Rabu, 12 November 2014

AKTUALISASI DAN PENERAPAN NILAI-NILAI DEMOKRASI DI INDONESIA

Demokrasi di Indonesia masih jauh dari nilai-nilai demokrasi itu sendiri, masih banyak kekurangan-kekurangan serta penyimpangan-penyimpangan dalam penyelenggaraan negara yang demokratis.  Saat ini, demokrasi hanya berarti sebagai ideologi bangsa Indonesia secara teori, namun dalam realitanya ideologi pemerintahan Indonesia masih mengalami dilema akan kemana arah ideologi bangsa ini.  Apakah seharusnya Indonesia menganut ideologi liberal yang banyak digunakan oleh negara-negara maju, atau ideologi-ideologi lainnya.  Tapi sebenarnya yang paling cocok untuk Bangsa Indonesia adalah demokrasi karena sesuai dengan nilai-nilai luhur yang berada di masyarakat Indonesia, yaitu Pancasila, sehingga demokrasi di Indonesia harus terus diperjuangkan.  Dalam hal ini, pemerintah perlu mengkaji ulang apa yang harus diperbaiki agar proses demokratisasi Indonesia dapat berjalan dengan lancar dan minim hambatan, serta bersikap bijak dalam menghadapai masalah-masalah ditemui pada proses itu.  Namun akan banyak timbul pertanyaan akan keseriusan pemerintah dalam mendemokrasikan Indonesia, banyak yang meragukannya.  Sehingga pihak pemerintah harus bertindak lebih cepat dan efektif dalam menangani kasus-kasus mengenai permasalahan tentang demokrasi. 
Kata Kunci: ideologi, demokrasi, kedaulatan, rakyat

Pendahuluan
            Semua negara menganut ideologinya masing-masing yang dipercaya dapat memajukan negaranya dan menyejahterakan rakyat-rakyatnya, dalam hal ini negara-negara tersebut menganut suatu ideologi yang cocok dan pas untuk diterapkan di negaranya masing masing.  Ideologi memiliki banyak pengertian, makna, sudut pandang, dan macamnya, serta memiliki ciri khasnya masing-masing dalam penerapannya pada sebuah negara yang menganutnya.  Ideologi merupakan salah satu faktor penting pada sebuah negara yang berfungsi sebagai arah atau jalan dalam mengembangkan negara itu.  Dalam hal ini, Indonesia menganut ideologi demokrasi yang dianggap sebagai idologi yang paling pantas/ cocok untuk diterapkan di Indonesia.
            Indonesia menganut ideologi demokrasi yang memusatkan kedaulatannya pada kedaulatan rakyat, sehingga rakyat memiliki suatu peran yang konkrit didalam pemerintahan Negara Indonesia.  Demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia berbeda dengan negara-negara lainnya yang juga menganut ideologi dan sistem pemerintahan demokrasi, demokrasi di Indonesia di kenal dengan nama demokrasi Pancasila yang memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan demokrasi secara umum.  Ciri khas tersebut terdapat pada nilai-nilai dasarnya, pada demokrasi Pancasila, nilai-nilai dasarnya diambil dari nilai-nilai yang berasal dari Pancasila yang berfungsi sebagai dasar negara.
            Demokrasi di negara-negara yang menganutnya tidak selalu bebas dari permasalahan-permasalahan dalam proses penerapannya, tidak terkecuali Indonesia yang memiliki beberapa atau bahkan banyak permasalahan dalam penerapan nilai-nilai demokrasi Pancasila di Indonesia.  Beberapa dari permasalahan tersebut ada yang telah menjadi masalah yang serius, yang harus secepatnya diselesaikan demi berlangsungnya demokrasi Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia.  Oleh karena itu, artikel ini akan membahasnya lebih jauh lagi tentang proses penerapan demokrasi di Negara Indonesia sejak demokrasi digunakan sebagai ideologi negara.

     1.    Pengertian dan macam-macam ideologi
Secara etimologis, ideologi berasal dari kata idea yang berarti ide
atau gagasan dan ology yang berarti ilmu, jadi ideologi berarti ide atau gagasan yang mendasar suatu ilmu[1].  Pengertian dari ideologi kini telah bergeser menuju pengertian ideologi dalam aspek politik, masyarakat, dan sistem pemerintahan, pergeseran mulai muncul sejak diterbitkannya buku karya Karl Marx dan Friedrich Engel yang berjudul ”The Germany Ideologi.” Pada bukunya ia mengemukakan bahwa ideologi lahir dari sistem masyarakat yang terbagi menjadi 2 yaitu, kelas atas (pemilik modal) dan kelas bawah (pekerja).[2]
1.1   Ideologi menurut bentuknya
Menurut bentuknya, ideologi dibagi menjadi 2, yaitu ideologi terbuka dan ideologi tertutup.  Perbedaan intinya terdapat pada sifatnya masing-masing terhadap dunia luar, hampir dapat dikatakan kedua macam ideologi tersebut saling bertolak belakang. Kedua macam ideologi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.
Ideologi terbuka, merupakan ideologi yang merupakan sistem pemikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran dari pihak luar dan sebuah cita-cita dari suatu masyarakat.  Ideologi terbuka nilai-nilainya berasal dari kekayaan rohani, moral, dan kebudayaan masyarakat yang telah disepakati oleh masyarakat tersebut.  Sehingga ideologi ini bukan diciptakan oleh negara, namun oleh masyarakat itu sendiri.  Karena nilai-nilainya berasar dari kesepakatan masyarakat, ideologi ini tidak bersifat memaksa.  Nilai-nilai tersebut bersifat fleksibel, dinamis dan tidak konkrit, artinya nilai tersebut dapat berubah sewaktu-waktu, mengikuti perkembangan zaman dan pengaruh dari dunia luar, namun tidak merubah nilai-nilai dasarnya.[3] 
Ideologi tertutup, merupakan suatu sistem pemikiran yang bersifat mutlak, sehingga dapat dikatakan ideologi tertutup adalah kebalikan dari ideologi terbuka.  Ideologi ini bukanlah cita-cita dari masyrakat yang telah disepakati bersama, melainkan cita-cita suatu kelompok untuk mengubah nilai-nilai yang telah ada pada suat masyarakat yang merupakan suatu tuntutan-tuntutan yang konkrit.  Akibatnya, ideologi ini bersifat memaksa dan totaliter.  Ideologi ini memaksakan penerapan suatu nilai-nilai, norma-norma, dan segi kehidupan lainnya pada suatu masyarakat dengan menyingkirkan nilai-nilai yang telah ada sebelumnya. Sifatnya totaliter, yaitu mencakup dan mengurusi semua bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat.[4]
Tidak ada yang lebih baik ataupun lebih buruk antara ideologi terbuka dan tertutup, karena penilaian tersebut bersifat relatif dan berdasarkan sudut pandang dari orang yang menilainya.  Sehingga penilaian baik buruknya nilai dari keberhasilan penerapan ideologi tersebut(terbuka/ tertutup) dalam memajukan negara dan menyejahterakan masyarakatnya.
1.2   Macam-Macam Ideologi
Ideologi terbagi menjadi beberapa macam yang memiliki nilai-nilai yang berbeda, yaitu ideologi liberalisme, neoliberalisme, konservatisme, komunisme, maxisme, feminisme, sosialisme, fasisme, kapitalisme, dan demokrasi.  Ideologi-ideologi memiliki pemikiran atau pusat perhatiannya tersendiri pada suatu atau beberapa aspek dalam berkehidupan dan bernegara.
Liberalisme, menitikberatkan pemikirannya pada aspek kebebasan pada masing-masing individu.  Liberalisme merupakan respon terhadap suatu pemerintahan dan kekuasaan negara yang bersifat absolut dan sering kali membatasi atau berlebihan dalam mengatur tingkah laku atau hal yang boleh dilakukan oleh masyarakatnya.  Liberalisme berlandaskan bahwa pada hakikatnya setiap manusia adalah baik dan berbudi-pekerti tanpa harus diadakannya kontrol yang berlebihan dan memaksa oleh negara kepada setiap manusia tersebut.[5]  Liberalisme banyak dianut oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, dan beberapa negara di Benua Eropa.  Kini liberalisme berkembang menjadi istilah yang dikenal sebagai ideologi neo-liberalisme.  Munculnya ideologi neo-liberalisme memiliki pemikiran mengembalikan kekebebasan pada setiap individu yang semakin lama semakin dikekang dengan peraturan-peraturan.[6]
Konservatisme, merupakan suatu macam ideologi yang menitikberatkan pada perhatian dalam menjalankan perubahan pada suatu sistem atau pola.  Pemikiran tersebut bertujuan untuk mempertahankan kestabilan dan memelihara kondisi yang ada, karena perubahan tidak selalu berarti kemajuan.  Sehingga dalam melakukan perubahan, harus dilakukan dengan hati-hati dan melalui beberapa pertimbangan.  Konservatisme didasari oleh adanya “evil instinct and desire” pada diri manusia, oleh karena itu harus diadakannya pengendalian akan perubahan-perubahan yang terjadi.  Komunisme, adalah ideologi yang menitikberatkan perhatiannya pada persamaan status manusia dalam bernegara.  Komunisme adalah suatu bentuk respon terdahap gejala sosiologi yaitu timbulnya kelas-kelas pada masyarakat, dan komunisme memiliki pemikiran untuk menghapuskan kelas-kelas tersebut.  Gerakan komunisme sekarang merupakan perkembangan dari Partai Bolshevik yang berada dirusia yang didirikan oleh Lenin. Ideologi komunisme berkatian erat dengan ideologi marxisme, karena ideologi marxisme adalah ideologi yang mengajarkan nilai-nilai dasar komunisme.[7]
Feminisme, ideologi yang menitikberatkan perhatiannya pada persamaan dejarat pria dan wanita dalam masyarakat (emansipasi wanita).  Ideologi ini berlandaskan bahwa wanita dapat melakukan seperti yang dapat dilakukan oleh seorang pria.  Oleh karena itu, feminisme mengajarkan nilai-nilai yang menghapus perbedaan hak ataupun kewajiban antara pria dan wanita.  Sosialisme, ideologi tentang suatu kebersamaan dan gotong royong dalam melakukan sesuatu.  Berdasar pada pemerataan dan kesederajatan antara semua orang agar diperlakukan sama dalam berbagai hal kehidupan.  Sosialisme mengarjarkan tentang nilai-nilai kebersamaan, dan memiliki landasan pada keyakinan bahwa manusia tidak bisa hidup secara individual.  Oleh karena itu, perlu adanya suatu kebersamaan dan kerjasama.
Kapitalisme, mengajarkan bahwa individu berhak untuk mendapatkan hak dalam bidang perkekonomian dan negara tidak memiliki hak mencampuri urusan tersebut.  Ideologi ini berdasar pada keyakinan bahwa kekebasan ekonomi yang bersifak perseorangan akan mampu mengangkat kemajuan perekonomian seluruh masyarakat.[8]  Demokrasi, merupakan ideologi yang memusatkan perhatiannya pada kekuasaan rakyat dalam bernegara, dan memberikan kedaulatan sepenuhnya kepada rakyat. Demokrasi memiliki dasar bahwa rakyatlah yang memiliki peran penting dalam suatu pemerintahan.[9]  Ideologi ini merupakan ideologi menjadi pokok diskusi pada artikel ini dan akan dibahas lebih detil pada bagian selanjutnya. 


     2.    Ideologi Demokrasi
2.1   Pengertian Demokrasi
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan, sehingga demokrasi berarti suatu kekuasaan yang berada ditangan rakyat.  Secara pengertian, demokrasi adalah suatu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan negara yang berupaya mewujudkan kedaulatan rakyat atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.[10]  Menurut Abraham Lincoln, demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.  Demokrasi erat kaitannya dengan konsep trias politica[11] yang telah diaktualisasi menjadi lembaga-lembaga pemerintahan dalam struktur negara yang menganut demokrasi.  Demokrasi secara universal adalah pemerintahan rakyat, semua kebijakan negara demokrasi harus didasarkan oleh kebutuhan atau aspirasi rakyatnya sebagai pemegang kedaulatan.  Demokrasi sangat menitik beratkan pada perlindungan rakyatnya dari pemerintahan yang tirani,[12] memberikan tempat untuk rakyatnya untuk mengembangkan kekuasaan dan kemampuannya, partisipasi rakyatnya terhadap pemerintahan, proses penerapannya perlu serasi dengan keseimbangan dan kesadaran sosial akan pentingnya demokrasi.     
2.2   Sejarah Ideologi Demokrasi
Pada awalnya, demokrasi hanya diindentikan sebagai model partisipasi politik secara langsung yang melibatkan seluruh warga negaranya yang telah memenuhi syarat dalam suatu proses politik.   Demokrasi waktu dulu jua memiliki pengertian tersendiri, yaitu suatu pengelolaan bersama oleh seluruh warga negara dalam jumlah penduduk dan ruang lingkup yang relatif kecil.   Perlibatan warga negara dalam penataan negara pada waktu itu belum melahirkan suasana kebebasan dan kesamaan yang menyeluruh bagi warganya karena masih adanya diskriminasi politik yang mengesampingkan kaum perempuan, budak, dan anak-anak.  Tindakan diskriminatif tersebut menimbulkan gerakan-gerakan pembela hak-hak politik kaum yang terpinggirkan tersebut, dan terus begulir hingga melahirkan format politik baru, yaitu format politik parisipatoris yang menjunjung tinggi kebebasan dan kesamaan yang menyeluruh, nondiskriminatif, egaliter[13], dan beradab.  Namun gagasan-gagasan demokrasi sempat hilang dari dunia Barat ketika Romawi Barat dikalahkan oleh suku German, sehingga Eropa Barat pada waktu itu berada pada kekuasaan suku German yang menganut feodal.  Akibatnya, demokrasi di Eropa Barat pada awal Abad Pertengahan hilang. Namun demokrasi pada Abad Pertengahan mulai muncul kembali pada saat adanya Magna Charta 1215. Demokrasipun meluas ke belahan dunia lainnya, ditambah dengan lahirnya revolusi Prancis dan revolusi Amerika semakin menjadi hal yang universal.  Demokrasipun berkembang hingga demokrasi yang ada pada masa kini.
2.3   Prinsip dan Konsep Demokrasi
Demokrasi memiliki prinsip dan konsepnya tersendiri dalam penerapannya pada sistem pemerintahan suatu negara.  Prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah pemerintahan bedasarkan hukum, pembagian kekuasaan, pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas, adanya asas Open Management, adanya partai politik dan pemilu,serta adanya kebebasan pers dalam berpendapat.
Pemerintahan yang yang demokratis adalah pemerintahan yang bedasarkan hukum, dalam hal ini kekuasaan harus didasarkan pada hukum agar tidak ada kekuasaan yang sewenang-wenang hingga menjauh dari nilai-nilai demokrasi, persamaan status dan kedudukan warga negaranya di mata hukum, serta terjaminnya hak dan kewajiban manusia oleh undang-undang.  Lalu adanya pembagian kekuasaan, yang bertujuan untuk memaksimalkan kinerja suatu badan pemerintahan dan meminimalisir kekuasaan yang berlebih.  Pembagian kekuasaan pada negara yang menganut demokrasi pada umumnya mengikuti konsep trias politica[14] yang membagi kekuasaan menjadi 3 bagian, yaitu legislatif sebagai pembuat undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana undang-undang, dan yudikatif sebagai mengadili pelanggaran undang-undang. 
Yang ketiga adalah adanya pengakuan dan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), hal tersebut menjadi salah satu hal yang vital dalam menjalankan proses pemerintahan demokrasi.  Jika ada pelanggaran mengenainya ataupun mengenai hal-hal lainnya, pemerintah diwajibkan untuk melakukan peradilan yang tidak memihak, agar terciptanya keadilan.  Peradilan yang bebas harus diikuti dengan persamaan kedudukan setiap warga negara dimata hukum agar tidak ada kecacatan dalam pengambilan keputusan dalam suatu permasalahan hukum.  Serta adanya asas Open Management yang terdiri dari ikut sertanya rakyat dalam pemerintahan, adanya pertanggung jawaban pemerintah terhadap rakyat, adanya dukungan rakyat kepada pemerintah, dan adanya pengawasan terhadap pemerintah oleh rakyat.
Demokrasi juga memiliki konsep.  Dalam kajian akademik, konsep demokrasi bersifat longgar, artinya pemberian makna demokrasi bervariasi, tiap orang mempunya pengertian yang dapat berbeda satu sama lainnya.  Konsep demokrasi dibagi menjadi teori normatif dan teori empiris.  Teori normatif adalah teori yang mengkaji demokrasi sebagai sebuah ide, yaitu sesuatu yang bersifak seharusnya ada, dan didasarkan pada penilaian baik buruk.  Sedangkan teori empiris membahas demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang dijalankan oleh negara-negara di dunia dan mempercayai demokrasi itu memang ada, bukan hanya sebagai ide.
Teori normatif, bersumber pada pemikiran politik para filosof dan negarawan sejak masa Yunani kuno hingga era modern.  Misalnya pemikiran Plato dalam karyanya The Republic yang membahas perdebatan antara filosofis antara Soncates dan Adeimantus.  Dari perdebatan tersebut diperoleh pengertian demokrasi sebagai suatu rezim yang dikuasai oleh orang banyak, melalui persetujuan orang banyak, dan menjunjung tinggi persamaan hak warga negara. Lalu Aristoteles, dalam bukynya Politics, berpandangan bahwa demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang buruk jika berorientasi pada kepentingan penguasa, di antaranya pemerintahan Oligarki,[15] Tirani,[16] Demokrasi. Dan berpandangan baik apabila berorientasi pada kepentingan semua warga negara, diantaranya Monarki,[17] Aristokrasi,[18] dan Politeia.
Teori empiris tentang demokrasi bukan merupakan sekedar kehendak, gagasn, tujuan, atau cita-cita moral, namun merupakan suatu bentuk abstrak yang didasarkan pada kenyataan yang ada pada suatu negara demokrasi.  Teori ini bukan hanya bersifat deskriptif, namun juga eksplanatif karena disamping memberikan suatu gambarang tentang fenomena demokrasi, juga memberi penjelasan atas berbagai fenomena demokrasi tersebut.  Demokrasi sebagai kenyataan telah ada sejak orang Yunani berhasil menerapkannya oada negara-kota, walau pada perkembangannya, demokrasi tidak stabil.  Demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan modern pada mulanya dilaksanakan meluali pertumbuhan sejarah, tradisi, kebudayaan, dan revolusi sosial ekonomi dan politik di Benua Eropa dan Amerika Utara, lalu demokrasi menyebar sampai Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.  Namun dalam prakteknya, demokrasi tidak terlalu berhasil sehingga pemahaman terhadap demokrasi semakin berkurang. 

    3.    Demokrasi di Indonesia
3.1   Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Secara umum perkembangan demokrasi di Indonesia dibagi menjadi 4 masa, yaitu:
·        Masa Republik Indonesia I (periode 1945-1959)
·        Masa Republik Indonesia II (periode 1959-1965)
·        Masa Republik Indonesia III (periode 1965-1998)
·        Masa Republik Indonesia IV (periode 1998-sekarang)


 v     Masa Republik Indonesia I (1945-1959) : Masa Demokrasi Konstitusional
Pada awal setelah kemerdekaannya, Indonesia menggunakan sistem parlementer yang telah memiliki landasan Undang-Undang Dasar 1949 dan 1950 yang ternyata tidak cocok dengan Indonesia.  Undang-Undang Dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer, presiden sebagai kepala negara konstitusional bersama menteri-menterinya menjadi badan eksekutif negara dan memiliki tanggung jawab politik.  Pada masa itu, terdapat fragmentasi partai-partai politik, hingga adanya koalisi antara 1 atau 2 parta besar dengan beberapa partai kecil, namun dianggap kurang sempurna karena tidak jarang suatu partai politik memutuskan koalisinya sehingga kabinet menjadi tidak stabil.  Partai-partai oposisi juga kurang dapat menjalankan perannya sebagai partai yang seharusnya konstruktif dalam menyusun program-program alternatif, mereka malah hanya bisa menjelek-jelekan pihak pemerintah.  Pada masa ini, pemilu tahun 1955 tidak menghasilkan kestabilan yang diharapkan, sehingga dapat dikatakan demokrasi masih gagal pada masa itu.

 v     Masa Republik Indonesia II (1959-1965) : Masa Demorkasi Terpimpin
Masa periode ini memiliki ciri-ciri dominasi oleh presiden, pembatasan peran parta politik, berkembangnya komunis, dan meluasnya peranan ABRI.  Pada periode ini, terdapat beberapa permasalahan dalam proses pemerintahan, dimulai dengan adanya Dekrit Presiden 5 Juli, pembubaran DPR hasil pemilu dan membentuk DPR dengan orang-orang pilihannya oleh Ir.Soekarno yang bertolak belakang dengan batasan hak presiden yang tercantum pada Undang-Undang Dasar 1945, serta DPR tersebut dijadikan sebagai pembantu presiden.  Terjadi juga penyelewengan di bidang perundan-undangan, yaitu mendasarkan berbagai tindakan pemerintah pada Dekrit Presiden 5 Juli sebagai sumber dan melalui Penetapan Presiden.  Pada masa ini juga banyak didirikannya badan-badan ekstra konstitusional yang ternyata digunakan oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan.  G 30 S/PKI menutup periode ini serta membuka peluang bagi demokrasi Pancasila.

 v     Masa Republik Indonesia III (1965-1998): Masa Demokrasi Pancasila
Pada periode ini, landasan formal demokrasi kita adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, serta Ketetapan-Ketetapan MPRS.  Sejumlah tindakan dilakukan dalam rangka meluruskan kembali penyimpangan terhadap Undang-Undang Dasar yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin.  Periode ini terkenal sebagai Orde Baru.  Pada masa Orde Baru, peranan presiden semakin bersar, bahkan presiden saat itu yaitu Presiden Soeharto telah menjadi pihak yang paling dominan dalam sistem politik Indonesia.  Tindakan-tindakan untuk menjaga kestabilan politik, pembangunan nasionam, dan integrasi nasional dilakukan melalui tindakan-tindakan politik, termasuk yang bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.
Masa Orde Baru menunjukan keberhasilannya dalam penyelenggaraan pemilu, pemilu diadakan secara teratur hingga berhasi mengadakan 6 kali pemilu, walaupun dalam pemilu-pemilu tersebut mengesampingkan nilai-nilai demokrasi dan tidak ada kebebasan untuk memilih karena adanya pemaksaan bagi orang yang berhubungan dengan pemerintahan untuk memilih Golkar dalam setiap pemilihan umum, agar posisi Soeharto sebagai Presiden Negara Indonesia tidak tergantikan.  Cara tersebut berhasil mempertahankan posisi presiden.  Dibalik keberhasilan pemerintahan Soeharto dalam melakukan swasembada beras pada pertengahan dasawarsa 1980-an dan pembangunan ekonomi ternyata ada banyak permasahan KKN.  Korupsi, kolusi, dan Nepotisme berkembang dan menyebar secara cepat di pemerintahan, pemerintahanpun seperti menganut sistem kekerajaan.
Di bidang politik, Presiden Soeharto menjadikan presiden sebagai penguasa yang mutlak tanpa adanya badan yang mengawasi tindakan-tindakan presiden sehinga tidak ada pembatasan kekuasaan presiden pada waktu itu.  Namun semakin lama gerakan-gerakan yang menentang Presiden Soeharto semakin banyak, yang menjadi pelopornya adalah para mahasiswa dan pada pemuda.  Keberhasilan gerakan mahasiswa dalam pendudukan gedung MPR/DPR di Senayan pada Mei 1998 menjadi salah satu faktor pelemahan kekuasaan Presiden Soeharto.  Pada akhirnya, akibat banyaknya yang menentangnya dan berkurangnya dukungan terhadapnya, Soeharto pun mengumumkan pemunduran dirinya dari jabatan Presiden Negara Republik Indonesia, sekaligus mengakhiri masa Orde Baru dan masa Republik Indonesia III.

 v     Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang): Masa Reformasi
Setelah berakhirnya Orde Baru, usaha-usaha melakukan reformasi dilakukan dengan menitik beratkan pengembalikan demokrasi yang berkedaulatan rakyat sebagai sistem pemerintahan.  Bangsa Indonesia berusaha merubah sistem politik Indonesia menuju demokrasi yang sebenarnya. Presiden Habibie yang di lantik sebagi presiden pengganti dianggap sebagai presiden yang akan memulai demokratisasi, dan memang benar ia melakukan langkah awal dalam melakukan demokratisasi dalam Orde Reformasi.  Langkah awal yang ia lakukan pada saat itu yaitu mempersiapkan pemilu dengan mengeluarkan sejumlah Undan-Undang, di antaranya Undang-Undang politik yang meliputi UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Langkah demokratisasi yang merupakan langkah besar adalah amandemen UUD 1945 oleh MPR hasil pemilu 1999 dalam tahap 4 tahun (1999-2002), perubahan UUD 1945 bertujuan untuk menghasilkan pemerintahan yang lebih demokratis.  Pemilupun dilakukan secara demokratis, hasilnya pada 2004 terpilihnya pasangan presiden dan wakil presiden yang didahului terpilihnya anggota-anggota DPR, DPD, dan DPRD melalui pemilu.  Hingga saat ini, demokratisasi masih dilakukan walau msih banyak kekurangan-kekurangan yang terjadi pada proses pemerintahan di Indonesia

3.2   Masalah Demokrasi di Indonesia
Proses penerapan demokrasi di Indonesia tidak henti-hentinya menemui permasalahan-permasalahan yang menghalangi proses demokratisasi tersebut.  Penyimpangan-penyimpangan masih banyak terjadi pada badan pemerintahan, baik pada eksekutif maupun legislatifnya.  Penyimpangan-penyimpangan itu merupakan hasil dari kurangnya pemahaman nilai-nilai demokrasi pada para penyelenggara negara, akibatnya masalah seperti KKN (korupsi,kolusi,nepotisme), minimnya partisipasi rakyat dalam politik, kurangnya penegakkan dan perlindungan HAM, dan keadualatan rakyat yang mulai memudar, semakin menyebar dan menjadi permasalahan yang serius dalam proses demokratisasi Indonesia.
Diawali dengan permasalahan KKN, masalah yang sangat sulit dihapuskan karena kurangnya kesadaran diri pada pelakunya, kurangnya pengawasan dan tindak pencegahan, serta tidak adanya hukum yang tegas bagi yang melanggarnya.  Dalam menangani penyebarannya, harus adanya pengawasan yang ketat pada setiap aparat negara dan ditegakkannya hukum yang jelas, tegas, dan memberikan efek jera agar ada rasa takut untuk melakukan penyimpangan tersebut. Permasalahan kedua yang cukup besar adalah minimnya partisipasi rakya dalam dunia politik.  Penyebabnya adalah tidak adanya peluang untuk berpartisipasi atau karena terbatasnya kemampuannya untuk berpartisipasi dalam politik.  Pendidikan yang rendah, tingkat ekonomi dibawah rata-rata, kurang diberikan tempat dari pemerintah semakin memperendah partisipasi masyarakat. 
Penegakkan dan perlindungan HAM, masih menjadi masalah yang serius bagi banyak negara, termasuk Indonesia.  Kurangnya sosialisasi menyebabkan ketidaktahuan masyarakat tentang pentingnya Hak Asasi Manusia yang seharusnya dijunjung tinggi.  Penegakkannya tidak didukung oleh aktualisasi Undang-Undang tentang perlindungan HAM sehingga banyak yang menuntut penegakan HAM dengan menerapkan hukum yang tegas dalam penegakakkanya tersebut. 
Demokrasi adalah pemerintahan yang berkedaulatan rakyat, namun saat ini kedaulatan tersebut tidak dirasakan oleh masyarakat.  Peran masyarakat miskin semakin tertinggal, terjadi banyak penggusuran, serta banyaknya layanan publik yang menyulitkan karena biaya yang mahal, menjadi salah satu bukti memudarnya kedaulatan rakyat.  Pemerintah dinilai bersikap kapitalisme karena dalam proses pembangunan, rakyat miskin sering kali di pinggirkan sedangkan para pemilik modal atau investor diberi kemudahan dalam menjalankan usaha-usahanya. Dalam pembuatan suatau kebijakanpun pemerintah dinilai mengesampingkan kepentingan, kebutuhan, maupun aspirasi rakyatnya sehingga seringkali meninmbulkan pro-kontra setiap pemerintah menerapkan suatu kebijakan publik.
Masalah-masalah diatas menjadi cerminan bahwa dalam penerapan proses demokrasi yang tidak benar akan manjadikan rakyat sebagai korban dan kesalahan para aparat negara dalam menjalankan pemerintahan, padahal sesungguhnya rakyatlah yang memegang kedaulatan.  Kini demokrasi dikuasai oleh orang orang yang memiliki kepentingannya sendiri ataupun kelompoknya.  Hal ini menyebabkan demokrasi menjadi semakin jauh dari tangan rakyat.  Diperlukan adanya kebersamaan masyarakat untuk bersatu dalam mengembalikan demokrasi dan kedautalannya kepada rakyat, karena rakyatlah yang berhak memegan kedaulatan tersebut

     4.    Penutup
Demokrasi yang secara umum berarti pemerintahan rakyat, masih sulit untuk diterapkan di negara-negara yang menganutnya, termasuk Indoesia yang masih dalam tahap demokratisasi dalam berbagai aspek bernegara dan bermasyarakat.  Kelebihan demokrasi adalah adanya kepastian posisi rakyat dalam proses pemerintahan, namun pada saat rakyat tidak dapat menjalankan perannya di dalam pemerintahan, itu akan menjadi boomerang bagi rakyatnya, serta menjadi kelemahan dari demokrasi itu sendiri yang semuanya tergantung dari rakyatnya.
Penerapan demokrasi di Indonesia masih jauh dari nilai-nilai demokrasi sebenarnya karena masih banyak persoalan-persoalan yang tidak dapat dipecahkan atau dicari jalan tengahnya untuk menyelesaikan masalah tersebut.  Dalam menangani hal tersebut, harapan besar terdapat pada rakyat Indoneisa karena kitalah yang akan menentukan keberhasilan dari proses demokratisasi Bangsa Indonesia.  Oleh karena itu kita harus memulai proses demokrasi, berawal dari mendemokratisasikan diri kita sendiri, dengan demikian kita dapat melakukan demokratisasi dalam skala negara.


Daftar Pustaka

Budiardjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Nurtjahjo, Hendra, Filsafat Demokrasi. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.
Kusumanegara, Salahduddin, Syah Firdaus, M.Soebiantoro dan H. Nahtarudin, Pengantar Ilmu Politik. Puwokerto: Universitas Jendral Soedirman, 2010.
“Macam-Macam Ideologi,” Wordpress. Diakses pada tanggal 9 Januari 2013. http://abasozora.wordpress.com/2008/11/15/a/
“Perbedaan Ideologi Terbuka dan Tertutup,” Inoputro. Diakses pada 9 Januar 2013. http://www.inoputro.com/2011/06/perbedaan-ideologi-terbuka-dan-ideologi-tertutup/
“Ideologi Terbukan dan Tertutup,” Blogspot. Diakses pada 8 Januari 2013. http://dikyandrean15a.blogspot.com/2012/08/macam-macam-ideologi-dunia_7451.html
“Pengertian Ideologi,” Scribd. Diakses pada  6 Januari 2013. http://id.scribd.com/doc/46741626/Pengertian-Ideologi
“Pengertian Demokrasi,” Wordpress. Diaskes pada 8 Januari 2013. http://sakauhendro.wordpress.com/demokrasi-dan-politik/pengertian-demokrasi/
Farhan, ”Pengertian Demokrasi dan Unsur-Unsurnya,” Farhanshare(blog). Diakses pada 8 Januari 2013. http://farhanshare.blogspot.com/2012/06/pengertian-demokrasi-dan-unsur-unsurnya.html
Malkian Elviani, “Demokrasi,” Wetpaint. Diakses pada 10 Januari 2013. http://yanel.wetpaint.com/page/Demokrasi


[1] “Pengertian Ideologi,” Scribd,  diakses tanggal 7 Januari 2013 pada http://id.scribd.com/doc/46741626/Pengertian-Ideologi
[2] Ibid.
[3] “Ideologi Terbukan dan Tertutup,” Web, diakses tanggal 7 Januari 2013 pada http://warok.web.id/ideologi-terbuka-dan-ideologi-tertutup/ 
[4] Ibid.
[5] “Macam-macam ideologi,” Wordpress, diakses tanggal 8 Januari 2013 pada http://abasozora.wordpress.com/2008/11/15/a/
[6] Ibid.
[7]”Macam-macam ideologi,” Wordpress, diakses tanggal 8 Januari 2013 pada http://abasozora.wordpress.com/2008/11/15/a/
[8] Ibid.
[9] Ibid.
[10] ”Pengertian Demokrasi” , wordpress, diakses pada tanggal 8 Januari 2013 pada http://sakauhendro.wordpress.com/demokrasi-dan-politik/pengertian-demokrasi/
[11] Trias Politica : Pembagian kekuasaan negara menjadi 3 bagian, yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif
[12] Tirani : Mementingkan kepentingan individu/ kelompoknya sendiri
[13] Egaliter : Sederajat
[14] Trias Politica, konsep pembagian kekuasaan oleh John Lock
[15] Pemerintahan yang dilakukan oleh beberapa orang  yang berkuasa dari golongan kelompok tertentu
[16] Pemerintahan yang dipimpin oleh seorang penguasa yang bertindak sewenang-wenang
[17] Pemerintahan yang dikepalai oleh raja ,dan sedang berkembang menjadi repulbik
[18] Pemerintahan ditangan kaum bangsawan yang memikirkan rakyatnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar