Jumat, 07 November 2014

KRITIK TEORI KRITIS TERHADAP SOSIOLOGI TRADISIONAL

Pengantar
Sama halnya dengan aliran-aliran filsafat yang tumbuh berkembang dan mati lalu digantikan dengan aliran-aliran filasafat lainnya, teori-teori sosialpun demikian. Suatu teori sosial muncul atas kritik terhadap teori sosial sebelumnya, berkembang dengan menyerap teori sosial lain, dan mati atau digantikan oleh teori lainnya. Perkembangan yang demikian ini adalah wajar adanya mengingat masyarakat itu sendiri yang merupakan kajian ilmu-ilmu sosial berkembang secara dinamis. Untuk menjelaskan suatu fenomena sosial kekinian maka dibutuhkan juga teori-teori yang sifatnya kekinian dan sesuai konteks yang ada.
Kemunculan teori kritis yang diwali oleh terbentuknya Frankfurt School berusaha untuk memperbaiki dan melengkapi teori-teori sosial sebelumnya lewat jalan kritik. Walaupun basis dari mazhab frankfurt –nama mazhab yang kemudian dikenal dari Frankfurt tersebut-  itu sendiri bukan sosiologi secara khusus karena didalamnya bergabung beberapa ilmuan dari barbagai disiplin ilmu sperti filsafat, ekonomi, sosiologi, psikologi dan lain sebagainya, karena isu-isu sosial merupakan kajiannya dan sosiologi sebagai ilmu yang paling dekat dengan masyarakat karena mengkaji masyarakat secara langsung menjadi sasaran dari kritik mazhab ini.
Salah satu kritik teori kritis terhadap sosiologi adalah adalah kritiknya mengenai sosiologi tradisional yang positivistik.

Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut muncul beberapa rumusan tulisan yang akan dibahas dalam makalah ini:
1.      Positivisme, sosiologi dan perkembangannya
2.      Kritik teori kritis terhadap positivisme, sosiologi dan teori tradisional secara umum



PEMBAHASAN

Postivisme, Sosiologi dan Perkembangannya
Sosiologi sebagai sebuah ilmu berangkat dari pemikiran Auguste Comte mengenai fisika sosial, sebuah konsep yang berusaha untuk menemukan hukum-hukum pasti mengenai perkembangan suatu masyarakat yang diibaratkan dengan hukum-hukum dalam ilmu alam. Contoh paling terkenal dari konsep Comte tersebut adalah Hukum Tiga Tahap yang yang membagi perkembangan pemikiran manusia kedalam tiga tahap: Tahap teologis, tahap metafisik, dan tahap positivistik. Dari hukum Tiga Tahap tersebut kita bisa membandingkan dengan misalnya teori evolusinya Darwin baik itu evolusi manusia atau survival of the fittest yang kemudian diadopsi Herbert Spencer atau  yang dilakukan oleh Emile Durkheim yang  mengidentikkan masyarakat sebagai suatu organisme sebagai sebuah pijakan awal apa yang kemudian dinamakan positivisme.
Perkembangan selanjutnya adalah apa yang dilakukan oleh Emile Durkheim dengan membuat Sosiologi menjadi sebuah disiplin ilmu yang diakui. Emile Durkheim lewat konsep fakta sosialnya yang kemudian menjadi salah satu paradigma dalam sosiologi yang diakui hingga sekarang. Fakta sosial adalah cara berfikir, cara bertindak, cara merasakan, yang berasal dari masyarakat dan mengendalikan individu. Dalam salah satu karyanya, Suicide Emile Durkheim membuat sosiologi menjadi benar-benar positivistik lewat pencarian data survey dan statistika layaknya ilmu-ilmu alam.
Dari dua contoh tersebut kita bisa melihat sosiologi awal/klasik sangat positivistik karena masih berusaha membangun basis sosiologi sebagai suatu ilmu yang mandiri terlepas dari filsafat sekaligus bersaing dengan psikologi dengan jalan mengadopsi pendekatan ilmu-ilmu alam. Secara garis besar positivisme merupakan penerapan pendekatan ilmu-ilmu empiris-aanalitis atau pendekatan ilmu alam untuk menjelaskan kenyataan sosial masyarakat. Selain itu, positivisme merupakan suatu pandangan yang menganggap adanya metode ilmiah tunggal yang dapat diberlakukan pada seluruh bidang kajian keilmuan (Ritzer, 2012:301).
Seiring perkembangan zaman teori-teori sosiologi dan teori-teori sosial secara umum berkembang salah satunya lewat proses saling mengkritik. Salah satu contohnya adalah teori kritis yang berkembang dari teori Marxis secara khusus dan dari teori sosial lainnya. Salah satu yang dikritik teori kritis adalah positivisme diatas dan sosiologi klasik sebagai salah satu contoh teori tradisional.


Kritik teori kritis terhadap positivisme, sosiologi dan teori tradisional secara umum
Teori Kritis sebagian besar terdiri dari kritik atas berbagi aspek kehidupan sosial dan intelektual, namun tujuan utamanya adalah mengungkap hakikat dan sifat masyarakat secara lebih akurat. Dari tujuan utamanya tersebut teori kritis memandang apa yang telah dilakukan oleh teori tradisonal, secara khusus positivisme keliru, kurang tepat dan perlu dibenahi. Berikut adalah beberapa kritiknya.
Pertama, pandangan positivisme dituding membuat ilmu-ilmu sosial menjadi bebas nilai dan pengetahuannya bersifat netral. Hal ini berkebalikan dengan pendapat teori kritis yang mengharuskan sosiologi sebagai suatu ilmu mampu berperan mengubah masyarat yang mengalami ketidakadilan lewat analisisnya dan peran langsung didalam masyarakat. Teori-teori awal sosiologi yang meyakini bahwa sosiologi itu harus bebas nilai membuat antara teori dan praksis tidak mesti ada kaitan. Sedangkan teori kritis yang menjelaskan praktik-praktik sosial harus mampu mengubah dan mengkoreksi realitas yang seharusnya tidak demikian.
Kemudian positivisme cenderung mengkerdilan peran dari aktor yang dalam hal ini adalah individu sebagai anggota masyarakat. Pandangan positivistik seperti fakta sosialnya Durkeim memandang masyarakatlah yang menentukan individu. Individu tidak bebas, terikat oleh fakta-faktas sosial semisal agama. Dalam hal ini teori kritis mempunyai pandangan yang hampir sama dengan sosiologi Weberian khususnya paradigma tindakan sosial yang menyatakan bahwa individu itu sepenuhnya bebas dalam bertindak.
Kemudian yang paling esensial adalah soal metode. Teori kritis menolak pandangan sosiologi yang menggunakan pendekatan positivistik dan mengeneralisir teorinya dan membuat teorinya berlaku secara universal. Menurut teori kritis, tiap tiap masyarakat dan individu itu unik dan tidak dapat dipersamakan antar satu dengan yang lainnya. Dan pendekatan yang kemudian mesti dilakukan adalah pendekatan yang bersifat individual semisal fenomenologi. Dalam hal ini teori tradisonal dinilai ahitoris karena mangabaikan keterkaitan sejarah dan mengeneralisir sebuah teori. Berkebalikan dengan itu harusnya sebuah teori itu historis, tidak mengabaikan faktor-faktor sejarah dan harus sesuai dengan kenyataan.
Positivisme akan melahirkan sifat konservatif, membuat aktor dan ilmuan sosial menjadi pasif, tidak peka terhadap lingkungan sekitarnya, memelihara status quo, dan tidak akan mampu melawan sistem yang ada yang menyebabkan ketidakadilan. Yang menarik disini adalah adanya kenyataan bahwa Marx sendiri sebagai salah satu dari pijakan awal teori kritis adalah seorang positivistik. Itulah salah satu bukti bahwa teori-teori sosial dan teori-teori secara umum lahir dari satu teori dengan jalan mengritiknya.


PENUTUP

Kesimpulan
Secara garis besar kritik teori kritis terhadap positivisme yang merupakan ciri khas sosiologi klasik (Durkhemian) dan teori sosial tradisonal secara umum meliputi masalah teori-praksis, historis-ahistoris, netral-memihak, dan metode. Walaupun pada akhirnya teori kritis mengalami nasib yang sama dengan teori-teori sosial lainnya, mengalami kemandegan, dan dituduh malah mengabaikan ekonomi dari kritiknya terhadap marxis yang determinis ekonomis atau cenderung hanya bisa mengkritik, dalam perkembangan selanjutnya muncul Jurgen Habermas yang memperbaharui paradigma kritis dengan paradigma komunikasinya. Hal ini membuktikan bahwa suatu teori sosial tidak akan kekal karena mengikuti perkembangan masyarakat yang menjadi kajiannya yang senantiasa bergerak dinamis.

Daftar Pustaka
Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2012. Teori Sosiologi, Dari Teori Sosiologi
Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Kreasi Wacana. Jogjakarta.
Setiadi, M. Elly. Pengantar Sosiologi, Pemahaman Fakta dan Gejala
Perasalahan Sosial:Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana.
2011.
Sindunata. 1983. Dilema Usaha Manusia Rasional, PT.Gramedia, Jakarta.

Sudrajat, Ajat. 2012. “Jurgen Habermas: Teori Kritis Dengan Paradigma Komunikasi”.

http://staff.uny.ac.id/dosen/prof-dr-ajat-sudrajat-mag diakses pada Senin, 21 Nopember 2013 2013.

Wibowo, Arif. 2008. “Positivisme dan Perkembangannya”.


http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/03/31/positivisme-dan-perkembangannya/. Diakses pada 8 Desember 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar