Kamis, 02 April 2015

SPT ( Surat Pemberitahuan ) - Pajak

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajakobjek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Kewajiban menyampaikan SPT.
Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sbb : “Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.”
Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :
a.   benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;
b.   lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
c.   jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs diisikan dlm SPT.SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.

 

Terdapat dua macam SPT yaitu:

a.    SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
b.   SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

Jenis formulir SPT Tahunan

Ada beberapa formulir dalam pelaporan SPT ini, diantaranya adalah :
·         formulir 1771
·         formulir 1770
  • formulir 1770S
    • Digunakan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilan dari pekerjaannya lebih dari satu pemberi kerja, atau penghasilannya lebih dari Rp60.000.000,00 setahun, atau Wajib Pajak tersebut memiliki penghasilan lain. Formulir 1770S ini tidak bisa digunakan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
  • formulir 1770 SS
    • formulir SPT Tahunan yang paling sederhana yang ditujukan Wajib Pajak Orang Pribadi yang penghasilannya setahun hanya dari pekerjaan dan jumlahnya tidak lebih dari Rp60.000.000,00 setahun.
  • Bukti Potong 1721- A1 dan atau 1721- A2
    • Formulir keterangan dari pemberi kerja yang menjelaskan pajak dari wajib pajak yang sudah dipotong oleh pemberi Kerja. Formulir ini dilampirkan saat SPT dilaporkan.

Jenis SPT

  1. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26;
  2. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 22;
  3. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26;
  4. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 25;
  5. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
  6. SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 15;
  7. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai;
  8. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pemungut;
  9. SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak;
  10. SPT Masa Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

Pengisian & Penyampaian SPT

Cara mengisi dan penyampaian SPT adalah :
1.      Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan.
  1. Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.

Fungsi SPT

Fungsi SPT adalah :
  • Wajib Pajak PPh
    • Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
      • pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
      • penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
      • harta dan kewajiban;
      • pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.
  • Pengusaha Kena Pajak
    • Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
      • pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
      • pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
  • Pemotong/ Pemungut Pajak
    • Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.

Tempat pengambilan SPT

Setiap WP harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah DJPKantor Pusat DJP, atau melalui website DJP : http://www.pajak.go.id untuk mencetak/ menggandakan/ fotokopi dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya.

Ketentuan Tentang Pengisian SPT

SPT wajib diisi secara benar, lengkap, jelas dan harus ditandatangani. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan oleh WP, harus dilampiri surat kuasa khusus. Untuk Wajib Pajak Badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus/direksi.

Penandatangan SPT
Mengenai kewajiban WP menandatangani SPT, selain diatur dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP, juga disebut dalam Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi bahwa:”WP wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.”
Bagi WP Badan yang berhak menandatangani SPT tersebut adalah pengurus atau direksi (Pasal 4 ayat 2 UU KUP). Meskipun yang dimaksud dengan pengurus sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 32 ayat 4 UU KUP adalah termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, dan termasuk pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali, namun untuk penandatangan SPT sebaiknya tetap orang yang namanya tercantum dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan. Ketentuan mengenai orang yang tidak tercantum namanya dalam akte pendirian beserta perubahannya yang dianggap sebagai pengurus tepat diberlakukan bagi kewajiban perpajakan lainnya seperti misalnya untuk kepentingan penagihan pajak.
SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP.
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP).
Penandatanganan SPT oleh WP / Kuasa WP dapat dilakukan secara biasa, tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan biasa. Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi perpajakan yang ditujukan oleh WP atau kuasanya untuk menunjukan identitas dan status yang bersangkutan. (PMK No. 181/PMK.03/2007)

Ketentuan Tentang Penyampaian SPT

1.   SPT dapat disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP, KP4 atau KP2KP setempat, atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2.   Batas waktu penyampaian:
a.   Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak.
b.   Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa.
c.   SPT Masa, paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak.
d.   SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.
3.   SPT yang disampaikan langsung ke KPP/KP4 diberikan bukti penerimaan. Dalam hal SPT disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai bukti penerimaan.

Penyampaian SPT melalui Elektronik (e-SPT)

Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT secara elektronik (e-Filling) melalui perusahaan Penyedia jasa aplikasi (Application Service Provider) yang ditunjuk oleh DJP. Wajib Pajak yang telah menyampaikan SPT secara e-Filling, wajib menyampaikan induk SPT yang memuat tanda tangan basah dan Surat Setoran Pajak (bila ada) serta bukti penerimaan secara elektronik ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar melalui Kantor Pos secara tercatat atau disampaikan langsung, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian SPT secara elektronik. Penyampaian SPT secara elektronik dapat dilakukan selama 24 (dua puluh empat) jam sehari dan 7 (tujuh) hari seminggu. SPT yang disampaikan secara elektronik pada akhir batas waktu penyampaian SPT yang jatuh pada hari libur, dianggap disampaikan tepat waktu.

Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan

Apabila WP tidak dapat menyelesaikan/ menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian, WP berhak mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang atau dengan cara lain yang ketentuan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan.

Sanksi Tidak Atau Terlambat Menyampaikan SPT

SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda :
1. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp 100 ribu;
2. SPT Tahunan PPh Badan Rp 1 juta;
3. SPT Masa PPN Rp 500 ribu;
4. SPT Masa Lainnya Rp 100 ribu.

Pembetulan SPT

Untuk pembetulan SPT atas kemauan WP sendiri dapat dilakukan sampai dengan daluwarsa, kecuali untuk SPT Rugi atau SPT Lebih Bayar paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan. Sanksi administrasi atas pembetulan SPT dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan 150% dari pajak yang kurang dibayar.

Batas Waktu Pembayaran Pajak

-  Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atas Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir.
-    Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan.
-   Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan.

Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak

Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Wajib Pajak yang alpa tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.

SPT dianggap Tidak Disampaikan.
Dalam Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
a.    SPT tidak ditandatangani;
b.   SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan Per. Menkeu;
c.   SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan WP telah ditegur secara tertulis; atau
d.   SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan / menerbitkan SKP.
Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Dirjen Pajak wajib memberitahukan kepada WP (Pasal 3 ayat 7a UU KUP). SPT tersebut selanjutnya dianggap sebagai data perpajakan.
Mengenai dokumen yang harus dilampirkan pada SPT dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tentang “Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian SPT” dinyatakan bahwa :
SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan;
SPT harus dilampiri dgn keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan UU Pajak;
Ketentuan mengenai dokumen yg harus dilampirkan dlm SPT diatur dgn Peraturan DJP;
Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb:
SPT Tahunan PPh WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dgn laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yg diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. {Ps. 4 ayat (4)}. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU KUP}
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 angka 3 UU KUP).

WP dgn Kriteria Tertentu yg dpt melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu SPT Masa
Dalam Pasal 3 ayat (3a) dan (3b) ditetapkan bahwa WP dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa. WP dengan kriteria tertentu dan tata cara pelaporan diatur dengan atau berdasarkan PMK No. 182/PMK.03/2007 sbb :
1) WP dengan kriteria tertentu dapat menyampaikan 1 (satu) SPT Masa untuk beberapa Masa Pajak sekaligus, yang meliputi:
a.   WP usaha kecil; terdiri dari:
1> WP Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas, yang harus memenuhi kriteria sbb :
a> WP Orang Pribadi dalam negeri; dan
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah); atau
2> WP Badan yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a> modal WP 100% (seratus persen) dimiliki oleh W N I;
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.900.000.000,-; atau
b.   WP di daerah tertentu, adalah WP yg tempat tinggal/kedudukan/kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

2) Tata Cara Pelaporan
a> WP yang termasuk dalam kriteria tertentu yang bermaksud melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Dirjen Pajak paling lambat 2 (dua) bulan sebelum dimulainya masa pajak pertama yang oleh WP akan disampaikan dalam SPT Masa yang meliputi beberapa Masa sekaligus;
b>  Terhadap pemberitahuan secara tertulis dilakukan penelitian;
c>  Apabila berdasarkan penelitian WP tidak memenuhi kriteria, Dirjen Pajak memberitahukan secara tertulis kepada WP.

WP PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT
Berdasarkan PMK No. 183/PMK.03/2007 yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT dapat diuraikan sebagai berikut:
Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu WP Orang Pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP sebagaimana dimaksud dalam UU PPh.
Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 yaitu WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.

Kenali Aturan dalam Pelaporan Pajak

Tahapan ketiga dalam Siklus Hak dan Kewajiban Wajib Pajak (WP) adalah Pelaporan Pajak. Sebagaimana diatur dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), WP menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) sebagai suatu sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang terutang.
Selain itu, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan WP sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak pemotong/pemungut, melaporkan harta dan kewajiban, dan penyetoran pajak dari pemotong atau pemungut yang bersumber dari pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Sehingga SPT mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparat pajak.
Pelaporan pajak dapat disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Pajak (KP2KP) di mana WP terdaftar. SPT dapat dibedakan menjadi (1) SPT Masa dan (2) SPT Tahunan. Yang dimaksud SPT Masa adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak pada masa tertentu (bulanan). Ada 9 (sembilan) jenis SPT Masa, meliputi SPT Masa untuk melaporkan pembayaran bulanan: (1) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, (2) PPh Pasal 22, (3) PPh Pasal 23, (4) PPh Pasal 25, (5) PPh Pasal 26, (6) PPh Pasal 4 (2), (7) PPh Pasal 15, (8) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas BArang Mewah (PPnBM) dan (9) Pemungut PPN.
Sedangkan apa yang dimaksud dengan SPT Tahunan adalah SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada dua jenis SPT Tahunan, yaitu (1) SPT Tahunan PPh WP Badan, dan (2) SPT Tahunan WP Orang Pribadi (OP).
Pada saat ini untuk penyampaian SPT Masa PPN dan SPT Tahunan PPh WP OP khusus formulir 1770S dan 1770SS telah dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-Filing. Penyampaian SPT juga dapat dilakukan secara elektronik melalui aplikasi e-SPT yang dapat diunduh pada situs Direktorat Jenderal Pajak (DJP) www.pajak.go.id.
Ada tanggal batas waktu pembayaran/penyetoran pajak dan batas waktu pelaporan SPT Masa maupun SPT Tahunan. Pertama, untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21/26 dan PPh Pasal 23/26, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
Kedua, untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP OP dan Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masanya adalah tanggal 20 bulan berikutnya. Ketiga, untuk PPh Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP Kriteria Tertentu (diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu pelaporan SPT Masa), maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir masa pajak terakhir, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
Keempat, untuk PPh Pasal 22, PPN dan PPn BM oleh Bea Cukai, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah 1 (satu) hari setelah dipungut, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada hari kerja terakhir minggu berikutnya (melapor secara mingguan).
Kelima, untuk PPh Pasal 22 Bendahara Pemerintah maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada hari yang sama saat penyerahan barang, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 14 bulan berikutnya.
Keenam, untuk PPh Pasal 22 Pertamina, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelumdelivery order dibayar.
Ketujuh, untuk PPh Pasal 22 Pemungut Tertentu maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikutnya.
Kedelapan, untuk PPN dan PPn BM bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.
Kesembilan, untuk PPN dan PPn BM bagi Bendaharawan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 7 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 14 bulan berikutnya.
Kesepuluh, untuk PPN dan PPn BM bagi Pemungut Non Bendaharawan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 bulan berikutnya.
Kesebelas, untuk PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, PPh Pasal 23, PPN dan PPnBM bagi WP Kriteria Tertentu, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sesuai batas waktu per SPT Masa, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah pada tanggal 20 setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir.
Keduabelas, untuk PPh WP OP, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP OP disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.
Ketigabelas, untuk SPT Tahunan PPh WP Badan, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebelum SPT Tahunan PPh WP Badan disampaikan, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Tahunan-nya adalah pada akhir bulan keempat setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.
Terakhir, keempatbelas, untuk PBB, maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah sebagaimana tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) PBB.
Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), sedangkan keterlambatan pelaporan SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah). Selanjutnya untuk keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh WP OP khususnya mulai Tahun Pajak 2008 dikenakan denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), dan keterlambatan pelaporan SPT Tahunan PPh WP Badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Dengan mengetahui batas-batas tanggal pembayaran dan pelaporan perpajakan diharapkan WP lebih patuh dalam menyetorkan pajak ke bank dan melaporkannya sesuai batas waktu yang ditentukan. Bangga Bayar Pajak!

10 Pertanyaan yang Sering Ditanyakan Seputar SPT Pajak

Dikutip dari Buku SPT PPH WP 2013 yang diterbitkan Ditjen Pajak Kementerian Keuangan serta kompilasi dari berbagai sumber, berikut adalah 10 pertanyaan seputar pajak penghasilan dan SPT Tahunan objek pajak pribadi yang masih sering diajukan masyarakat:

1. Apa itu SPT Tahunan?
SPT Tahunan PPh adalah formulalir yang diisi wajib pajak untuk melaporkan identitas diri, harta, kewajiban/utang, penghasilan, dan perhitungan pajaknya setiap tahun

2. Siapa saja yang harus membayar pajak?
Yang diwajibkan mengisi SPT Tahunan antara lain orang pribadi yang telah memiliki nompor pokok wajib pajak (NPWP)

3. Bagaimana cara membuat nomor pokok wajib pajak (NPWP)?
- Masyarakat wajib mendaftarlam diri di kantor pelayanan pajak (KPP) atau KP2KP dengan mengisi formulir pendaftaran.
- wajib pajak orang pribadi cukup mebawa dokomen berupa KTP yang masih berlaku

4. Kapan masyarakat harus membayar pajak?
Batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh (pajak penghasilan) wajib orang pribadi adalah tiga bulan setelah akhir tahun pajak atau pada 31 Maret. 

5. Apa akibatnya kalau kita tak membayar pajak atau melaporkan SPT Tahunan?
- Dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan dari pajak yang terlambat disetorkan
- Dikenakan sanksi administrasi berupa denda Rp 100 ribu untuk SPT Tahunan yang terlambat/tidak disampaikan
- Jika sengaja tak menyampaikan SPT Tahunan dan mengakibatkan kerugian negara, dipidana penjara minimal enam bulan dan maksimal enak tahun. Serta denda paling sedikit dua kali dan maksimal 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar

6. Dimanakah lokasi untuk mengambil SPT Tahunan?
SPT Tahunan PPh WP OP dapat diperoleh di tempat-tempat yang telah ditentukan, yaitu:
a. Kantor Pelayanan Pajak terdekat;
b. Pojok Pajak atau Mobil Pajak keliling yang dapat Anda temui di tempat-tempat keramaian;
c. diunduh melalui situs www.pajak.go.id

7. Kemana wajib pajak menyerahkan SPT Tahunan?
- Untuk SPT Nihil/Kurang Bayar (KB):
a. Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP;
b. Drop Box;
c. Pos/Jasa Ekspedisi yang disertai Bukti Pengiriman Surat ke KPP tempat WP terdaftar;
d. e-Filing (Formulir 1770S & 1770SS).
- Untuk SPT Lebih Bayar (LB)/Pembetulan/SPT Tahunan yang disampaikan setelah batas waktu penyampaian SPT/e-SPT :
a. Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di KPP tempat WP terdaftar;
b. Pos/Jasa Ekspedisi yang disertai Bukti Pengiriman Surat ke KPP tempat WP terdaftar;
c. e-Filing (Formulir 1770S & 1770SS).

8. Bagaimana cara menyetor pajak yang terutang?
- Sarana Penyetoran Pajak
Pajak yang terutang disetorkan ke Kas Negara dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) dengan Mata Anggaran Penerimaan (MAP) 411125 dan Kode Jenis Setoran (KJS) 200. SSP diisi dengan identitas Wajib Pajak, kode jenis, setoran pajak, uraian pembayaran, masa/bulan dan tahun pajak, jumlah pajak serta jangan lupa tanda tangan pembayar/penyetor pajak.
- Tempat Penyetoran Pajak
Pajak yang telah dihitung, disetorkan ke Kas Negara melalui bank tempat pembayaran pajak atau Kantor Pos.

9. Apakah mengisi SPT Tahunan harus membayar pajak?
Orang Pribadi yang mengisi SPT Tahunan tidak selalu harus membayar PPh. Orang Pribadi yang diwajibkan membayar kembali PPh-nya, apabila yang bersangkutan dalam perhitungan pada formulir induknya dinyatakan “PPh kurang bayar” (lihat baris “PPh kurang/lebih bayar”). Bahkan Orang Pribadi akan mendapatkan pengembalian PPh dari KPP apabila dinyatakan dalam formulir induknya “PPh lebih bayar”.

10. Bagaimana jika istri dan anak yang membuat NPWP sebagai anggota keluarga? Apakah wajib mengisi SPT Tahunan?
Istri dan anak yang memperoleh NPWP sebagai anggota keluarga dan Wajib Pajak (Kepala Keluarga/Suami), tidak diwajibkan mengisi SPT Tahunan. Yang diwajibkan mengisi SPT Tahunan untuk yang telah berkeluarga adalah kepala keluarga/suami, kecuali istri yang menghendaki memiliki NPWP sendiri terpisah dengan suami sehingga punya kewajiban juga untuk mengisi SPT Tahunan.


Sumber:
http://www.pajak.go.id/dmdocuments/SPT.pd
http://www.pajak.go.id/content/kenali-aturan-dalam-pelaporan-pajak
http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2009/04/surat-pemberitahuan-spt.html
http://bisnis.liputan6.com/read/529615/10-pertanyaan-yang-sering-ditanyakan-seputar-spt-pajak
http://id.wikipedia.org/wiki/SPT