Jumat, 07 November 2014

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

Terdapat empat karakteristik yang dimiliki oleh kebanyakan UMKM di Indonesia, diantaranya [1]:
a.    Tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan yang memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya.
b.    Rendahnya akses terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang, perantara, bahkan rentenir.
c.    Sebagian besar usaha ini belum memiliki status badan hukum.
d.    Hampir sepertiga UMKM bergerak pada kelompok usaha makanan,minuman, dan tembakau (ISIC31), barang galian bukan logam (ISIC36), tekstil (ISIC32), dan industri kayu, bambu, rotan, rumput, dan sejenisnya termasuk perabot rumah tangga (ISIC33).
Usaha mikro, kecil, dan menengah terdapat beberapa definisi atau pengertian yang beragam disesuaikan pada sudut pandang dan tolak ukur yang digunakan. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menerangkan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. 
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga kerja, yaitu untuk usaha kecil memiliki jumlah tenaga kerja lima sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang. Secara terperinci, definisi usaha mikro kecil dan menengah dijabarkan dalam penjelasan sebagai berikut.
a.    Usaha Mikro
Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Kriteria usaha mikro adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Ciri-ciri usaha mikro :
1.    Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;
2.    Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;
3.    Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;
4.    Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;
5.    Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;
6.    Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;
7.    Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP.
b.    Usaha Kecil
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. 
Kriteria usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
Ciri-ciri usaha kecil :
1.    Jenis barang/komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;
2.    Lokasi/tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah;
3.    Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha;
4.    Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP;
5.    Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwirausaha;
6.    Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal;
7.    Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.
c.    Usaha Menengah
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langusng maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. 
Kriteria usaha menengah adalah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
Ciri-ciri usaha menengah :
1.    Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi;
2.    Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan;
3.    Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll;
4.    Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll;
5.    Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan;
6.    Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.



[1] Mudrajad Kuncoro, 2007, Ekonomika Industri Indonesia : Menuju Negara Industri Baru 2030?, ANDI, Yogyakarta, hlm. 365.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar