Rabu, 12 November 2014

Psikologi Politik: Hubungan Sejarah Budaya Korupsi dengan Budaya Korupsi Saat Ini

Pada saat ini sangat marak dengan yang namanya kasus korupsi, korupsi merupakan sebuah pelanggaran hukum yang bisa dikatakan sangat merugikan masyarakat terutama masyarakat Indonesia. Namun apa yang bisa dilakukan masyarakat jika ternyata yang terjadi adalah bahwa yang melakukan tindakan korupsi adalah orang-orang yang sudah berkelebihan dalam harta dan yang mempunyai wewenang dalam menghentikan permasalahan korupsi, kemungkinan yang terbesar adalah masyarakat hanya dapat menonton apa yang terjadi dari kejauhan dan tidak dapat melakukan hal lain. Dalam permalahan korupsi di Indonesia masyarakat pada umumnya hanya mendengar kasus korupsi baru-baru ini saja atau baru terdengar di pertengahan dan semakin merebak di akhir  pemerintahan bapak Soeharto, tetapi apabila ingin melihat secara lebih dalam kenyataan yang terjadi adalah bahwa korupsi sudah terjadi sejak masa orde lama berlanjut ke orde baru dan masih terbawa hingga ke masa reformasi. Akibat yang timbul pada masa reformasi adalah ketika  korupsi yang sudah ada sejak lama ini menjadi sebuah budaya yang semakin sulit untuk dikikis dalam kehidupan para pejabat negara. Kenyataan yang terdapat pada kehidupan masa reformasi kali ini memang cukup menyakitkan jika dilihat pada kenyataanya bahwa semua yang terjadi pada masa reformasi ini adalah peninggalan dari nenek moyang bangsa Indonesia sendiri dan dari keseluruhan peninggalan itu, menyebabkan keterkaitan yang sampai sekarang masih terus dibawa meskipun sudah mengalami beberapa kali pergantian generasi.
Kata Kunci: Korupsi, orde lama, orde baru dan masa reformasi

PENDAHULUAN
            Birokrasi adalah alat kekuasaan untuk menjalankan keputusan-keputusan politik[1]. Banyaknya birokrasi yang merebak di Indonesia seperti birokrasi pada saat pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk) dimana masyarakat tidak perlu untuk mengeluarkan biaya, malah diharuskan untuk melakukan pembayaran yang biayanya sudah ditentukan oleh para birokrat tersebut. Perilaku birokrat yang secara langsung maupun tidak langsung ditiru oleh generasi seterusnya inilah, yang akan kita sebut dengan budaya korupsi.
Korupsi yang pada saat ini sudah menjadi topik atau perbincangan khalayak umum rupanya sudah menjadi budaya bagi para petinggi negara. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi[2]. Disamping berasal dari budaya yang menjadikan korupsi suatu permasalahan yang terselesaikan ada beberapa sebab lagi yang mendukung keberadaan korupsi untuk tumbuh subur di Indonesia diantaranya: Pemerintahan kolonial, sistem pemerintahan yang baru saja terbebas dari penjajahan dan mulai memasuki era demokrasi menyebabkan adanya culture shock dan keinginan untuk lebih memiliki dibandingkan orang lain. Dari begitu banyak hal yang menyebabkan adanya korupsi, akan difokuskan kepada hal yang menjadi dasar dari adanya korupsi yaitu budaya. Dari penjelasan yang telah tertera diatas , korupsi dapat dikatakan sebagai salah satu budaya yang berakar didalam tubuh bangsa Indonesia.
Budaya korupsi dapat dikatakan sebagai salah satu budaya negatif yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, karna korupsi memiliki pengertian bahwa korupsi adalah perilaku pejabat publik, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka[3]. Korupsi tentunya menjadi hal yang melanggar hukum karena bila dipandang secara umum tentunya akan sangat merugikan masyarakat dan oleh sebab itu maka dibuatlah  Undang-Undang yang mengatur mengenai pemberantasan korupsi.
Undang-Undang yang mengatur tentang pemberantasan korupsi terdapat didalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hukuman yang mengancamnya adalah tindak pidana penjara minimal empat tahun dan denda sebesar dua ratus juta rupiah[4]. Undang-Undang yang dibuat ini mengacu pada perilaku para petinggi negara yang sudah melakukan tindak korupsi sejak zaman aksara, kolonialisme, dan masa-masa selanjutnya.
Zaman sejarah pada masa lalu mengingatkan kita akan VOC yang menjadi dewan rakyat pada masa zaman Belanda. Dapat diketahui bahwa didalam perkembangannya, VOC bubar dikarenakan perilaku korupsi yang dilakukan oleh para petinggi didalam VOC sendiri. Perilaku inilah  yang mungkin masih dicontoh oleh para petinggi negara sampai saat ini.
Para petinggi negara yang dimaksudkan bukan hanya para petinggi negara yang kita kenal pada saat ini, melainkan seluruh petinggi negara yang bekerja pada masa orde lama dan orde baru. Para petinggi negara ini menjadikan kekuasaan mereka dalam memerintah untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperdulikan masyarakat, sehingga pada akhirnya masyarakatlah yang akan mengalami kerugian yang terbesar. Yang menyebabkan banyaknya uang masyarakat yang seharusnya dipakai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luas, malah dipakai untuk kepentingan diri sendiri.
Keegoan merekalah yang menyebabkan semakin banyaknya anak-anak dipinggir jalan yang luntang-lantung tanpa tujuan yang jelas. Yang tersisa dari tindakan korupsi hanyalah kesedihan yang terjadi di berbagai pihak. Untuk membahas secara lebih jelas mengenai korupsi, korupsi pada masa orde lama, orde baru, dan keterkaitannya dengan perilaku korupsi masa kini.

Korupsi pada masa orde lama
Sebelum membahas mengenai korupsi dimasa orde akan lebih baik lagi jika terlebih dahulu membahas bagaimanakah yang terjadi pada masa pasca reformasi, pada masa kerajaan, dan pada masa Belanda menjadi tuan-tuan atas tanah negeri ini. Pada masa Kerajaan, mungkin yang banyak masyarakat ketahui bahwa masing-masing kerajaan pada masa lalu hancur karena adanya pecah belah yang terjadi didalam intern kerajaan. Tapi apabila kita melihat lebih dalam sebenarnya yang terjadi ada orang-orang ekstern yang ikut campur tangan dalam perpecahan tersebut. Orang ekstern yang ikut campur adalah bangsa Belanda yang menggunakan sebuah sistem untuk memecahbelah yang sering disebut dengan Devide at Impera[5].
Belanda memperdayakan sistem devide at impera karena politik pecah belah akan meghasilkan, hasil yang sangat cukup memuaskan dan dapat meruntuhkan kerajaan-kerajaan Jawa yang sangat terkenal dengan sistem perfeodalan yang dianut pada masa itu. Perfeodalan yang cukup kental ini menyebabkan adanya keinginan untuk setiap orang yang menjabat jabatan tertinggi menjadikan setiap kerabatnya menjadi sama dengan dia. Dengan perfeodalan yang cukup tinggi inilah, bangsa Belanda menggunakan devide at impera untuk memecahbelahkan setiap kerabat kerajaan secara perlahan-lahan dan dengan mudah menaklukan kerajaan-kerajaan yang ada di nusantara.
Setelah selesainya masa Kerajaan di Indonesia akan dilanjutkan dengan mulainya masa pasca kemerdekaan dan masa orde lama. Didalam masa paska kemerdekaan salah satu organisasi yang bubar adalah VOC[6] atau dewan rakyat yang dibentuk oleh pemerintah Belanda yang menjabat. Seperti yang banyak orang-orang katakan VOC bubar dikarenakan kebanyakan dari pegawainya melakukan korupsi dan tidak menguntungkan ke pihak Belanda, sehingga akhirnya dibubarkan.
Bubarnya VOC menjadi salah satu contoh bahwa ternyata korupsi memang sudah terjadi sejak Belanda datang ke Indonesia bahkan sejak adanya Kerajaan-kerajaan di Indonesia. Pembahasan akan lebih menarik lagi jika lanjutkan ke pembahasan mengenai tindakan yang dilakukan untuk menangani korupsi pada masa orde lama. Mungkin banyak khalayak umum yang tidak menyangka bahwa korupsi sudah terjadi pada masa orde baru, karena yang mereka tahu ketika orde lama adalah masa dimana Indonesia sudah merdeka dari para penjajah.
Secara umum pandangan mengenai hal merdeka(terbebas dari penjajah) adalah benar. Namun, secara tidak langsung pula masyarakat pada saat itu tidak menyadari bahwa pada saat yang sama mereka sedang dijajah oleh bangsa mereka sendiri, yang sedikit demi sedikit menggerogoti kekayaan mereka melalui cara korupsi. Dimulai dari korupsi kecil-kecilan yang tidak ketahuan hingga korupsi yang ketahuan oleh presiden, untuk menghentikan atau meminimalisir semakin banyaknya tindakan korupsi, presiden Soekarno yang menjabat pada masa orde lama tersebut segera membuat sebuah organisasi yang memiliki tugas untuk menyelidiki harta milik para pejabat negara.
Organisasi yang dibentuk adalah organisasi yang bernama PARAN (Panitia Retooling Aparatur Negara) yang dibentuk oleh pemerintah melalui Undang-Undang Keadaan Bahaya. Dalam menjalankan tugasnya PARAN membuat sebuah sistem yang mengharuskan setiap pejabat negara dalam masa itu untuk mengisi sebuah formulir yang berisikan data-data harta pejabat yang apabila sudah selesai diharapkan dikumpulkan kepada PARAN, namun para menteri malah meminta data tersebut untuk diberikan langsung kepada Presiden.  Karena para pejabat negara yang diminta untuk menyerahkan formulir ini berlindung kebelakang presiden oleh karena itu mereka tidak dapat untuk diperiksa, maka apa yang diharapkan pada PARAN menjadi sesuatu yang mustahil pada saat itu.
Karena kegagalan dari organisasi PARAN maka dibentuklah sebuah lembaga yang tetap diketuai oleh A.H Nasution[7], yaitu lembaga yang  bernama operasi Budhi. Operasi Budhi ini memiliki fokus kepada perusahaan-perusahaan dan lembaga-lembaga negara yang memiliki kesaratan dengan tindakan korupsi, dan tugas mereka adalah untuk meneruskan kasus-kasus yang belum sempat untuk diperkarakan kemeja hijau. Dalam menjalankan tugasnya Operasi Budhi berhasil untuk mengamankan beberapa belas miliar uang negara dalam jangka waktu tiga bulan.
Setelah beberapa waktu menjalankan tugasnya, Soebandrio[8] dalam sebuah rapat menyatakan bahwa Operasi Budhi menganggu prestise Presiden, ini adalah salah satu ganjalan yang dialami Operasi Budhi dalam melakukan tugasnya. Disamping hal itu ada satu ganjalan lagi yang menjadikan Operasi Budhi gagal dan akhirnya dibubarkan yaitu, pandainya para pengusaha maupun pejabat dalam hal berkelit, mereka melakukan tugas keluar negeri sehingga ketika mereka ingin diperiksa dengan mudah mereka mempunyai alasan untuk mangkir dari panggilan pemeriksaan tersebut. Begitu juga yang terjadi ketika yang dipanggil adalah bawahan dari pejabat tersebut, dengan mudah mereka mengatakan bahwa mereka belum mendapatkan ijin dari atasan dan dengan demikian mereka tidak mungkin untuk meninggalkan tempat, sehingga pemerikasaan yang seharusnya hanya membutuhkan waktu yang singkat menjadi membutuhkan waktu yang lama. Bahkan kasus tersebut tidak akan disentuh lagi karena sudah kehabisan waktu dalam penanganannya.
PARAN dan Operasi Budhi[9] adalah dua cara yang dilakukan oleh para penguasa masa orde lama untuk menghentikan merebaknya korupsi. Apa daya kedua cara yang telah dilakukan tidak menghasilkan sebuah hasil yang memuaskan. Bagaimanakah kelanjutannya pada masa orde baru? Inilah yang akan dibahas pada sub bab kedua mengenai korupsi dimasa orde baru.

Korupsi Masa Orde Baru
Korupsi pada masa orde baru, masyarakat yang lahir pada masa saat ini tentunya sudah sangat sering mendengar bahwa pada masa orde baru ini, adalah sebuah masa yang menjadi titik tolak dari masa orde baru ke masa reformasi. Pada masa ini sering dikatakan salah satu alasan berubahnya masa orde baru ke reformasi adalah karena tingginya tingkat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme yang terjadi. Apakah benar pada masa ini korupsi sangat tinggi tingkatannya? Untuk mengetahui kejelasan seberapa tingginya korupsi yang terjadi dalam masa ini, dapat ditelusuri dalam beberapa paragraf dibawah ini.
Diawal pemerintahan Bapak Soeharto[10] sebagai presiden yang menjabat dimasa orde lama, beliau sangat berkobar-kobar semangatnya untuk memberantas korupsi namun apa daya yang terjadi justru ditahun-tahun selama beliau menjabat ternyata korupsi semakin meningkat dan termasuk menjadi salah satu dari kelima negara yang termasuk sebagi negara terkorup. Dalam usahanya memberantas korupsi, Bapak Soeharto membentuk sebuah organisasi yang bernama organisasi TPK.
TPK[11] adalah organisasi Tim Pemberantas Korupsi yang dibentuk untuk memberantas korupsi disendi-sendi pemerintahan. Pekerjaan yang dilakukan oleh TPK memang bukanlah pekerjaan yang mudah, sehingga para mahasiswa yang tetap melihat banyaknya korupsi yang terjadi pada masa itu melakukan unjuk rasa dan meminta Soeharto untuk membuktikan janjinya tersebut. Untuk memuaskan perasaan dari mahasiswa dan untuk menunjukkan kesungguhannya dalam memberantas kasus korupsi yang merajalela beliau membuat sebuah kelompok pemberantas korupsi yang dikenal dengan Komite Empat.[12]
Komite Empat adalah sebuah organisasi yang dibentuk dari golongan tua-tua yang berisikan Prof. Johannes, I.J Kasimo, Mr Wilopo dan A. Tjokroaminoto. Tugas utama mereka adalah untuk membersihkan korupsi yang banyak terjadi di Telkom, Pertamina, CV. Waringin, Bulog,  dan Departemen Agama. Ketika mulai bekerja komite empat menemukan sebuah indikasi korupsi pada Pertamina.  Pertamina yang dikepalai oleh Ibnu Sutowo pada tahun 1970an diketahui bahwa memiliki uang simpanan sebesar Rp 90,48 Miliar yang didapatnya dari kongkalikong dengan pihak Jepang. Setelah indikasi ini tercium dan hendak untuk dilaporkan kepada pemerintahan, yang terjadi adalah tidak adanya tanggapan dari pihak pemerintah. Akibatnya penyelidikan yang telah dilakukan oleh Komite Empat akhirnya diakhiri sampai disitu saja.
Kehilangan Komite Empat sama artinya dengan kehilangan salah satu cara lagi untuk menghilangkan korupsi dari tubuh Indonesia. Namun, rupanya bapak Soeharto tidak kehilangan akal untuk mewujudkan impiannya untuk memberantas korupsi didalam negerinya. Untuk yang kesekian kalinya membentuk sebuah organisasi yang tetap bertugas untuk memberantas korupsi, nama organisasi yang dibentuk kali ini adalah Opstib (Operasi Tertib) yang dikepalai oleh Sudomo[13].
Sudomo selaku kepala Opstib, tentunya memiliki kekuasaaan untuk memutuskan sistem apa yang akan dipakai dalam menjalankan tugasnya. Ternyata ada satu ganjalan dalam pelaksanaan sistem yang akan dijalankannya, yaitu dari Nasution. Nasution mengatakan apabila ingin memberantas korupsi harus dimulai dari dalam diri sendiri. Mungkin dari sinilah awal hilangnya Opstib[14] tanpa menyisakan suatu tanda apapun.
Dari ketiga lembaga, kelompok ataupun organisasi yang dibuat dimasa orde baru, terbukti ketiganya tidak mampu memberikan hasil yang memuaskan, karna ketiganya terganjal dari berbagai pihak, baik pihak eksten maupun intern. Alhasil, korupsi semakin merebak dan meninggalkan budaya hingga pada masa reformasi yang pada saat ini kita hadapi korupsi tetap merajalela tanpa ada yang dapat mengakhiri. Untuk lebih memahami korupsi pada masa reformasi dan keterkaitannya dengan masa orde lama dan orde baru akan dibahas didalam subbab ketiga.

Korupsi masa reformasi dan keterkaitannya dengan korupsi orde baru dan orde lama
            Korupsi masa reformasi, sudah menjadi makanan atau sarapan pagi masyarakat yang menonton televisi sebelum berangkat kerja atau sekolah. Bahkan anak-anak kecil yang seharusnya sedang menonton kartun atau bermain dengan teman sebayanya, kini sudah mengerti apa itu korupsi bahkan mereka mulai mencontoh apa yang dilakukan oleh para koruptor kepada orang tua mereka, dan mereka menjadi salah satu koruptor-koruptor kecil yang mungkin saja akan dibawa sampai mereka dewasa. Seburuk itulah korupsi yang sudah terjadi di masa reformasi ini khususnya dibeberapa tahun terakhir ini.
         Sebelum sampai kepada pembahasan mengenai korupsi dalam beberapa tahun ini, sebaiknya pembahasan diawali dengan usaha pemberantasan korupsi yang dilakukan setelah Presiden Soeharto turun dari jabatannya dan digantikan oleh Bapak B.J Habibie. Beliau mengeluarkan sebuah UU No 28 Tahun 1999  Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN serta membentuk beberapa organisasi untuk mengawasi adanya tindakan korupsi yang mungkin dilakukan baik pejabat negara maupun perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia. Beberapa lama setelah beliau menjabat sebagai Presiden dan menghabiskan masa jabatannya, diangkatlah Presiden baru yaitu Bapak Abdurrahman Wahid.
       Bapak Presiden yang menggantikan kedudukan Bapak B.J Habibie ini rupanya memiliki sebuah rencana untuk membuat sebuah organisasi yang dinamakan TGPTPK ( Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) namun setelah berjalan beberapa waktu ternyata TGPTPK[15] dibubarkan oleh beliau entah karena alasan apa. Mahasiswa yang mengetahui hal inipun segera melakukan unjuk rasa, dan dimulai dari sejak itu maka upaya pemberantasan korupsi dimasa Gusdur pun terhenti.
Selain dari sikap Gusdur yang sulit untuk ditebak dengan membubarkan TGPTPK secara mendadak, pada masa pemerintahannya Gusdur juga sering melakukan pertemuan-pertemuan yang dilakukan diluar agenda kepresidenan dan dilakukan diluar tempat-tempat yang pantas sebagai seorang Presiden. Dari hal-hal tersebut timbulah kecurigaan bahwa Gusdur diduga melakukan sebuah tawar menawar yang tinggi dalam pembuatan sebuah keputusan dan akhirnya pada suatu saat Gusdur tersandung dalam sebuah kasus Buloggate dan Bruneigate.
Didalam kedua kasus ini diketahui bahwa Gus Dur terkena kasus yang ada sanggut pautnya dengan keuangan dan praktik keuangan tersebut dilakukan oleh mantan tukang pijitnya (Suwondo) yang mengatakan bahwa dia diperintahkan oleh Gus Dur untuk mengambil uang sebesar 4 juta Amerika dari tangan Bulog dan ternyata kebenarannya adalah tidak seperti yang dikatakan olehnya, bahwa Gus Dur tidak pernah untuk memerintahkan oleh karena itu maka diberi nama kasus Buloggate. Kasus yang kedua juga masih berhubungan dengan kasus uang yang diderita oleh Gus Dur ketika berkunjung ke Brunei Darussalam untuk mengajak Sultan Brunei untuk menanamkan modal sebesar dua juta dollar Amerika di Aceh, sultan yang menghargai Gus Dur karena beliau adalah seorang ulama.
Setelah sultan untuk memutuskan setuju untuk menanamkan modalnya di Aceh, kenyataanya ternyata uang yang telah diberikan oleh Sultan tersebut tidak dipublikasikan ke khalayak umum dan langsung menyimpan uangnya ke rekening pemerintah, namun Gus Dur berkelit dengan alasan bahwa Sultan Brunei tidak menginginkan batuan tersebut untuk diketahui oleh masyarakat luar. Dari dua kenyataan tersebut, maka masyarakat yang sudah mulai tidak suka dengan Gusdur menginginkan Gus Dur untuk turun dari jabatannya, dan lengserlah beliau dari jabatannya. Hal tersebut adalah contoh dari beberapa kasus yang terjadi dimasa reformasi sampai pada masa pemerintahan Gus Dur lain halnya dengan masa pemerintahan Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono, untuk mengetahui apa yang terjadi pada masa pemerintahan keduanya, akan dibahas dalam paragraf berikut ini.
Masa pemerintahan Megawati dimulai sejak lengsernya Gus Dur dari bangku Kepresidenan. Masa pemerintahan Megawati tidak ada satu tindakan yang lebih lagi dari pada masa pemerintahan Gus Dur atau bisa dikatakan dalam masa pemerintahannya, korupsi tetap berkembang dan semakin meluas dari apa yang banyak dibayangkan oleh masyarakat umum. Didalam pelaksanaan pemberantasan korupsi yang terjadi adalah bukannya membuat para koruptor jera justru membuat banyak koruptor melengang bebas, mangkir dari panggilan dengan alasan berobat keluar negeri. Hal ini ternyata masih diturunkan dalam keadaan korupsi pada zaman yang masih dicontoh oleh salah satu yang dilakukan oleh Nunun Nurbaeti[16] dalam kasus cek dana pelawat dengan alasan berobat, rupanya berniat untuk melarikan diri.
Korupsi masa reformasi, ternyata semakin banyak menimbulkan motif-motif baru yang dapat dilakukan baik untuk melarikan diri dan kesempatan untuk melakukan korupsi selalu terbuka. Pada masa reformasi yang melakukan korupsi bukan hanya para pejabat politik saja, tetapi sudah merebak sampai kecabang olahraga, dinas kepolisian, dan bahkan sampai ke bidang-bidang lainnya seperti bidang agama. Tiba saatnya untuk pembahasan mengenai korupsi yang merebak dimasa pemerintahan Susilo Bambang Yudohyono.
 Beberapa contoh mengenai korupsi yang terjadi didalam era reformasi ini akan dibahas didalam paragraf berikut ini. Untuk contoh pertama akan dibahas mengenai Angelina Sondakh dengan kasus Hambalang yang menjeratnya dengan hukuman dua belas tahun penjara. kasus kedua yang akan dibahas mengenai kasus yang dialami oleh Inspektur Jendral Djoko Susilo yang tersandung kasus simulator SIM yang sampai saat ini masih menjalani pemeriksaan, dilanjutkan dengan tindakan korupsi yang terjadi di dalam Departemen Agama mengenai kasus korupsi Al-quran dilanjutkan dengan kasus-kasus lainnya. Belum selesainya kasus departemen Agama sudah ditambah lagi dengan kasus dana Hambalang dengan tersangka baru yaitu Andi Malaranggeng yang masih aktif menjabat sebagai Menteri Pemuda dan  Olahraga dan kasusnya masih didalam penanganan KPK hingga pada saat ini.
Kasus yang menjerat Andi Malaranggeng, Angelina Sondakh, dan Djoko Susilo adalah kasus yang sama yaitu kasus korupsi yang mungkin mereka tiru dari keadaan latar belakang budaya yang sejak dulu telah dilakukan oleh nenek moyang kita. Latar belakang budaya yang negatif, tentunya akan berpengaruh kepada generasi kedepannya, seperti yang sekarang dialami pada masa reformasi ini, seandainya pada masa orde lama dan orde baru permasalahan korupsi dapat diselesaikan dengan cepat dapat terjadi kemungkinan bahwa dalam masa reformasi ini akan terjadi perubahan yang signifikan dalam hal menurunnya tingkat pidana korupsi yang dilakukan oleh para pejabat tinggi negara.
Sudah banyak hal yang dilakukan dalam upaya pemberantasan korupsi misalnya dengan membuat sebuah lembaga yang dikenal dengan nama KPK (Komisi Pemberantas Korupsi) yang sudah mulai dibentuk pada tahun 2003 tepatnya pada bulan Desember yang bertugas untuk memperkecil adanya tindakan untuk berlaku korupsi. Selama dalam menjalankan tugasnya KPK sudah banyak mengungkap kasus-kasus seperti kasus korupsi di century, dana hambalang, kasus simulator SIM hingga kasus dana pengadaan Al-quran. Dan diharapkan untuk kedepannya dapat lebih baik lagi dan menghapuskan adanya korupsi di negara ini.

PENUTUP
Boleh dikatakan apa yang dilakukan oleh pemerintah masa reformasi sama dengan apa yang dilakukan oleh pemerintahan pada masa orde lama dan orde baru, namun yang membedakan adalah hasil akhirnya dan diharapkan membawa dampak positif bagi masyarakat Indonesia. Didalam beberapa paragraf berikut ini akan membahas mengenai keterkaitan korupsi masa orde lama, orde baru dan reformasi dimulai dari prosesnya yang ditiru oleh pejabat masa kini. Proses yang ditiru adalah proses untuk memperkaya keluarganya dengan melakukan korupsi, seperti yang dilakukan pada masa kerajaan dan seperti yang dilakukan VOC dalam masa Belanda.
Selain dengan proses untuk memperkaya diri sendiri dan keluarga, korupsi yang dilakukan pada masa ini, banyak terkait dengan kasus-kasus politik yang juga sama dengan praktik orde baru. Satu hal lagi yang menarik mengenai keterkaitan korupsi dimasa lalu da sekarang adalah mengenai kasus yang belum lama muncul ditelevisi mengenai kasus siapakah yang harus menyelesaikan kasus simulator SIM, kasus yang menyangkutkan salah seorang perwira polisi ini sempat memanas, karna POLRI dan KPK beradu argumen untuk mengkaji kasus ini lebih dalam, kasus ini sama halnya dengan kasus yang ada di orde baru dalam Opstib yang terjadi antara Nasution dan Sudomo yang mempermasalahkan mengenai bagaimanakah seharusnya sistem yang harus dijalankan, POLRI tentunya ingin membela anggotanya, namun dalam hal ini KPK tidak boleh menghilang sama seperti opstib yang menghilang setelah permasalahan yang terjadi dengan Nasution.
Ketiga hal tadi rasanya sudah cukup untuk membuktikan bahwa korupsi yang terjadi di Indonesia dikarenakan budaya yang sudah mendarah daging yang bermula dari nenek moyang bangsa Indonesi sendiri. Ya, sudah jelas bahwa korupsi yang terjadi selama ini adalah kesalahan dari hal negatif yang sudah ada sejak dulu, belum dapat diselesaikan dan akhirnya menjadi salah satu budaya bagi anak cucu bangsa ini. Yang dapat kita lakukan agar didalam masa depan tidak terjadi lagi hal yang sama pada masa depan adalah mengurangi budaya korupsi yang ada pada masa ini, sehingga pada masa depan budaya negatif ini sudah bukan menjadi budaya yang dipelihara oleh anak dan cucu kita dimasa depan, sehingga masyarakat depan akan lebih baik adanya daripada masyarakat yang sekarang dan terbebas dari korupsi yang menghimpit rakyat. Untuk mewujudkan keinginan dalam penumpasan korupsi yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah dengan memulai dari diri sendiri, lalu diajarkan ke anak sedini mungkin dan menularkannya ke lingkungan dimana individu itu tinggal. Dengan pengenalan mengenai korupi dari sejak dini, diharapkan setiap anak-anak pada masa depan akan lebih kritis lagi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut kebutuhan hidup banyak orang, dan tidak merugikan banyak orang.


Daftar Pustaka:
Ahira,Anne. “Birokrasi Pemerintah.” anneahira.com, diakses 18 Desember 2012. http://www.anneahira.com/birokrasi-pemerintah.html.
Al-Fath Ganessa “Kasus Hambalang 2 Rumah Paul Nelwal Tak Luput dari Penggeledah KPK.
http://news.detik.com/read/2012/11/02/162139/20080040/10/kasus-hambalang-2-rumah-paul-nelwal-tak-luput-dari-penggeledahan-KPK?9911012 2 November 2012

Baswir, Revrisond. “ Dinamika Korupsi di Indonesia dalam prespektif Struktural.” Jurnal Universitas Paramadina,no.2(2002): 25-34. Diakses 4 Januari 2013. http://olp.uwp.ac.id/www/content/lessons/88/213-resvisond_baswir.pdf

Cottam.Martha, dkk. Pengantar dalam Political Psychology.New Jersey. London: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 2004.
“Definisi Budaya Pengertian Kebudayaan.” duniabaca.com. 01 Maret 2011. http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html.
H. Alatas, S. Korupsi Sifat, Sebab, dan Fungsi. Diterj. Oleh Nirwono. Jakarta: LP3ES.1987.
Kementrian, Galeri Keuangan. “Sejarah Korupsi.” Galerikemenkeulib.blogspot.com. 23 Agustus 2012. Galerikemenkeulib.blogspot.com/2012/08sejarah.korupsi.html.
“KPK vs Koruptor Siapa pemenangnya?.” politik.kompasiana.com. 04 April 2011. http://politik.kompasiana.com//2011/10/04/kpk-vs-koruptor-siapa-pemenangnya/
Salam, Abdul, “ Kekuasaan dan Korupsi Praktik Niermoral Pejabat Publik Pasca Orde Baru,” e-journal UMM, no.1(2010): 169-180 diakses 3 Januari 2012, e.journal.umm.ac.id/index-php/salam/article/viewfile/459/466_umm_scientific_journal_pdf
Soedarso, Boesono. Latar Belakang Sejarah dan Kultural Korupsi di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia(UI-Press), 2009.
“Sejarah KKN di Indonesia”. ktspdiindonesia.com. 24 September 2011.  http://ktspdiindonesia.blogspot.com/2011/09/sejarah-kkn-di-indonesia.html.
“VOC,” Sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com. 26 Maret 2011 http://sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com/2011/03/26/sejarah-voc-vereenigde-oost-indische-compagnie/.
Yosa, “Birokrasi,” Iten-Depdagri, 1 Juli 2010, http://itjen-depdagri.go.id/article-24-birokrasi.html.



[1] Yosa, “Birokrasi,” Itjen-Depdagri, 1 Juli 2010, http://itjen-depdagri.go.id/article-24-birokrasi.html.
[2]Definisi Budaya Pengertian Kebudayaan,” duniabaca.com, 01 Maret 2011, http://duniabaca.com/definisi-budaya-pengertian-kebudayaan.html
[3] “Korupsi,”Wikipedia.com, dimodifikasi terakhir tanggal 26 Oktober 2012(10:36am) http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi/
[4] “Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi” Kpu.go.id, diakses tanggal 29 Desember 2012 http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU%20PNS.pdf
[5] Politik pecah belah yang digunakan oleh Belanda dengan maksud untuk memecah-mecahkan Indonesia agar tidak bersatu menjadi sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
[6] VOC adalah Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) yang sudah ada sejak tanggal 20 Maret 1602. Sebuah perusahaan yang memonopoli perekonomian di Asia yang dikendalikan oleh Belanda. Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur). “VOC adalah,“ sejarahbangsaIndonesia.blog.detik.com, diakses 10 Januari 2013, http://sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com/2011/03/26/sejarah-voc-vereenigde-oost-indische-compagnie/
[7] Seorang Jendral yang hampir menjadi salah satu korban dari keganasan PKI pada tahun 1965. Lahir di Sumatera Utara, 3 Desember 1918. Penggerak pemberantasan PKI di Madiun.
[8] Subandrio salah seorang tokoh yang amat dipercaya pada masa pemertintahan Soekarno, terbukti dari dipercayanya beliau untuk menjabat sebagi menteri luar negeri didalam 4 kabinet. Sempat terkait dengan kasus PKI dan dihukum seumur hidup, namun dilepaskan dengan alasan kesehatan.
[9] Paran (Panitia Retooling Aparatur Negara)  adalah sebuah organisasi yang dibentuk pada zaman orde lama pada tahun 1963 yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Keadaan Bahaya. Operasi Budhi, operasi yang dibentuk pada tahun 1963 atau setelah berakhirnya PARAN  berdasarkan keputusan presiden, dan diketuai oleh A.H Nasution.
[10] Presiden Republik Indonesia kedua, yang merupakan seorang mantan Jendral dalam serangan umum 1 Maret 1949 di Jogyakarta.
[11] TPK atau Tim Pemberantas Korupsi dibentuk pada tahun 1967 melalui Surat Keputusan Presiden.
[12] Komite Empat adalah salah satu yang termasuk kedalam lembaga dalam upaya pemberantasan korupsi dimasa orde baru yang mengalami kegagalan sama sepeti TPK.
[13] Sudomo, seorang purnawirawan TNI yang menjadi kepala dari Opstib dan sempat menjabat sebagai menteri pada masa pemerintahan Soeharto
[14] Opstib adalah salah satu upaya untuk melawan korupsi yang ada pada masa orde baru dan dikepalai oleh Sudomo yang pada masa itu menjaba sebagai Pangkopkamtib.
[15] TGPTPK adalah lembaga yang dibentuk pada masa reformasi yang bertujuan untuk memberantas korupsi dan sibubarkan tanpa alasan yang jelas dimasa pemerintahan Gusdur.
[16] Nunun Nurbaeti adalah isteri dari Adang Darajatun yang tersandung kasus cek pelawat. Melakukan pelarian hingga ke Thailand dan akhirnya tertangkap di Thailand pada bulan Desember 2011 lalu.

4 komentar:

  1. Balasan
    1. Baik, sila kan di copas, semoga bermanfaat dan terima kasih telah berkunjung.

      Hapus
  2. Maaf Pak, Izin Copas ya.... sbg referensi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah berkunjung, sila kan di salin dan gunakan sebaik-baiknya serta terapkan kaidah penulisan dengan benar, semoga bermanfaat.

      Hapus