Kamis, 06 November 2014

BREBES DAN PEMEKARAN WILAYAH, MIMPI EMPAT DEKADE

Pemekaran Wilayah Brebes, Mimpi Empat Dekade

Peta Brebes Sekarang 

“Suatu saat, Brebes Selatan yang beribukota Bumiayu akan didatangi oleh presiden republik Indonesia. Maka semua rakyat dengan amat senang menyambut pemimpinnya. Lalu, sang pemimpin akan berpidato di lapangan Asri Bumiayu, guna memuji kemajuan pembangunan yang dilakukan oleh kabupaten yang dulunya bergabung dengan Brebes ini.” 

Kabupaten Brebes terletak di bagian Utara paling Barat Provinsi Jawa Tengah, diantara koordinat 108° 41′37,7″ - 109° 11′28,92″ Bujur Timur dan 6° 44′56′5″ - 7° 20′51,48 Lintang Selatan dan berbatasan langsung dengan wilayah Provinsi Jawa Barat. Penduduk Kabupaten Brebes mayoritas menggunakan bahasa Jawa yang yang mempunyai ciri khas yang tidak dimiliki oleh daerah lain, biasanya disebut dengan Bahasa Jawa Brebes. Namun terdapat Kenyataan pula bahwa sebagian penduduk Kabupaten Brebes juga bertutur dalam bahasa Sunda dan banyak nama tempat yang dinamai dengan bahasa Sunda menunjukan bahwa pada masa lalu wilayah ini adalah bagian dari wilayah Sunda. Daerah yang masyarakatnya sebagian besar menggunakan bahasa Sunda atau biasa disebut dengan Bahasa Sunda Brebes, adalah meliputi Kecamatan Salem,Banjarharjo,dan Bantarkawung, dan sebagian lagi ada di beberapa Desa di Kecamatan Losari,Tanjung,Kersana,Ketanggungan dan Larangan.
Berdasarkan naskah kuno primer Bujangga Manik (yang menceriterakan perjalanan Prabu Bujangga Manik, seorang pendeta Hindu Sunda yang mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan Bali pada awal abad ke-16), yang saat ini disimpan pada Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627, batas Kerajaan Sunda di sebelah timur adalah Ci Pamali (sekarang disebut sebagai Kali Brebes atau Kali Pemali yang melintasi pusat kota Brebes) dan Ci Serayu (yang saat ini disebut Kali Serayu) di Provinsi Jawa Tengah.

Ibukota kabupaten Brebes terletak di bagian timur laut wilayah kabupaten. Kota Brebes bersebelahan dengan Kota Tegal, sehingga kedua kota ini dapat dikatakan “menyatu”.

Brebes merupakan kabupaten yang cukup luas di Provinsi Jawa Tengah. Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah. Bagian barat daya merupakan dataran tinggi (dengan puncaknya Gunung Pojoktiga dan Gunung Kumbang), sedangkan bagian tenggara terdapat pegunungan yang merupakan bagian dari Gunung Slamet.

Dengan iklim tropis, curah hujan rata-rata 18,94 mm per bulan. Kondisi itu menjadikan kawasan tesebut sangat potensial untuk pengembangan produk pertanian seperti tanaman padi, hortikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan sebagainya.
Utara     : Laut Jawa
Selatan  : Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas
Barat     : Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan (Jawa Barat)
Timur     : Kabupaten Tegal, Kota Tegal

Perbankan dan Investasi Di Kabupaten Brebes Tahun 2010
Investasi di Kabupaten Brebes meningkat tiap tahun
Selama kurun waktu 2008-2010 besaran dana perbankan di Kabupaten Brebes cenderung berfluktuasi.
Kondisi perbankan dan investasi di Kabupaten Brebes terlihat cukup menggembirakan. Hal ini terlihat dari tumbuhnya dana yang berhasil di himpun oleh perbankan baik lewat Deposito, Tabungan maupun Giro. Jika pada tahun 2008 total dana yang dihimpun sebesar 1.083,39 milyar rupiah, maka pada tahun 2010 mencapai 1.384,19 milyar rupiah. Begitu juga dengan kredit yang disalurkan pada tahun 2008 mencapai 1.800,23 milyar rupiah, maka pada tahun 2010 mencapai 1.979,42 milyar rupiah.

Posisi pinjaman perbankan di Brebes cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 mencapai 1.797,92 milyar rupiah, yang terdiri dari modal kerja sebesar 1.031,03 milyar rupiah, investasi sebesar 88,91 milyar rupiah dan konsumsi mencapai 677,98 milyar rupiah. Sementara pada tahun 2010, terjadi fluktuasi dimana posisi pinjaman mencapai 1.979,18 milyar rupiah yang terdiri dari modal kerja sebesar 960,38 milyar rupiah, investasi 131,33 milyar rupiah dan konsumsi mencapai 887,47 milyar rupiah.
(Sumber : BPS, Statistik Daerah Kabupaten Brebes 2011)






Harga-harga dI Kabupaten Brebes Tahun 2010
Laju inflasi meningkat pada tahun 2010
Inflasi Brebes pada kurun waktu 2008-2010 cenderung berfluktuasi, mencapai 2 digit pada tahun 2008, menurun di tahun 2009 dan kembali naik pada tahun 2010.
.
Perubahan IHK selama tahun 2010 atau yang lebih dikenal dengan inflasi di Kabupaten Brebes sebesar 6,04 persen. Inflasi sebesar itu karenakan adanya perubahan IHK pada Kelompok Bahan Makanan sebesar 17,09 persen; kelompok Sandang 9,05 persen; kelompok Perumahan 4,67 persen; kelompok Makanan Jadi 1,78 persen; kelompok Pendidikan 1,63 persen; kelompok Transportasi 1,62 persen serta kelompok Kesehatan 0,60 persen.

Bila dibandingkan inflasi tahun lalu, inflasi tahun 2010 secara umum cenderung meningkat, dimana pada tahun 2008 besarnya inflasi mencapai  11,81 persen.

Secara umum selama tahun 2010, terjadi inflasi yang cenderung rendah, kecuali pada bulan Juni, justru terjadi deflasi yaitu sebesar minus 0,66 persen.

*** Tahukah Anda
Inflasi terbesar terjadi pada kelompok Bahan Makanan dimana terjadi inflasi17,09 persen.
Dengan mengambil tahun dasar 2007 (2007=100), Indeks Harga Konsumen (IHK) Brebes hingga bulan Desember 2010 tercatat sebesar 128,49. Nilai IHK tertinggi terjadi pada kelompok Bahan Makanan yaitu sebesar 150,34. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok Bahan Makanan mengalami kenaikan harga yang relatif cepat dibandingkan kelompok lain. Sementara kelompok pengeluaran yang mempunyai nilai IHK terendah adalah kelompok Transportasi yaitu sebesar 175,22.
(Sumber : BPS, Statistik Daerah Kabupaten Brebes 2011)

Empat dekade alias 40 tahun lebih mimpi di atas menemui jalan buntu nan tak tertembus. Meski undang-undang pemekaran bisa saja meloloskan lantaran syarat mekarnya sebuah wilayah kabupaten cuma membutuhkan dukungan minimal 5 kecamatan. Kebetulan Brebes Selatan, kini didukung oleh enam kecamatan. Salem, Bantarkawung, Paguyangan, Bumiayu, Sirampog dan Tonjong siap memuluskan jalan. Namun, ibarat sang anak hendak membuat rumah baru, beragam rintangan selalu ada sehingga menunda mimpi.

Salah satu yang jadi biang kerok kenapa Brebes Selatan ingin jadi kabupaten sendiri adalah minimnya perhatian Brebes. Lihat saja insfratruktur di daerah ini. Jalanan layak adalah barang mewah. Hanya jalur nasional yang melintang dari Brebes ke Purwokerto yang mulus. Sisanya adalah jalanan yang siap-siap membuat pengemudi sakit badan jika melintas.

Jalur Bumiayu – Salem yang setiap harinya memboyong warga Salem dan Bantarkawung membelanjakan uang di Bumiayu adalah jalur nista. Jalur ini paling lama bertahan setahun kemulusannya akibat padatnya volume yang berbanding terbalik dengan kualitas. Belum  lagi tru-truk besar pembawa getah pinus dan kayu pinus yang hilir mudik mengangkut hasil gunung-gunung di Salem dan Bantarkawung untuk kemudian dibawa ke utara Brebes.

Masih kurang melihat derita warga Brebes Selatan? Maka bawalah motor trail dan perbekalan secukupnya. Tengoklah daerah-daerah pedesaan yang berbatasan dengan Cilacap di Kecamatan Bantarkawung. Jika kurang puas naiklah kea rah paling barat di Kecamatan Salem. Disana peran pemerintah nyaris tiada.

Itu jika hanya meninjau fasilitas transportasi. Fasilitas kesehatan tentu tak jauh berbeda buruknya. Dokter adalah makhluk langka di pelosok Brebes Selatan. Hanya ada mantri dan bidan yang akhirnya bertugas menjadi dokter. Urusan melahirkan, ada dukun beranak yang biasa disebut paraji siap membantu. Jika sakit parah, Puskesmas Bantarkawung bolehlah jadi rujukan buat warga miskin. Tapi karena fasilitas minim, maka rumah sakit swasta yang berlokasi di Bumiayu jadi tumpuan. Sayangnya biaya yang begitu mahal membuat warga lebih banyak pergi ke dukun atau bahkan cuma bisa urut dada dan berdoa.

Selain rasa sakit hati dianaktirikan, apakah yang bisa dibanggakan Brebes Selatan? Pada tahun 2005 Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Brebes bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Teknologi Bandung(LPPM-ITB) pernah mengadakan penelitian terkait kondisi SDA yang terkandung di daerah SWP III ini, dan hasilnya di daerah ini terkandung banyak potensi SDA, mulai dari batu bara, batu apung, tanah liat, dan basir dan batu (Sirtu), bahkan minyak bumi sempat terdekteksi meskipun hasilnya dibawah standar.

Pertanian tentu menyumbang penghasilan tak sedikit karena memang kegiatan itulah yang saat ini paling banyak dilakukan warga Brebes Selatan. Perkebunan juga tak sedikit meski hampir semuanya dikelola perhutani. Lihat saja deretan bukit yang dipenuhi pinus atau jati. Tengok juga perkebunan teh yang menghampar di selatan Bumiayu.

Cuma segitu? Ya, PAD daerah ini sendiri tergolong kecil. Pada tahun 2002-2003 tercatat hanya 4,5 Milyar yang bisa ditangguk daerah ini. Kini, angka 9 Milyar konon sudah bisa dihasilkan Brebes Selatan. Jika PAD cuma segitu, naga-naganya pemerintahan baru jika terbentuk amat tergantung pada DAU yang bisa mencapai 100 Milyar.

Pada masa Indra hendak berkuasa, Brebes Selatan mulai dielus agar ia duduk dengan mulus. Sayang, penerusnya cuma datang dan memberi janji saat kampanye. Kini, pasca pilkada Brebes dimana pasangan IDJO jadi pemenang, ide memekarkan diri kian merebak.

Selain PAD yang minim, Kabupaten Brebes sendiri PAD-nya hanya menyumbang 6% dari seluruh pendapatan daerah, beranikah “wong” Brebes Selatan menentang Joko Poleng untuk membentuk kabupaten baru? Ingat, Joko Poleng masih “sakti” dan konon dialah yang membuat kenapa Brebes seluas seperti sekarang.

Source: http://geholgaul.blogspot.com/

Kabupaten BREBES

Profil | Sejarah | Arti Logo | Nilai Budaya

(Permendagri No.66 Tahun 2011)

Profil

Nama Resmi
:
Kabupaten Brebes
Ibukota
:
Brebes
Provinsi 
:
JAWA TENGAH
Batas Wilayah
:
Utara     : Laut Jawa
Selatan  : Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas
Barat     : Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan (Jawa Barat)
Timur     : Kabupaten Tegal, Kota Tegal
 
Luas Wilayah
:
1.902,37 Km²
Jumlah Penduduk
:
2.102.960 Jiwa 
Wilayah Administrasi
:
Kecamatan: 17, Kelurahan: 5, Desa: 292
Website
:

Sejarah

Asal Muasal Kota Brebes
Ada beberapa pendapat asal muasal nama Brebes. Yang pertama mencoba menghubungkannya dengan keadaan alamiah daerah Brebes yang pada awal mulanya konon mempunyai banyak air dan sering tergenang air, bahkan ada kemungkinan masih berupa rawa-rawa. Mengingat banyak air yang merembes,
Munculah kemudian nama Brebes, yang selanjutnya mengalami "verbastering" (perubahan) menjadi Brebes. Pendapat kedua mencoba menalikannya dengan peri masuknya agama Islam pada awal mulanya ke Brebes, yang sekalipun dihalang-halangi namun ternyata masih juga merembes, yang dalam bahasa daerah disebut disebut "berbes". Oleh karenanya muncullah kemudian nama Berbes, yang selanjutnya berubah menjadi Brebes. Pendapat yang ketiga mencoba menerangkan asal muasal nama Brebes dari kata-kata "bara" dan "basah".
"Bara" berarti hamparan tanah datar yang luas, sedang "basah" berarti banyak mengandung air. Kedua-duanya cocok dengan keadaan daerah Brebes, yang kecuali merupakan air. Kedua-duanya cocok dengan keadaan daerah Brebes yang kacuali merupakan dataran luas, juga mengandung banyak air, karena perkataan "bara" diucapkan "bere", sedang "basah" diucapkan "beseh", pada akhirnya lahirlah perkataan "Bere basah", yang untuk mudahnya kemudian telah berubah menjadi Brebes.
Ada pula terdapat ceritera yang berkaitan denga kata yang akhirnya menjadi kota Brebes yaitu:
Diantaranya Salem-Bantarkawung terdapat gunung bernama "Baribis" dari gunung Baribis tersebut mengalir sungai "Baribis" yang mengalir melalui dataran bagian utara bermuara di laut Jawa dan setelah bergabung dengan aliran sungai-sungai yang alin merupakan sungai besar dipantai utara Jawa. Sungai Baribis ini, pada jaman dulu dianggap sebagai sungai yang bertuah = angker (Jawa) dan konon sungai tersebut juga banyak buayanya. Orang-orang tua pada saat itu banyak yang melarang anak cucunya untuk datang, menyeberangi, mandi dan sebagainya disungai tersebut. Terlebih dalam saat berperang orang tua selalu memberikan peringatan-peringatan yang melarang melangkahi/menyeberangi sungai tersebut. Untuk meyakinkan hal ini, mka terungkaplah sebuah legenda tentang perang Arya Bangah dengan Ciyung Wanara. Akibat menyeberangi sungai Baribis tersebut, Arya Bangah mengalami kekalahan.
Dari kepercayaan akan hal tersebut maka sungai Baribis itu dijadikan peringatan = pepenget = pepeling = pepali = larangan agar jangan sampai pada saat berperang melangkahi = menyeberangi sungai tersebut.
Karena sungai Baribis menjadi larangan dari kaum tua, maka sungai Baribis dikenal sebagai larangan, atau sungai pepali atau pemali, yang berarti pepalan atau larangan.
Jadi dahulu menurut tutur beberapa orang tua di daerah Brebes selatan sungai Pemali itu semula bernama sungai Baribis yang bermata air dari gunung Baribis. Kemungkinan itu sebabnya, daerah ini disebut daerah Baribis, yaitu daerah aliran sungai Baribis dan dari kata Baribis ini menjadi Brebes.
Kalau kita perhatikan dengan seksama, nama-nama tempat si pulau Jawa ternyata merupakancermin dari keadaan alam disekitar masyarakat yang mendiami tempat-tempat itu dan cara berpikir mereka. Nama-nama itu bisa kita bedakan dalam dua golongan besar. Yang pertama, yang secara spontan telah lahir dari masyarakat di kota-kota itu sendiri, sedang yang kedua, yang dengan sengaja telah diberikan atau diperintahkan oleh suatu penguasa untuk dipakai, misalnya nama Surakarta Adiningrat, yang mula-mula telah dipergunakan oleh Sultan Pakubuwana II pada tahun 1745 untuk menyebut nama-nama tempat yang: 1. Berasal dari nama-nama tanaman, 2. Berasal dari nama-nama binatang, 3. Berasal dari nama-nama benda tambang, 4. Berasal dari nama-nama orang, 5. Mengingatkan kita pada suatu keistimewaan topografis.
Nama kota Brebes termasuk dalam katagori yang kelima. Dalam bahasa Jawa perkataan Brebes atau Mrebes berarti "tansah metu banyune" artinya "selalu keluar airnya" dan nama ini telah lahir, mengingat pada awal mula sejarahnya, keadaan lahan di kawasan kota Brebes sekarang ini memang selalu keluar airnya. Adapun kota-kota lain yang juga memiliki nama-nama semacam itu, artinya yang telah lahir berdasarkan keadaan tanahnya pada awal mula sejarahnya, bisa kita sebutkan antara lain nama-nama kota Blora di daerah Jawa Tengah dan Jember di Jawa Timur. Nama Blora telah muncul oleh keadaan tanah di kawasan kota itu pada mula sejarahnya memang masih berupa rawa-rawa, sesuai dengan arti perkataan Blora atau Balora, yang merupakan sebuah perkataan bahasa Jawa kuna yang berarti rawa, sedang nama kota Jember telah lahir, mengingat pada awal mula sejarahnya keadaan tanah di kawasan kota memang benar-benar jember atau njember, sebuah perkataan dalam bahasa Jawa berarti reged ajenes, artinya kotor dan mengandung air.
Dari sumber yang dapat diketemukan, pada tahun 1640 / 1641, nama Brebes itu sudah mulai tercantum di dalam penulisan / laporan / daftar harian yang dibuat oleh VOC. Makin kesini makin banyak uraiannya, meskipun hanya dalam hal sebagai tujuan atau persinggahan pengiriman barang-barang penting dan bahan pokok, misalnya alat-alat untuk kompeni (VOC), bahan pakaian, bahan makanan dan sebagainya.
Nama Brebes itu sendiri pernah ditulis: Barbas, Barbos atau Brebes. Dari nama dan bagaimanapun juga asal muasalnya atau apapun juga makna nama Brebes itu, kiranya bukanlah masalah bagi penduduk Brebes masa kini. Yang penting adalah mengambil hikmah dari dalamnya. Suatu kenyataan Wilayah Kabupaten brebes dianalisa dari segi lahan/tanah, curah hujan serta iklimnya, mempunyai prospek/masa depan yang cerah. Segala faktor penghambatannya Insya Allah akan dapat diatasi oleh generasi penerusnya.

Arti Logo


Keterangan : 
Makna Lambang Daerah :
A.    Makna Bentuk dan Motif dalam Lambang :
1. Daun lambang daerah yang berbentuk Dasar Segi Lima
Melambangkan Dasar Falsafah Negara yaitu Pancasila, sedangkan Warna Biru menunjukan  adanya Daerah Pantai dan Pegunungan. Puncak Segi Lima menunjukan puncak gunung  sedangkan lengkung-lengkungnya menunjukan gelombang lautan.
2. Makna dan motif – motif didalam lambang
a.    Bintang
Bintang bersudut lima berwarna kuning emas melambangkan bahwa masyarakat Brebes  adalah makluk yang berKetuhanan Yang Maha Esa.
b.    Kapas dan Padi
Melambangkan Sandang Pangan
c.    Bentuk Bulat Telur serta Gambar Bawang Merah
Melambangkan bahwa Telur Asin serta gambar Bawang Merah merupakan hasil spesifik  daerah.
d. Lima Akar
Melambangkan bahwa rakyat dan Pemerintahan Daerah adalah Pelaksana Demokrasi  Pancasila.
e. Perpaduan antara Tujuh Belas Butir Padi, Delapan Buah Kapas Empat Puluh Lima Mata  Rantai
Melambangkan titi mangsa Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus  1945.
f. Perpaduan Tiga Umbi Bawang Merah dan Lima Akar yang berwarna hitam, puncak bawang yang merupakan nyala api yang tak kunjung padam berjumlah lima.
Melambangkan kehidupan Demokrasi (Legislatif, Eksekutif, Yudikatif) yang harus  dilaksanakan secara dinamis dalam bentuk Demokrasi Pancasila.
g. Sebuah Pita Putih bergaris tepi Hitam yang menyambungkan padi dan kapas  ditengahnya bertuliskan : Mangesti Wicara Ebahing Praja dengan warna hitam yang  menunjukan bahwa Rakyat Brebes bertekad untuk membangun daerahnya guna  mewujudkan kesejahteraan bersama dalam rangka membagun Bangsa dan Negara  Kesatuan republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

B.    Makna Warna
a.    Putih               : Kejujuran/kesucian 
b.    Kuning Emas  : Kesatuan/keagungan/kemuliaan/kebijaksanaan
c.    Merah             : Keberanian
d.    Hijau              : Kemakmuran/kerukunan
e.    Hitam              : Keteguhan/keabadian
f.    Biru                 : Kedamaian/kesetiaan

C.    Sesanti
Sesanti Daerah adalah Mangesthi Wicara Ebahing Praja
(1)    Arti Sesanti Daerah kata demi kata adalah :
a.    Mangesthi : Menuju, menginginkan, menghendaki, mengusahakan, bertekad.
b.   Wicara : Bicara, cerita, riwayat, pembicaraan, rembug, musyawarah, mufakat, kebulatan tekad.
c.   Ebah(ing) : Gerak, kegiatan, bekerja, membangun
d.   Praja : Pemerintahan, Negara, kegiatan – kegiatan kenegaraan.
(2)    Arti keseluruhan sesanti daerah adalah bahwa rakyat bersama Pemerintah Daerah Brebes bertekad  (Mangesthi)      untuk membangun daerahnya guna mewujudkan kesejahteraan bersama dalam rangka membangun (Ebahing) Negara (Praja) dan  Bangsa.
(3)    Arti Surya Sengkala Mangesthi Wicara Ebahing Praja
* Mangesthi     berwatak : 8
* Wicara         berwatak : 7
* Ebah (ing)     berwatak : 6
* Praja         berwatak : 1
Dengan demikian Magesthi Wicara Ebahing Praja mengandung makna tahun  matahari/masehi  :1678 tahun ini adalah berdirinya Pemerintahan Brebes dengan titi  mangsa 18 Januari 1678  yang ditandai dengan dilantiknya Bupati Brebes yang  pertama, yaitu Raden Arya Suralaya.

Nilai Budaya

Brebes mempunyai beragam kesenian tradisional sebagai wisata budaya yang menarik selain tarlling dan jaipong, ada juga kesenian Buroq, Tari Topeng Sinokan, Sisingaan, Kuntulan dan beberapa lainnya.
Mbah Rubi dikenal sebagai orang pertama yang menyebarkan agama Islam di Kabupaten brebes. Makamnya terletak didesa Klampok Kecamatan Wanasari, sekitar 3 km arah barat kota Brebes. Masyarakat Brebes dan Sekitarnya menganggap sebagai makam yang dikeramatkan.
Petilasan Kyai Junedi berlokasi didesa Randusanga Wetan, sekitar 9 km arah utara kota Brebes. Kyai Junedi merupakan salah seorang ulama besar yang ikut menyebarkan agama islam. Beliau mampir Brebes dalam perjalannya dari Demak menuju Cirebon.


Source: http://www.depdagri.go.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar