sbg aliran dari bawah ke atas.
Tujuan pemberdayaan :
Memperkuat kekuasaan masy, khusunya kelomp lemah yg memiliki ketidak berdayaan, baik krn kondisi internal maupun eksternal.
Kelompok lemah/tidak berdaya :
ü  Secara struktural, baik lemah secara kelas, gender/etnis
ü  Lemah scr khusus, anak2, lanjut usia, penyandang cacat, masy terasing
ü  Lemah secara personal, mereka yg mengalami msalah pribadi/keluarga.
Ketidakberdayaan : sebagai keadaan dari masy yg hidup serba kekurangan, keterbelakangan, dan ketertinggalan yg terjadi bukan krn dikehendaki manusia.
Beberapa permasalahan ketidakberdayaan masy :
1)      Seseorang termasuk tdk berdaya, kalau ia miskin : tingkat income tdk mencukupi utk memenuhi kebutuhan hidup minimum, karena trlalu besarnya jumlah anggota keluarga atau karena rendahnya produktifitas, menganggur-1/2 menganggur; rendahnya pendidikan dan terbatasnya skill serta rendahnya tk kesehatan gizi ->menurun  kpd generasi berikutnya.
2)      Upaya utk mengurangi masy miskin yg tdk berdaya akan semakin sulit, krn penduduk miskin yg tersisa adl yg paling rendah kemampuannya utk dapat menolong diri.
·         Kebijakan umum semakin tdk efektif, harus diganti dg kebijakan khusus dan strategi khusus -> wilayah dan kelompok miskin
·         Harus diketahui penyebab kemiskinan
3)      Profil penduduk miskin, RT dan wilayah miskin dan persebarannya telah diperoleh.
·         Dugunakan utk merumuskan kebijakan tangentasan kemiskinan
·         Penanggulangan kemiskinan dan perkotaan harus dibedakan jenis programnya, kegiatan dan bentuk bantuannya.
4)      Keberhasilan dan efektifitas program pemberdayaan masy dalam menjangkau org miskin, ditentukan oleh keterpaduan dalam perencanaan dan pelaksanaan berbagai program antikemiskinan.
5)      Pada hakikatnya masalah kemiskinan tdk terlepas dari masalah yg lbh besar, yaitu masalah ketimpangan antar wilayah dan antar golongan penduduk
Faktor-faktor penyebab kemiskinan
1)      Rendahnya kapabilitas dan SDA bagi proses produksi primer
2)      Keterbatasan penguasaan faktor produksi pertanian, khususnya lahan usaha
3)      Keterbatasan lapangan kerja dan lapangan usaha
4)      Keterbatasan alternatif pilihan teknologi budidaya utk komoditi pertanian yg ekonomis
5)      Keterbatasan info, pembinaan, fasilitas permodalan, proteksi usaha dan kesempatan
6)      Kebij pem yg lebih menitikberatkan pd pertumbuhan eko, berdampak buruk terhadap masy miskin
7)      Belum berfungsinya ke LSM
8)      Rendahnya tkt kesejahteraan masy miskin.
Keberdayaan masyarakat dapat dilihat:
1)      Keberdayaan yg menyangkut kemampuan ekonomi
2)      Kemampuan mengakses jaminan kesehatan
3)      Kemampuan kultur dan politis
Menurut  Both dan Sundrum (1982)
1.       Untuk mengatasi masalah distribusi pendapatan dan kemiskinan, perlu diperhatikan berbagai determinannya, yaitu:
·         Pemilikan, penguasaan, pengusahaan, dan distribusi tanah2 pertanian
·         Perolehan/akses lahan diantara penduduk
·         Penggantian pemanfaatan tenaga kerja dan pergeseran tingkat upah wilayah pedesaan
·         Perolehan pekerjaan, pendapatan dan pendidikan diantara penduduk
·         Disparitas antara pedesaan dan perkotaan.


Pengertian konsep pemberdayaan, Apa indikator masy berdaya atau belum berdaya. Apa tujuan PM, strategi PM, pendekatan PM, model PM




Kondisi aktual masy dewasa ini
§  Dalam bidang ekonomi
1)      Angka pengangguran dan kemiskinan masih relatif tinggi,
2)      Kesenjangan antara si kaya dan si miskin relatiif lebar,
3)      Tdk seimbangnya antara jumlah angka kerja dengan kesempatan kerja
4)      Pendapatan perkapita relatif rendah, struktur ekonomi yg timpang, dll
Tantangan pembangunan
1)      Pengangguran
2)      Kemiskinan
3)      Kesenjangan pertumbuhan
Solusi : employment, income, saving sbg source of growth.

Source: http://fikhbosua.blogspot.com/2012/03/teori-dan-teknik-pemberdayaan.html

Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan. dalam perspektif pembangunan ini, disadari betapa penting kapasitas manusia dalam upaya meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal atas sumber daya materi dan nonmaterial. sebagai suatu strategi pembangunan, pemberdayaan dapat diartikan sebagai kegiatan membantu klien untuk memperoleh daya guna mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan, terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki dengan mentransfer daya dari lingkungannya (payne, 1997: 266 dalam buku “modern social work theory”).
sementara itu ife (1995: 182 dalam buku “community developmentcreating community alternatives-vision, analysis and practice”) memberikan batasan pemberdayaan sebagai upaya penyediaan kepada orang-orang atas sumber, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kemampuan mereka menentukan masa depannya dan untuk berpartisipasi di dalam dan mempengaruhi kehidupan komunitas mereka.
sementara itu, sutrisno (2000:185) menjelaskan, dalam perspektif pemberdayaan, masyarakat diberi wewenang untuk mengelola sendiri dana pembangunan baik yang berasal dari pemerintah maupun dari pihak lain, disamping mereka harus aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan. perbedaannya dengan pembangunan partisipatif adalah keterlibatan kelompok masyarakat sebatas pada pemilihan, perencanaan, dan pelaksanaan program, sedangkan dana tetap dikuasai oleh pemerintah.
meskipun rumusan konsep pemberdayaan berbeda-beda antara ahli yang satu dengan yang lainnya, tetapi pada intinya dapat dinyatakan bahwa pemberdayaan adalah sebagai upaya berencana yang dirancang untuk merubah atau melakukan pembaruan pada suatu komunitas atau masyarakat dari kondisi ketidakberdayaan menjadi berdaya dengan menitikberatkan pada pembinaan potensi dan kemandirian masyarakat. dengan demikian mereka diharapkan mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam menentukan masa depan mereka, dimana provider dari pemerintah dan lembaga non government organization/ngo hanya mengambil posisi partisipan, stimulan, dan motivator.

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN ACEH DENGAN MODEL GEORGE C. EDWARDS

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN JAMINAN KESEHATAN ACEH
(MODEL GEORGE C. EDWARDS)
BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Dengan terbentuknya kebijakan tentang Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) pada 2010 bagi seluruh masyarakat di provinsi itu baik kaya maupun miskin dengan sistem asuransi, diharapkan kualitas kesehatan warga setempat menjadi lebih meningkat. Pemerintah Aceh melalui APBA 2010, mengalokasikan dana sekitar Rp. 425 miliar untuk program JKA. Program JKA mencakup 3,8 juta penduduk dari 4,3 juta warga Aceh. Dari target ini diprioritaskan pada 1,2 juta warga yang sampai kini belum mendapat jaminan kesehatan dari Askes, Jamkesmas dan asuransi kesehatan lainnya. Misi dan tujuan JKA bukan mengejar jumlah untuk dilayani tapi kualitasnya. Karenanya, pelayanan rumah sakit (RS) maupun Puskesmas kepada masyarakat diharapkan lebih optimal dan lebih baik ke depan dengan adanya bantuan pemerintah melalui program pembangunan Aceh Sehat 2010.
Terlepas dari dinamika positif dan negatifnya program JKA, fenomena tersebut menunjukkan bahwa masyarakat memang membutuhkan pelayanan kesehatan gratis untuk saat ini. Yang menjadi persoalan kemudian adalah saat ini program JKA tidak diiringi dengan peraturan dan regulasi yang memadai untuk menjamin keberlangsungan program ini kedapan. Sampai dengan detik ini, belum ada suatu aturan dalam bentuk qanun atau peraturan daerah yang akan menjamin kelangsungan program ini di Aceh, hal ini sangat penting untuk memastikan agar program JKA memiliki kekuatan hukum yang memadai dalam implementasinya.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah:
1.          Apakah yang dimaksud dengan program JKA?
2.          Bagaimana Model Kebijakan Jaminan Kesehatan Aceh di terapkan?
3.          Bagaimana implementasi program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA)?
C.        Tujuan Masalah
Adapun tujuan penelitian yang dilakukan adalah:
1.          Untuk mengetahui tentang program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).
2.          Memberi pemahaman tentang proses atau model implementasi kebijakan yang dipakai
3.          Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses implementasi program Jaminan  Kesehatan Aceh (JKA) .
BAB II
PEMBAHASAN
A.       Penyaluran Pogram Jaminan Kesehatan Aceh
Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H dan Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI). Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang mahal. (www.depkes.go.id/jamkesmas.pdf)
Untuk menjamin akses penduduk miskin terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, sejak tahun 2008 pemerintah telah mengupayakan untuk mengatasi kendala masyarakat miskin dalam mendapatkan akses pelayanan kesehatan melalui pelaksanaan kebijakan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Kebijakan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam membuat kebijakan untuk pembiayaan gratis terhadap rakyat miskin melalui program Jamkesmas adalah kebijakan yang patut didukung.
Namun yang sangat disayangkan, ternyata di lapangan terdapat adanya kasus salah sasaran. Ada keluarga yang rumahnya berlantai keramik, punya listrik, telepon, dan sepeda motor yang menerima program Jamkesmas. Sedangkan keluarga yang lebih miskin justru tidak menerima. Fakta lapangan tentang ketidakmerataan pembagian dan banyaknya salah sasaran tetap saja didalih oleh pemerintah sebagai hal yang wajar dan dianggap sangat manusiawi. (www.kompasonline.com)
Fakta tentang masih banyaknya masyarakat Aceh yang tidak terserap dan terdata untuk merasakan program Jamkesmas tersebut juga terdapat di Pelosok-pelosok Aceh. Saat ini masih ada puluhan ribu rakyat miskin di luar kuota Jamkesmas yang belum mendapatkan kepastian jaminan kesehatan. Maka untuk menanggulanginya, berdasarkan Qanun Aceh No 8 Tahun 2008 tentang Pelayanan Publik pemerintah daerah Aceh mengeluarkan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin seluruh Aceh yang tidak mendapatkan program Jamkesmas.
JKA sebagai program yang memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin diterapkan di seluruh puskesmas yang ada di Aceh serta beberapa rumah sakit milik pemerintah. Dan harapan yang ada pada program ini semoga masyarakat Aceh yang sebelumnya tidak memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan pada akhirnya mendapatkan pelayanan kesehatan sama seperti masyarakat yang lain.
Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Aceh tidak hanya cukup dengan jaminan kesehatan gratis yang bersifat menyembuhkan atau mengobati masyarakat yang sakit. Tetapi juga harus meliputi aspek-aspek yang mampu mencegah masyarakat terjangkit penyakit. Pendekatan dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat yang bersifat mengobati (kuratif) hanya solusi jangka pendek yang tidak akan menyelesaikan masalah dalam jangka panjang. Untuk jangka panjang Pemerintah Aceh perlu mengupayakan  peningkatan kesejahteraan masyarakat dan penyediaan bahan pokok yang murah sehingga meningkatkan gizi masyarakat, yang pada akhirnya akan membuat masyarakat lebih sehat dan kebal terhadap penyakit.
Selain itu juga perlu diciptakan infrastruktur yang ramah lingkungan. Tersedianya sistem sanitasi yang baik dan drainase yang memadai akan membuat lingkungan menjadi lebih sehat sehingga masyarakat pun menjadi terjaga kesehatannya.
Untuk itu perlu dilakukan alokasi dana yang cukup juga dalam APBA untuk sektor-sektor penyediaan infrastruktur di bidang kesehatan dan upaya untuk terus meningkatkan kesejahteraan (daya beli) masyarakat. Sehingga semakin sedikit masyarakat yang sakit, busung lapar atau cebol. Bila ini dapat berjalan maka semakin lama akan semakin sedikit dana yang dibutuhkan untuk membiayai jaminan kesehatan gratis seperti Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) karena masyarakat dengan sendirinya telah terkondisikan untuk sehat.
Disisi lain yang sangat kelihatan signifikan bahwa pogram JKA maih ada kelemahan adalah terlihat dalam kondisi masyarakat Aceh di Malang bahwa ketersediaannya Jaminan Kesehatan tersebut sama sekali tidak berfungsi apa-apa terhadap kondisi masayarakat Aceh yang ada di malang, khususnya bagi mahasiswa, JKA hnya berfungsi ketika berobat dirumahsakit-sumahsati di Aceh saja, disinilah perlu ada perhatian khusus dalam penerapan kebijakan pemerintah, agar akses public seperti kesehatan tidak terhambat.

B.       Kebutuhan Kebijakan Dalam Jaminan Kesehatan Aceh
Kebutuhan jaminan kesehatan dan makan merupakan yang paling utama di antara yang lain. Dalam hal ini seseorang sangat membutuhkan makan, pakaian, papan, dan bebas dari rasa sakit. Teori Maslow mengasumsikan bahwa orang berusaha memenuhi kebutuhan yang lebih pokok (fisiologis) sebelum mengarahkan perilaku memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi. (Gibson, 1997:97)
Sebenarnya tidak bisa dipungkiri, pada awalnya mayoritas dari aktivitas kehidupan manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik ini. Ketika aktivitas pemenuhan kebutuhan fisik ini sudah mulai menurun maka naiklah kebutuhan lain seperti mencari keamanan.
Begitu pula yang terjadi dengan masyarakat kita terutama masyarakat Aceh, ketika kebutuhan akan sandang, pangan dan papan telah terpenuhi tentunya mereka memerlukan tubuh yang sehat untuk terus memenuhi tiga kebutuhan utama tersebut. Terlebih lagi kesehatan bagi masyarakat menjadi sebuah kebutuhan yang mendasar karena menyangkut kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang. Artinya kualitas hidup masyarakat di masa yang akan datang salah satunya dipengaruhi oleh faktor kesehatan di masa kini. Karena itu masyarakat akan semakin menuntut tersedianya pelayanan kesehatan yang lebih baik.
Namun kesehatan malah menjadi sesuatu yang mahal yang hanya dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat saja. Biaya perawatan kesehatan seperti biaya rumah sakit dan obat tidak dapat terjangkau oleh sebagian besar masyarakat kita yang golongan ekonominya masih rendah. Banyak warga masyarakat miskin yang tidak menyadari bahwa pelayanan kesehatan dasar merupakan hak dasar yang seyogyanya disediakan oleh negara. Berkaitan dengan hal ini, negara sebagai instrumen publik memiliki kewenangan dan kewajiban untuk memenuhi hak-hak dasar tersebut. Negara berwenang memformulasikan anggaran bagi publik melalui program pemerintah maupun swasta.
Dengan demikian, atas dasar untuk memenuhi kebutuhan fisiologis masyarakat Aceh akan kebutuhan bebas dari rasa sakit maka dibuatlah satu kebijakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Salah satunya dengan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA).
Derajat kesehatan masyarakat miskin yang rendah tersebut disebabkan sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Banyaknya masyarakat miskin yang tidak bisa berobat ke puskesmas ataupun rumah sakit disebabkan karena keterbatasan biaya dan hal inilah yang telah mendorong pemerintah untuk memprioritaskan kebutuhan masyarakat miskin terhadap kesehatan.
Program JKA bertujuan memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat Aceh terutama yang tidak mendapatkan program Jamkesmas. Pada program ini pemerintah Aceh memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakat Aceh yang belum mendapatkan program kesehatan apapun. Dimulai dari berobat ke puskesmas hingga berobat gratis ke rumah sakit apabila penyakit yang diderita tergolong penyakit parah dan tidak dapat ditanggulangi oleh puskesmas
hukhk

C.        Analisis Kebijakan Jaminan Kesehatan Aceh Dalam Modelnya George C. Edwards
Kebijakan Jaminan Kesehatan Aceh salah satu bagian yang terpenting untuk menciptakan masyarakat Aceh yang terlepas dari belenggunya ketidakberdayaan, dimana akses kesehatan yang sangat sulit terkadang membuat masayarakat rela dalam kesakitan, kesehatan telah menjadikan masalah tersendiri dalam masayarakat yang telah lama berusaha untuk dihilangkan.
Menurut E. Anderson dalam Islamy (2001:17): “A purposive course of action followed by an actor or set of actors in deadling with a problem or a matter of concern”(serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau kelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).
Berdasarkan pandangan diatas tentu kebijakan public perlu diadakan serangkaian-serangkaian proses yang nantinya dapat terlaksananya kebijakan jaminan kesehatan marupakan E.S. Quade (1984:310) bahwa dalam proses implementasi kebijakan akan terjadi interaksi dan reaksi dari organisasi palaksana, kelompok, sasaran dan faktor-faktor lingkungan yang mengarah pada konflik, sehingga membutuhkan suatu transaksi sebagai umpan balik yang digunakan oleh pengambil keputusan dalam rangka merumuskan suatu kebijakan yang telah ditetapkan, dalam hal ini kebijakan JKA yang telah di implementasikan kedapa masyarakat umum.
Menurut Ketua IPPMA Aceh Malang Chalil Al-Wazir menganggap kebijakan JKA merupakan “Kebijakan yang terwujud dari implementasi kebijakan publik di Aceh yang telah melibatkan berbagai macam potensi-potensi dengan model-model tertertu, tentu kebijkan ini bagian dari kebijakan yang telah teproses dengan matang dan tepat untuk diterapkan didaerah yang masih membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih efektif”
Implementasi kebijakan JKA ini telah termproses lebih dinamis yang melibatkan masyarakat dan para ahli dalam bidangnya secara terus menerus usaha-usaha untuk mencari apa yang akan dan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi JKA dapat mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan oleh masayarakat Aceh itu sendiri dengan model kebijakan tersendiri.
Disisi lain Ketua Keluarga Tanah Rencong Malang Husni Ali menganggap bahwa “Implementasi kebijakan JKA telah melalui model-model yang sudah jelas terhadap bentuk sasaran yang ingin dicapai dan ouput dari kebijakan JKA tersebut juga sangat rill yaitu peningkatan kualitas kesehatan masayarakat khususnya masayarakat Aceh”
Adapun model-model implemnetasi kebijakan yang George C. Edwards III (1980:148) cetuskan Pertama,Bureaucraitic structure (struktur birokrasi); Kedua, Resouces (sumber daya); Ketiga, Disposisition (sikap pelaksana) dan; Keempat, Communication (komunikasi).
1. Strutur Birokrasi
Dalam proses mewujudkan JKA yang lebih efektif tentu membutuhkan Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan Jaminan Kesehatan Aceh. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP)
2. Sumberdaya
Walaupun isi kebijakan JKA ini sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apa bila implementator kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan tidak mupuni, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni implementator, dan sumberdaya financial, sehingga akan terjadi ketidak sesuaian dengan hasil yang akan dicapai.
3. Sikap Pelaksana
Sikap ini adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementator, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apa bila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan JKA dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan JKA.
Ketika implementator memiliki sikap dan perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan JKA tersebut juga menjadi tidak efektif. Jadi dalam hal ini antara antara implementor kebijakan dengan pembuat kebijakan harus singkrong dalam membuat mauapun menjalankan.
4. Komunikasi
Dalam mengimplementasikan kebijakan mensyaratkan agar implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apa bila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.



BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
Kebijakan JKA merupakan sebuah kebijakan yang terproses dari model kebijakan George C. Edwards III (1980:148) cetuskan Pertama, Bureaucraitic structure (struktur birokrasi); Kedua, Resouces (sumber daya); Ketiga,Disposisition (sikap pelaksana) dan; Keempat, Communication (komunikasi).
Kebijakan ini juga terbentuk dari sikap pemerintah yang semakin terbuka terhadap kebijakan-kebijakan yang dibuat dan masyarakat telah terakat dengan konsep top donw button up, sehingga peran masyarakat pemerintah dalam mengelola kesehatan dapat terjamin dengan baik.
B.       Kritik dan Saran
Kritik dan saran penulis hanay menyampaikan bahwa tidak ada kebijakan yang dapat dilakukan tampa ada sebuah acuan yang riil, dan model kebijakannya  Edwar merupakan salah satu referensi yang bisa dipakai untuk merujut sebuah kebijakan yang tepat, harapan tulisan ini dapat menjadi pemahaman baru tentang konsep JKA Provinsi Aceh.
 DAFTAR PUSTAKA
1.          Islamy,M. Irfan, 2001, Prinsip-prinsip Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.
2.          Samodra Wibawa, 1994, Evaluasi Kebijakan Publik, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
3.          Subarsono, AG, 2005, Analisis Kebijakan Publik, Konsep, Teori dan Aplikasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
4.          Wahab, Sholichin, Abdul, 2001, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara, Bumi aksara, Jakarta.
5.          Internet: Di Akses 08/10/2011, file:///E:/My%20Document/Data%20Sementara/Kebijakan%20Publik/preview.html
7.          Internet: Di Akses 08/10/2011, http://triandyn.wordpress.com/2010/02/15/jaminan-kesehatan-aceh/
8.          Internet: Di Akses 08/10/2011, http://harian-aceh.com/2011/10/18/mengkritisi-jaminan-kesehatan-aceh

 by: Afrizal Woyla Saputra Zaini
source: http://afrizalwszaini.wordpress.com/2012/01/13/analisis-implementasi-kebijakan-jaminan-kesehatan-aceh-dengan-model-george-c-edwards/