Jumat, 07 November 2014

Menelaah Lebih Jauh Munculnya GAM di Banyumas: Gegap Gempita Suasana Politik Menuju Pilkada

Studi ini menganalisis tentang gerakan yang sekarang kian massive dikalangan masyarakat Banyumas yaitu Gerakan Anti Mardjoko yang lebih terkenal dengan sebutan GAM beserta latar belakang kemunculanya serta kebijakan-kebijakan Mardjoko yang dinilai kontroversial. Kebijakan H. Mardjoko. MM yang dinilai kurang bisa merealisasikan janji kampanyenya dan terlalu berpusat ke kota serta mengabaikan pembangunan desa memunculkan geliat teriakan masyarakat Banyumas yang membentuk GAM.  Tulisan ini bertujuan memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya Banyumas menjelang pelaksanaan PILKADA 2013 erat kaitanya dengan GAM. Tulisaan ini akan menjelaskan kebijakan Mardjoko serta kemunculan GAM beserta pengaruh bagi suasana perpolitikan Banyumas dengan adanya tudingan kampanye hitam yang di lakukan GAM yang di sebut-sebut memiliki hubungan dengan calon bupati Muchsonudin yang mempunyai persamaan visi misi. Oleh karena itu, spekulasi pun bermunculan beriringan dengan semakin dekatnya PILKADA 2013. Saran dari penulis adalah untuk menanggapi isu ini penulis meminta agar GAM dan masyarakat Banyumas lebih objektif dan jangan mudah terbawa suasana dalam mengkritisi jalanya pemerintahan dan laju perpolitikan Banyumas. Warga Banyumas pada khususnya harus bisa lebih dewasa menghadapi isu-isu politik yang berhembus menjelang PILKADA 2013.
Kata kunci: mardjoko, gam, pilkada banyumas 2013, kampanye hitam, politik lokal banyumas

“walaupun secara realistis masih terdapat sejumlah bupati/walikota yang bermasalah, satu hal yang patut dicatat bahwa proses politik ditingkat lokal telah memberikan ruang baru bagi demokratisasi di daerah..”Durorudin Mashad, dkk.

Pengantar
Pemilihan kepala daerah banyumas yang tinggal menghitung hari rupanya tidak lepas dari dinamika politik yang kian hari seolah kian bergejolak dan penuh dengan aroma persaingan dari para calonnya. Yang kini menjadi massive adalah munculnya sebuah gerakan yang menamakan dirinya sebagai Gerakan Anti Mardjoko atau yang lebih terkenal dengan sebutan GAM. Gerakan ini adalah gerakan yang dibentuk oleh sebagian warga Banyumas sendiri dengan mengatas namakan kekecewaan masyarakat terhadap kebijakan Mardjoko yang dinilai menyakiti hati masyarakat. Kebijakan-kebijakan Mardjoko dinilai menyakiti Pedagang PKL, tukang becak, Seniman dan banyak kalangan masyarakat lainya dan cenderung memakmurkan kaum atas serta dinilai menginjak kaum bawah. Hal inilah yang menjadi landasan berpijak kelompok kontra Mardjoko ini untuk menghimpun warga Banyumas agar tidak kembali memilih Cabup Incumbent yang dinilai tidak pro rakyat itu.
Gerakan Anti Mardjoko ini kian hangat diperbincangkan dikarenakan gerakan ini muncul bersamaan dengan akan dilangsungkanya pesta demokrasi lokal Banyumas yaitu PILKADA BANYUMAS yang kini tinggal menghitung hari. Hal ini tak elak menimbulkan kecurigaan masyarakat terhadap berdirinya gerakan ini yang dinilai memiliki dalang politis yang memegang kendali di baliknya namun banyak juga masyarakat yang percaya bahwa berdirinya gerakan ini semata-mata mewakili suara masyarakat Banyumas pada umumnya. Gerakan Anti Mardjoko atau yang lebih terkenal dengan GAM inipun isunya semakin dekat dengan PILKADA tentu akan semakin besar, ekspose dari media akan menguji keobjektifan masyarakat dalam menanggapi kemunculan gerakan ini. Dari berbagai spekulasi yang muncul di kalangan masyarakat, penulis mengambil beberapa spekulasi yang mungkin mendasari berdirinya GAM di Banyumas ini.
Pertama, GAM didirikan bertujuan untuk menghimpun masyarakat yang kecewa dengan kepemimpinan Mardjoko untuk mengkampanyekan agar tidak lagi memilih Mardjoko pada PILKADA mendatang dikarenakan Mardjoko dinilai telah menyakiti hati masyarakat. Kedua, munculnya GAM adalah sebagai sarana kampanye hitam dari lawan tanding Mardjoko di arena politik Banyumas. Ketiga, kemunculan GAM merupakan strategi politik dari Mardjoko sendiri guna mencari tahu dan mengidentifikasi seberapa banyak orang yang kontra Mardjoko dan seberapa banyak yang pro pada kepemerintahanya. Maka dari itu, kemunculan gerakan ini tidak bisa dianggap remeh terhadap situasi perpolitikan Banyumas.

Melihat lebih dekat sosok mardjoko
Sebelum kita terjun kepada pembahasan mengenai Gerakan Anti Mardjoko secara mendalam, tak ada salahnya jika kita mengetahui lebih dekat tentang sedikit profil dan biografi sosok bupati Banyumas, Mardjoko. Berikut sedikit profil dari Drs. H. Mardjoko, MM [1].
a.      Nama Lengkap           : Drs. H. Mardjoko, MM
b.      Tempat tanggal lahir   : Notog, 13 maret 1946.
c.      Pendidikan Terakhir    : Magister Manajemen
d.      Pekerjaan                    : Pensiunan ESELON IA
                                      Bupati Banyumas Periode 2008-2013
e.      Agama                         : Islam
f.        Alamat                         : Jalan Kabupaten No. 1 Purwokerto
                                       RT/RW : RT.03 RW.04
                                       Kelurahan Sokanegara
                                       Kecamatan Purwokerto Wetan
Kita tentu ingat dengan jargon “Membangun Banyumas dengan Investasi”, dengan jargon inilah Calon Bupati yang kala itu disokong oleh Partai Kebangkitan Bangsa ini pada PILKADA BANYUMAS 2008 dapat mengambil hati masyarakat Banyumas dan memenangkan PILKADA hanya dalam satu putaran dengan  menggandeng Ahmad Husein sebagai wakilnya. Bupati “ngapak” yang satu ini memang bupati yang cukup kontroversial pada masa kepemerintahanya, banyak kebijakan-kebijakanya yang dinilai menyalahi hukum oleh sebagian kalangan masyarakat. Alhasil, demopun bermunculan beriringan dengan berputarnya roda kepemerintahanya.

Kebijakan-kebikan strategis mardjoko
A.     Kewenangan Bupati kepada Media
Salah satu kasus yang perlu kita ingat adalah ketika Mardjoko pada 2 bulan awal kepemerintahannya mengeluarkan kebijakan yang dinilai arogan dan menyalahi hukum bagi para wartawan, kebijakan tersebut adalah ketika Mardjoko hanya memperbolehkan Bupati saja yang berwenang berbicara kepada media terutama soal pengelolaan keuangan daerah dan pembinaan pegawai. Pada akhirnya hal tersebutpun menyulutkan api amarah kaum wartawan yang kemudian menyerbu kantornya dan melakukan demonstrasi. Meskipun didesak wartawan Mardjoko tak gentar, dia justru mencopot jabatan Kepala Humas dengan alasan bahwa jubir itu tidak dapat menyampaikan kebijakan kepada media massa dengan baik. Selain itu, Mardjoko pun berdalih bahwa dirinya bukan bermaksud menghalang-halangi wartawan guna mendapatkan informasi dan menganggap kebijakan tersebut sudah benar dan beliau menganggap para wartawan pun dapat menerima. Mardjoko pun merpertegas bahwa sebagai pejabat baru dia tidak ingin informasi yang disampaikan kepada masyarakat menjadi bias. Maka dari itu, sebelum memberikan informasi perlu dikomunikasikan kepada pemimpin terlebih dahulu sebelum sampai ke telinga masyarakat.
B.     Perombakan Alun-alun kota Purwokerto
Belum genap 3 bulan berkuasa bupati “ngapak” Mardjoko membuat sebuah gebrakan kontroversial untuk Banyumas, beliau membuat kebijakan perombakan alun-alun kota Purwokerto, ibu kota Banyumas. Alun-alun yang dulunya terbelah menjadi dua dipisahkan oleh satu jalan ditengahnya serta penuh dengan PKL (Pedagang Kaki Lima) disisi-sisinya disulap menjadi alun-alun yang satu lapang atau tidak terpisah dan juga memindahkan lokasi PKL di Jalan Rajasemangsang, sekitar 30 meter dari alun-alun guna menjadikan alun-alun lebih steril dan tidak terlihat kumuh. Kebijakan strategis ini ternyata menuai kontroversi bagi kalangan seniman. Para seniman menuding bahwa kebijakan perombakan alun-alun ini melanggar hukum karena merusak cagar budaya. Meskipun diprotes sana sini, perombakan alun-alun kala itu tetap berjalan dan membuahkan hasil yang tidak mengecewakan. Alun-alun yang dulunya terlihat kumuh oleh PKL sekarang menjadi alun-alun yang cantik dengan ditanami rumput yang berkualitas di atasnya, polesan disana sini membuat alun-alun kebanggaan warga Banyumas ini semakin nyaman untuk wahana wisata keluarga dan salah satu tempat rekreasi yang tidak dapat dilewatkan bagi para wisatawan. Perombakan alun-alun ini sendiri bukannya tanpa tujuan yang berarti, perombakan ini dilakukan guna menyedot investor dari luar guna melakukan investasi di Banyumas dan perombakan ini merupakan salah satu step realisasi dari jargon “Membangun Banyumas dengan Investasi”[2].
C.    Relokasi Gedung Kesenian Soetedja
Kepemerintahan Mardjoko rupanya memang penuh dengan kontroversi yang melahirkan banyak pro dan kontra dari masyarakat Banyumas. Kebijakan terbaru Mardjoko yang dinilai kontroversial dan masih hangat diperbincangkan di berbagai kalangan terutama seniman adalah rencana dipindahkanya Gedung Kesenian Soetedja. Gedung kesenian yang sering digunakan sebagai tempat berlangsungnya ajang festival musik underground dan banyak acara-acara seni ini rencananya hendak di relokasi dan ditempatkan di dekat GOR Satria Purwokerto. Pemindahan ini dikarenakan adanya perluasan lokasi Pasar Manis yang berakibat pada penggusuran Gedung Kesenian yang penuh dengan histori tersebut. Hal ini pun akhirnya kembali mengundang kecaman dari para seniman dan budayawan Banyumas. Seniman yang kini aktif dan frontal guna menolak relokasi Gedung Kesenian Soetedjo ini adalah Lodse Band. Band besar reggae Purwokerto ini dalam setiap aksi panggungnya senantiasa membawa spanduk bertuliskan “SAVE SOETEDJO BUILDING” yang menggambarkan betapa band yang digawangi oleh Anung Soemargo dan kawan-kawan ini begitu menyayangkan dan menolak keras relokasi Gedung Kesenian warisan budaya Banyumas tersebut.
Bahkan pada aksi panggungnya di Taman Kota Andhang Pangrenan yang ditonton langsung oleh Bupati Mardjoko, mereka tetap mengibarkan spanduk dan menyuruh penonton untuk memegangnya. Aksi inipun mendapat tanggapan arogan dari bupati Mardjoko, setelah aksi panggung selesai Mardjoko dan kroni-kroninya dengan kewenanganya menyita spanduk “save soetedjo building tersebut. Tak berhenti sampai dsitu band ini juga memproduksi kaos-kaos bertulisan lantang “Save Soetedjo Building” yang dijual melalui online maupun langsung dan dipromosikan pada setiap aksi panggungnya. Lagu “ditepinya sungai serayu” karya legenda dari R. Soetedja pun di aransemen ulang dengan balutan irama reggae yang khas dari Lodse dan dibawakan pada setiap performasinya guna mengajak masyarakat untuk menguri-uri budaya Banyumas serta mengangkat betapa banyak nilai historis dari Gedung Kesenian Soetedjo. Pada akhirnya dukungan pun mengalir dari para kaum pers, musisi, budayawan, mahasiswa dan tentunya dari para Tukang Lodse (sebutan bagi para penggemar setia Lodse Band). Tak sampai disini, Anung Soemargo selaku frontman dari Lodse yang beberapa waktu lalu penulis temui di Padepokan Seni Satria mengemukakan bahwa akan ada rencana aksi yang lebih besar lagi guna menolak relokasi Gedung Soetedjo namun aksi tersebut masih dalam proses perencanaan[3].
Perkembangan banyumas pada masa kepemimpinan Mardjoko
Banyaknya benturan yang terjadi antara rakyat dengan kepemerintahan Mardjoko menandakan betapa masyarakat Banyumas begitu kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah. Gebrakan Mardjoko yang banyak dinilai kontroversial oleh sebagian masyarakat selalu dikritisi oleh beberapa kalangan. Terlepas dari itu semua, melihat fakta yang ada, keberanian Mardjoko menata Banyumas bukannya tidak mendapatkan hasil. Sebaliknya, fakta mebuktikan dalam sektor perekonomian sejumlah investor mulai masuk menginvestasikan dananya di Purwokerto. Contoh di sektor jasa, dua hotel kelas nasional dibangun di Purwokerto. Ratusan restoran dan rumah makan berkembang pesat. Investasi juga masuk di sektor industri. Pabrik semen Panasia dibangun di Desa Tipar Kidul, Ajibarang. Nilai investasinya Rp2,9 triliun. Di Gunung Slamet, Baturaden, muncul pembangkit listrik tenaga panas bumi atau geothermal. Nilai investasinya mencapai Rp7,9 triliun. Selain itu Mardjoko juga menggandeng rekan-rekannya, para bupati di sekitar Banyumas. Bupati Purbalingga, Banjarnegara, Wonosobo, dan Kebumen, pun digandeng. Mereka diajak merintis operasional lapangan udara Wirasaba milik TNI Angkatan Udara. Lapangan itu disulap menjadi bandara komersial. Dan proses ini masih berjalan hingga detik ini. Lapangan udara itu memang berada di Kabupaten Purbalingga. Namun, Mardjoko ingin lapangan udara itu berkembang. Prinsipnya, jika lapangan itu berkembang, maka daerah sekitarnya ikut tumbuh. Jika bandara dibuka, ekonomi berputar lebih cepat. Banyumas, kata Mardjoko, pasti ikut menikmati hasilnya.
Hasilnya pun kini mulai tampak. Berikut tabel perkembangan Pendapatan asli daerah (PAD) Banyumas era sebelum Mardjoko-era Mardjoko.
Tabel 1
Perkembangan Pendapatan Asli Daerah
Era kepemerintahan
    PAD Kab. Banyumas
Predikat
sebelum era Mardjoko
Rp40 miliar per tahun
Disclaimer
Era Mardjoko
Rp200 miliar per tahun
wajar tanpa pengecualian
Sumber: viva news.com/ 25/10/2012
Sebelum era Mardjoko, hanya Rp40 miliar per tahun. Setelah gebrakan Mardjoko, PAD Banyumas meroket jadi Rp200 miliar per tahun dan naik lima kali lipat. Selama menjabat, dia juga menyabet 132 penghargaan di berbagai bidang. Laporan keuangan kabupaten dengan 27 kecamatan ini pun termasuk baik. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan predikat “wajar tanpa pengecualian” untuk Banyumas,  pada laporan 2009, 2010, dan 2011. Sebelumnya, Banyumas dapat stempel disklaimer dari badan pemeriksa itu.[4]
Melihat data diatas, masa kepemerintahan Mardjoko memang tak bisa dipungkiri telah menelurkan banyak prestasi dan mendongkrak kemajuan ekonomi Banyumas walaupun dalam beberapa program yang digagasnya menuai kecaman dari beberapa pihak. Lantas pertanyaan pun muncul berkaitan dengan berdirinya Gerakan Anti Mardjoko menimbang perkembangan Banyumas yang cukup signifikan ini.

Latar belakang kemunculan GAM
“Partisipasi masyarakat dalam pergantian elit di tingkat lokal memang berbeda-beda, ada yang sebagai kelompok pendukung sebagai kelompok oposisi maupun sebagai kelommpok netral yang mencoba mengawasi proses sirkulasi elit”.[5]
Mungkin bila dikaitkan dengan GAM, gerakan ini tergolong kepada oposis namun juga bisa di sebut netral karena GAM mewakili masyarakat mengaspirasikan kekecewaan terhadap kepemimpinan Mardjoko. Gerakan yang bersemboyan “mardjoko? Ora !” ini melebarkan sayapnya lewat media-media sosial tak terkecuali disebuah situs pengunggah video www.youtube.com yang penulis lihat baru-baru ini guna menelaah lebih jauh tentang GAM ini. Dalam video tersebut para pembesar GAM yang tidak dicantumkan namanya menyatakan dengan lugas bahwa  sosok Mardjoko dinilai sebagai pemimpin; yang tidak berpihak kepada rakyat. Mardjoko dinilai tidak merealisasikan janji-janji politiknya untuk kabupaten Banyumas dan hanya cenderung mengutamakan para investor yang datang untuk mengembangkan bisnisnya di tingkat lokal. Selain itu, Mardjoko juga dinilai hanya memfokuskan pengembangan di kota khususnya Purwokerto. Hal ini mengakibatkan pembangunan di desa-desa menjadi tak terurus dan seolah terbengkalai. GAM melalui video tersebut menegaskan bahwa pembangunan hotel-hotel dan mall-mall di kota Purwokerto dan sekitarnya bukanlah suatu indikator  kemajuan ekonomi kabupaten Banyumas secara keseluruhan karena rakyat tidak mendapatkan apa-apa dari kebijakan-kebijakan Mardjoko tersebut. Suatu janji kampanye Mardjoko yang hendak mendirikan pabrik kecap di cilongok sampai kini hanyalah menjadi isapan jempol belaka. Hal ini dinilai sebagai kebohongan politik yang dahsyat yang menjadi salah satu motif berdirinya GAM, tutur seorang pembesar GAM yang merupakan salah satu anggota Partai Kebangkitan Bangsa yang dulu mengantarkan Mardjoko menduduki kursi Banyumas 1. melihat pernyataan tersebut tampak jelas bahwa kemunculan GAM dilatarbelakangi faktor kekecewaan rakyat terhadap kepemerintahan Mardjoko yang dinilai menyakiti hati masyarakat.
Dalam video pendek yang berdurasi 3 menit tersebut, GAM juga memberikan klarifikasi bahwa GAM merupakan gerakan yang anti kekerasan dan cinta damai.[6] Gerakan separatis yang kontra Mardjoko ini melebarkan sayapnya lewat jejaring sosial seperti facebook, youtube dan situs lain. Hal ini berkaitan dengan tujuan mereka untuk menghimbau Masyarakat baik kalangan muda sampai tua, rakyat kelas bawah hingga kelas atas untuk tidak kembali memilih Mardjoko pada PILKADA yang tinggal menghitung hari. GAM juga menyatakan bahwa gerakan mereka telah banyak mendapatkan dukungan dari masyarakat Banyumas[7]. Hal ini secara tidak langsung menambah panasnya suhu persaingan politik menyambut PILKADA 2013.
Gam dan tudingan kampanye hitam
Munculnya GAM dekat dengan PILKADA Banyumas 2013 tentu tidak lepas dari kecurigaan media akan adanya kampanye hitam dalam pergerakan tersebut. Timbul spekulasi bahwa GAM merupakan suatu alat politik dari calon lain untuk menjatuhkan citra Mardjoko menjelang pemiliha. Seperti yang dilansir JPNN baru-baru ini, melihat geliat perkembangan politik lokal Banyumas saat ini  JPNN menaruh kecurigaan terhadap adanya kampanye hitam dalam tubuh GAM. Untuk mencari titik temu, JPNN media lokal Purwokerto inipun meminta penjelasan dan klarifikasi langsung dari salah satu koordinator GAM yang bernama Syarif Hidayatulloh. Syarif menjelaskan bahwa munculnya gerakan tersebut lahir dari rasa kekecewaan atas kepemimpinan Bupati Banyumas Drs. H. Mardjoko. MM saat ini. "Ini perkumpulan orang yang merasa kecewa atas janji-janji politik yang tidak terealisasi," ujar Syarif kepada media. Dia mencontohkan langkah Bupati Mardjoko yang berupaya mempersolek Banyumas. Menurutnya, hal itu hanya dilakukan di wilayah perkotaan saja. "Seharusnya bisa menyeluruh ke wilayah pedesaan. Karena desa juga menjadi ikon Banyumas yang perlu ditingkatkan segala lininya," ujarnya. Syarif mengatakan, pergerakan dan sikap kekecewaan tersebut mulanya beragam.
Demikian halnya soal istilah sikap antipatinya. "Mulanya ada yang menamakan ABM, Geram, ada juga GAM. Nah setelah disatukan, kita istilahkan GAM," kata pria asal Cilongok ini yang menyebut pergerakan sudah menyebar di sejumlah wilayah Banyumas. Lantas pertanyaannya, apakah pergerakan itu merupakan upaya menunjukkan tokoh atau pergerakan parpol lain guna pemenangan Pilkada mendatang? Syarif  dengan tegas menyangkal tudingan ini. Dia memastikan, pergerakan tersebut sama sekali tidak terikat pada kepentingan Parpol maupun urusan politik lainnya. "GAM ini hanya menginginkan kalau pemimpin ke depan harus bisa memajukan Banyumas dengan nyata," terang Syarif. Dia kembali memastikan, pergerakan tersebut sama sekali tidak membawa bendera partai maupun ormas apapun. Pergerakannya, murni menginginkan perubahan Banyumas menuju lebih baik. "Kalaupun ada kita semua melepas baju," tandasnya. Penjelasan ini seolah menampik spekulasi masyarakat dan media yang menganggap ada dalang politis dibalik munculnya GAM.
Munculnya “poros tengah” dan kaitanya dengan GAM
Dalam perjalanan penulisan jurnal ini, penulis banyak mendapatkan spekulasi-spekulasi dari berbagai pihak & masyarakat Banyumas yang penulis temui di berbagai kesempatan mengenai desas desus kehadiran GAM menyambut pesta demokrasi di Banyumas. Dan spekulasi yang kembali menyengankan penulis adalah tentang munculnya calon bupati yang dituding mendapat dukungan dari GAM. Hal ini  membuat penulis ingin meneliti lebih jauh tentang spekulasi yang kembali menyudutkan  Gerakan anti incumbent ini.
Kita dapat melihat bahwa kekuatan politik Banyumas sekarang telah terpecah menjadi dua yaitu antara Mardjoko dan Hussein yang kini saling berkompetisi dalam PILKADA 2013. Melihat banyaknya calon bupati yang kurang mendapat simpati masyarakat, kemudian digembor-gemborkan akan adanya poros tengah yang memiliki kekuatan tersendiri, dialah Muchsonudin, S. Ag seorang guru agama yang bersahaja yang dituduh sebagi wakil dari GAM dalam PILKADA 2013. Menanggapi isu tersebut penulis memutuskan berwawancara langsung dengan seorang tokoh pondok pesantren NU Al-Ikhsan Beji yang juga merupakan seorang pengamat politik Muhammad Najib yang pernah dekat dengan pak Muchson. Beliau menjelaskan bahwa kemunculan GAM secara otomatis akan langsung menyudutkan satu calon dan secara tidak langsung mendukung calon lain. Maksudnya ketika ada GAM secara otomatis akan ada tudingann bahwa GAM mendukung calon lain. Munculnya calon Bupati Muchsonudin, S. Ag yang santer disebut sebagai jago dari GAM ditanggapi secara objektif oleh Najib, beliau menjelaskan dengan tidak memihak pada siapapun bahwa tidak ada salahnya bila kita mengklaim bahwa Muchsonudin berasal dari GAM karena memang janji-janji kampanyenya merupakan suatu program yang didamba-dambakan anggota GAM yaitu pengembangan desa. Namun, tidak memungkiri juga bahwa mungkin Muchsonudin hanya memanfaatkan suasana politik banyumas yang kini memanas untuk mendapatkan simpati dari masyarakat[8].  Pernyataan dari seorang tokoh agama yang berpengaruh dalam perpolitikan Banyumas ini memberikan kerangka berfikir baru bagi kita. Hal ini membuat GAM semakin kontroversial yang penuh dengan misteri dan intrik di dalamnya. Jika benar GAM juga berpartisipasi dalam PILKADA 2013 dengan mencalonkan seorang figur tentu hal ini sama dengan kampanye hitam yang ditujukan menjatuhkan nama Mardjoko dan mengangkat nama Muchson. Namun jika GAM merupakan gerakan murni kekecewaan masyarakat GAM harus memegang komitmen bahwa tidak terikat satu warna pun dan putih dari golongan partai dan calon manapun. Banjir spekulasi dan pernyataan yang bermuculan dari tokoh-tokoh dan masyarakat Banyumas menanggapi isu GAM merupakan rupa wajah demokrasi Banyumas yang sedang bergejolak.

Kesimpulan
Gerakan Anti Mardjoko adalah gerakan yang menolak dipilihnya kembalii Mardjoko sebagai Bupati Banyumas, karena bapak Mardjoko dinilai telah menyakiti hati masyarakat dengan tidak merealisasikan janji kampanyenya. Banyak kebijakan-kebijakan Mardjoko yang dinilaii kontroversial seolah menjadi batu sandungan yang menjatuhkan citra Mardjoko itu sendiri. Banyak kalangan yang mengkritisi kepemerintahan Mardjoko dengan dingin. Pro dan kontra kebijakan-kebijaknya terus bergulir. Namun secara objektif memang pada kepemerintahan Mardjoko perkembangan ekonomi Banyumas naik 5 kali lipat dan pembangunan kota pun terus berjalan, Purwokerto pun di poles dengan apik yang membuat semakin nyamannya warga untuk tinggal dan wahana rekreasi bagi para turis serta secara tidak langsung bertujuann guna mengundang para investor untuk mau menginvestasikankan dananya di kabupaten Banyumas. “Membangun Banyumas Dengan Investasi” memang di nilai sukses pada saat kepemerintahan Mardjoko. Dalam bidang ekonomi dan pembangunan kota Mardjoko memang dinilai luar biasa dalam memimpin Banyumas.
Akan tetapi, dalam bidang kebudayaan Mardjoko selalu mendapatkan hujatan dari para budayawan serta tokoh-tokoh masyarakat karena banyak kebijakannya yang penuh dengan kontroversi. Walaupun PAD Banyumas naik 5 kali lipat namun hal ini mendapat sanggahan dari GAM yang muncul mewakili aspirasi masyarakat. GAM meneriakan bahwa perkembangan Banyumas hanya berpusar di kota saja dan menjadikan desa-desa di kabupaten Banyumas menjadi terbengakalai. Janji kampanye Mardjoko yang hendak mendirikan pabrik kecap di Cilongok kini hanya menjadi isapan jempoll belaka. GAM menambahkan bahwa naiknya laju perkembangan ekonomi Banyumas tidak di nikmati oleh seluruh masyarakat Banyumas. Teriakan-teriakan kekecewaan dari GAM ini tentu sangat berpengaruh bagi suhu perpolitikan Banyumas mengingat PILKADA Banyumas yang tinggal menghitung hari.. Gerakan yang mengatasnamakan kekecewaan masyarakat ini banyak mendapat tudingan  miring dari masyarakat maupun media akan adanya kampanye hitam dari calon lain guna menjatuhkan Mardjoko. Namun setelah diklarifikasi GAM menyatakan bahwa mereka adalah gerakan yang murni kekecewaan masyarakat yang tidak memihak kepada siapapun dan calon manapun. GAM hanya mengharapkan siapapun Bupati Banyumas yang terpilih bisa memajukan dan membawa Banyumas kearah yang lebih baik. Namun, kontroversi terus bergulir dengan munculnya calon yang disebut-sebut jago dari GAM yaitu Muchsonudin S. Ag yang memiliki visi misi yang sama dengan GAM pada pembangunan desa yang juga disebut sebagai poros tengah yang berdiri diantara dua kekuatan Mardjoko dan Hussein yang terbelah. Munculnya Muchson ini tentu sangat berpengaruh dalam desas desus kenetralan GAM yang masih banyak dipertanyakan.  Melihat situasi ini keobjektifan masyarakat Banyumas sedang diuji, masyarakat harus lebih cerdas dalam memilih calon bupati sesuai hati nurani tanpa mencampuradukan  isu yang berkembang. Dan secara tidak langsung kasus ini memang memberikan pendidikan politik tersendiri bagi masyarakat khususnya warga Banyumas. Jadi kesimpulanya masyarakat sendirilah yang harus menyimpulkan dan memilih, yang penulis harapkan dengan kemunculan gerakan ini tidak menimbulkan konflik-konflik yang berdampak buruk bagi wajah demokrasi di Banyumas.


Bibliografi
Durorudin Mashad , konflik antar elit politik lokal , ed. Moch Nurhasim   (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005)
Nurhasim, Muhammad. 2005. Konflik Antar Elit Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  You Tube, volume 1. “ Gerakan Anti Mardjoko”. Flv,  2012.
  Purwoko, Profil Bupati Banyumas”, Wordpress.com, dalam       http://purw0ko.wordpress.com/profil-bupati-banyumas/(diakses 5 januari 2013)
   Huda, Eko S “ Mardjoko Ambisi Investasi Bupati Ngapak”, Viva news.com, 25 oktober 2012, dalam http://sorot.news.viva.co.id/news/read/362470-mardjoko--ambisi-investasi-bupati-ngapak (diakses 5 januari 2013)
 Soemargo,Anung. Padepokan Seni Satria. Oleh Fito Akhmad Erlangga. Desember 2012.



[1] Purwoko, Profil Bupati Banyumas”,  wordpress.com, dalam http://purw0ko.wordpress.com/profil-bupati-banyumas/(diakses 5 januari 2013)
[2] Eko huda, “ Mardjoko Ambisi Investasi Bupati Ngapak”, Viva news.com, 25 oktober 2012, dalam http://sorot.news.viva.co.id/news/read/362470-mardjoko--ambisi-investasi-bupati-ngapak (diakses 5 januari 2013)
[3] Wawancara dengan Anung Soemargo, Desember  2012.
[4]Eko huda, “ Mardjoko Ambisi Investasi Bupati Ngapak”, Viva news.com, 25 oktober 2012, dalam http://sorot.news.viva.co.id/news/read/362470-mardjoko--ambisi-investasi-bupati-ngapak (diakses 5 januari 2013)  
[5]Durorudin Mashad, dkk , konflik antar elit politik lokal , ed. Moch Nurhasim (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005), 6.
[6]  You Tube, vol 1. “ Gerakan Anti Mardjoko”. Flv,   2012.
[7]  Alumni jpn, “Jelang pilkada muncul GAM “, jawa pos national network.politik, 2 november 2012, dalam http://www.jpnn.com/read/2012/11/02/145542/Jelang-Pilkada-Muncul-GAM-( diakses 5 januari 2013)
[8] Wawancara dengan Mohammad  Najib, 5 Januari 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar