Menurut
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Anggaran
pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Proses Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan
perencanaan/penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan
peraturan daerah. Oleh karena itu APBD merupakan kesepakatan bersama antara
eksekutif dan legislatif yang dituangkan dalam peraturan daerah dan dijabarkan
dalam peraturan bupati. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dan kemampuan pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman kepada RKPD dalam
rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan
bernegara. APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah pasal 181 dan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
pasal 17-18, yang menjelaskan bahwa proses penyusunan APBD harus
didasarkan pada penetapan skala prioritas dan plafon anggaran, rencana kerja
Pemerintah Daerah dan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati bersama antara
DPRD dengan Pemerintah Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Bab IV
Penyusunan Rancangan APBD Pasal 29 sampai dengan pasal 42 dijelaskan bahwa
proses penyusunan RAPBD berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum APBD,
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana Kerja Anggaran SKPD
(RKA-SKPD).
ELEMEN APBD
APBD terdiri atas (elemen) anggaran
pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Seperti yang disebutkan dalam
pengganggaran berbasis kinerja bahwa Struktur anggaran kinerja terdiri atas
elemen-elemen pendapatan, belanja, dan pendanaan daerah yang memberikan
gambaran antara lain mengenai:
· Sasaran yang
diharapkan menurut fungsi belanja.
· Standar
pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang
bersangkutan.
· Bagian
APBD yang mendanai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan
dan belanja modal atau investasi untuk pelayanan publik dan aparatur.
Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran
yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBD.
Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang
diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang
bersangkutan, yang berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan
lain-lain pendapatan yang sah.
Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran
yang bersangkutan, yang dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu
dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada
tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang
mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai
uang dari pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar
kembali.
Dalam hal anggaran diperkirakan defisit,
ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam
Peraturan Daerah tentang APBD.
APBD
merupakan perwujudan dari Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintah
daerah yang nerupakan suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional,
demokratis, transparan, dan bertanggung jawab dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan
kebutuhan daerah serta besaran pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan
tugas pembantuan.
Sebelum
berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, APBD disusun dengan menggunakan
metoda tradisional atau item line budget. Mekanisme penyusunan anggaran ini tidak didasarkan
pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah
ditentukan, namun lebih meniitikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/ pengeluaran.
Sasaran (target), keluaran (output) dan hasil (outcome) dari
kegiatan/ program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan
anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur tidak dapat disajikan
dengan baik sehingga esiensi dari pengertian anggaran berbasis kinerja (performance
based budgeting) semakin tidak jelas.
MANFAAT APBD
APBD
disusun sebagai pedoman pendapatan dan belanja dalam melaksanakan kegiatan
pemerintah daerah dan dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah serta untuk
mencapai tujuan bernegara. Tidak berbeda dengan sebuah rumah tangga, pemerintah
daerah juga mempunyai berbagai pengeluaran untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan
rutin pemerintah dan pembangunan. Untuk membiayai keperluan tersebut, negara
memerlukan dana. Dana tersebut diperoleh dari berbagai sumber. Sehingga dengan
adanya APBD, pemerintah daerah sudah memiliki gambaran yang jelas tentang apa
saja yang akan diterima sebagai pendapatan dan pengeluaran apa saja yang harus
dikeluarkan, selama satu tahun. Dengan adanya APBD sebagai pedoman, kesalahan,
pemborosan, dan penyelewengan yang merugikan dapat dihindari.
Kedudukan APBD
penting sebagai alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian daerah dalam proses pembangunan di daerah. APBD juga merupakan
alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik (public
accountability) yang diwujudkan melalui program dan kegiatan. APBD
merupakan instrumen kebijakan yaitu sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan
umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah yang harus mencerminkan kebutuhan
riil masyarakat sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah serta dapat
memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada
kepentingan dan akuntabilitas publik. Proses penganggaran yang telah
direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan tertib serta disiplin akan
mencapai sasaran yang lebih optimal. APBD juga menduduki posisi sentral dan
vital dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah.
Proses pembangunan di era otonomi daerah memberikan celah dan peluang yang
besar bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan dan arah pembangunan
yang mengutamakan potensi serta keunggulan daerah sesuai dengan karakteristik
daerah sehingga esensi dari dokumen APBD yang dihasilkan dapat memenuhi
keinginan dari semangat otonomi daerah itu sendiri. Pemerintah Daerah juga
dituntut melakukan pengelolaan keuangan daerah yang tertib, transparan dan
akuntabel agar tujuan utama dapat tercapai yaitu mewujudkan good
governance dan clean goverment.
KEGUNAAN APBD
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2003, pasal 66,
APBD memiliki fungsi/ KEGUNAAN sebagai berikut:
1. Fungsi
Otorisasi
Fungsi otorisasi berarti APBD menjadi dasar bagi Pemerintah
Daerah untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2. Fungsi
Perencanaan
Fungsi perencanaan berarti APBD menjadi pedoman bagi
pemerintah daerah untuk merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi
Pengawasan
Fungsi pengawasan berarti APBD menjadi pedoman untuk menilai
(mengawasi) apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sudah sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi
Alokasi
Fungsi alokasi berarti APBD dalam pembagiannya harus
diarahkan dengan tujuan untuk mengurangi pengangguran, pemborosan sumber daya,
serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi
Distribusi
Fungsi distribusi berarti APBD dalam
pendistribusiannya harus memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan.Referensi :
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2003
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Lampiran Permendagri No 52 Tahun 2015