Friday, November 7, 2014

PERAN DAN UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBAL DI ERA SISTEM OTONOMI DAERAH INDONESIA

PERAN DAN UPAYA PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBAL DI ERA SISTEM OTONOMI DAERAH INDONESIA


            Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, yang disempurnakan Undang-Undang proses desentralisasi, menghendaki kekuasaan terdistribusi hingga ke lapisan bawah di masyarakat. Perwujudan atas desentralisasi tersebut ialah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara, setiap daerah mendapat hak otonomi. Pemberian hak otonomi kepada daerah dimaksudkan untuk mencapai efektifitas penyelengaraan pemerintahan terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Kemunculan otonomi daerah ini mengakibatkan banyak terjadi perubahan-perubahan di daerah berupa perubahan positif maupun negatif. Apalagi di era globalisasi ini, Pemerintah Daerah tentu akan semakin banyak menghadapi masalah dan kendala. Tantangan global di masa depan menjadi isu hangat di Indonesia. Sejauh mana peran dan upaya pemerintah daerah dalam menghadapi berbagai masalah yang akan timbul nantinya. Pemerintah Daerah harus dapat mandiri serta terbuka dalam membangun dan mengelola dengan baik wilayahnya agar tidak tertinggal daerah lain. Namun, pemerintah daerah harus tetap bijak agar tidak kehilangan jati diri dan kearifan lokal setempat di tengah derasnya arus globalisasi.
Kata kunci : pemerintah, daerah, otonomi, global


Pendahuluan
            Di era otonomi daerah dan desentralisasi sekarang ini, sebagian besar kewenangan pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Tanggung jawab yang dimaksud adalah berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan. Otonomi menjadi keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang di daerah. Munculah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat, pemberian pelayanan publik yang dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
            Tuntutan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah akan semakin kompleks sejak bergulirnya era globalisasi. Pemerintah daerah diharuskan menyiapkan sistem birokrasi yang efisien dengan mengembangkan teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja kelembagaannya, yang tentunya dengan dukungan sumber daya manusia yang berkualitas.[1] Semakin kompeks tuntutan masyarakat, maka semakin banyak persoalan yang menghadang pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan potensinya. Sangat diperlukan profesionalitas dan kerja sama antar elemen masyarakat untuk mengatasi berbagai masalah yang akan timbul nantinya. Di sinilah peran vital Pemerintah Daerah dengan hak otonominya.
            Dalam pelaksanaan otonomi ini setiap penetapan dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah daerah sangat berpengaruh terhadap perkembangan daerahnya. Dampak yang ditimbulkan akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung, pada semua segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang rentan terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan kelompok usaha kecil. Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian lebih besar, karena hal tersebut dapat menghambat tercapainya tujuan penerapan otonomi daerah itu sendiri.

Latar Belakang Otonomi Daerah
Terjadinya krisis pada masa pemerintahan Orde Baru, yang salah satunya di akibatkan oleh sistem manajemen negara dan pemerintah yang sentralistik, dimana kewenangan dan pengelolaan segala sektor pembangunan berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sementara daerah tidak memiliki kewenangan untuk mengelola dan mengatur daerahnya. Kewenangan pemerintah daerah pada masa itu sangatlah dibatasi. Kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah sangat terlihat. Perlu adanya perubahan atau reformasi sistem pemerintahan dari sentralistik atau terpusat ke sistem desentralisasi dengan membuka kesempatan kepada daerah.
Sebagai respon terhadap krisis tersebut, pada masa reformasi di canangkan suatu kebijakan restrukturasi sistem pemerintahan yang cukup penting, yaitu melaksanakan otonomi daerah dan pengaturan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Otonomi daerah di anggap dapat menjawab tuntutan pemerataan pembangunan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kehidupan berpolitik secara aktif. Selain itu, otonomi daerah  dianggap sebagai opsi yang tepat meningkatkan derajat keadilan sosial serta distribusi kewenangan secara proposional antara pemerintah pusat, pemerintah propinsi dan pemerintah kabupaten serta kota dalam hal penentuan kebijakan publik, penguasaan aset ekonomi dan politik serta pengaturan sumber daya lokal. Oleh karena itu, otonomi daerah adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.[2]
 Adapun alasan mengapa otonomi daerah pada masa itu sangat di butuhkan adalah :
1. kehidupan berbangsa dan bernegara selama ini sangat terpusat di Jakarta. Sementara itu, pembangunan di wilayah lain diabaikan.
2. pembagian dana pengelolaan Sumber Daya Alam tidak adil dan merata.
3. kesenjangan sosial.
            Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.[3]  Kebijakan melalui UU ini merubah penyelenggaraan pemerintahan dari yang sebelumnya bersifat terpusat menjadi desentralisasi meliputi antara lain penyerahan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah (kecuali politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, agama, fiskal moneter, dan kewenangan bidang lain) dan perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Pelaksanaan otonomi daerah dihitung sejak keluarnya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka telah berjalan selama 13 tahun di Indonesia. Walaupun dalam prakteknya masih banyak ditemui berbagai kendala.
Otonomi Daerah dan Globalisasi
Menurut asal katanya, kata “globalisasi” diambil dari kata global yang maknanya ialah universal.[4] Globalisasi berarti semakin dekat dan mudahnya hubungan antar bangsa dan negara dalam berbagai bidang sehingga batas-batas suatu wilayah menjadi kabur. Dalam bidang perekonomian globalisasi identik dengan perdagangan bebas. Saat ini, hampir tiap negara bersiap-siap untuk menyambut dan menghadapi era perdagangan bebas, baik dalam organisasi AFTA, APEC maupun WTO. Setiap negara berupaya secara maksimal untuk menciptakan sistem kebijakan yang mampu menciptakan iklim perekonomian yang kondusif. Hal tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan investasi dalam negeri serta mampu mendorong masyarakat untuk bermain di pasar global. Salah satu implikasi dari kondisi di atas adalah adanya tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap efisiensi, dan efektivitas sektor publik (pemerintahan). Hal tersebut disebabkan pasar tidak akan kondusif jika sektor publiknya tidak efisien.
 Dalam bidang pembangunan, daerah dituntut untuk mencari alternatif sumber pembiayaan pembangunan tanpa mengurangi harapan masih adanya bantuan dan pembiayaan dari Pemerintah Pusat dan menggunakan dana publik sesuai dengan prioritas dan aspirasi masyarakat. Dengan kondisi seperti ini, peranan investasi swasta dan perusahaan milik daerah sangat diharapkan sebagai pemacu utama pertumbuhan dan pembangunan perekonomian daerah. Daerah juga diharapkan mampu menarik investor baik asing maupun lokal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
            Otonomi Daerah dapat menjamin keleluasaan kepada daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya terkandung tiga misi utama sehubungan dengan pelaksanaan otonomi daerah tersebut, yaitu:
1.      Menciptakan efektifitas dan efisiensi pengelolaan sumber daya daerah.
2.      Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.
3.      Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan.[5]
Globalisasi dalam bidang ekonomi telah meningkatkan persaingan antar negara-negara dalam suatu sistem perekonomian internasional. Salah satu cara menghadapi dan memanfaatkan perdagangan internasional adalah meningkatkan daya saing melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja. Pemerintah Daerah perlu membuat suat langkah yang tepat guna membendung pasar bebas agar tidak tenggelam dalam serangan produk-produk asing dan lebih memberdayakan serta mengembangkan produk lokal setempat.

Tantangan Global Masa Depan
Masa yang akan datang akan berbeda dengan masa lampau. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang tepat tentang masa depan itu. Masyarakat Indonesia sedang mengalami perubahan, dari masyarakat pedesaan (rural) menjadi masyarakat perkotaan (urban), dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri atau jasa, dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern, dari masyarakat paternalistis menjadi demokratis, dari masyarakat feodal menjadi masyarakat egaliter, dari makhluk sosial menjadi makhluk ekonomis.[6] Dari sisi penyelenggaraan negara, negara kita mengalami perubahan dari sistem sentralistik atau terpusat ke desentralistik. Proses perubahan tersebut sangat rawan timbul masalah-masalah di era globalisasi ini. Diperlukan kesiapan dari setiap Pemerintah Daerah serta prencanaan strategi yang matang dalam persaingan global. Jika daerah tak mau tertinggal oleh daerah lain dan kemajuan zaman, maka diperlukan upaya dan peran aktif segenap masyarakat.
Salah satu kendala yang umum terjadi ialah relatif rendahnya kemandirian daerah dalam pembiayaan pemerintah dan pembangunan.  Akibatnya, berbagai kegiatan pembangunan terancam gagal. Selain itu, masih rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia juga turut menghambat pembangunan daerah. Pemberdayaan masyarakat akan terhambat jika SDM belum optimum, di mana peningkatan pendidikan juga akan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Selain kemandirian dan kualitas SDM daerah yang rendah, masih ada beberapa kendala yang akan dihadapi Pemerintah Daerah di era globalisasi seperti saat ini. Beberapa masalah yang kemungkinan timbul antara lain sebagai berikut :
1.      Timbulnya rasa ego serta rasa bersaing antar daerah yang dapat memicu perpecahan.
2.      Birokrasi pemerintahan terlihat semakin arogan berlebihan, cenderung KKN dan sukar menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat.
3.      Kecenderungan akselerasi perekonomian global yang bebas menembus batas negara, melalui banjirnya produk, jasa, dana dan informasi dapat mengikis perekonomian lokal.
4.      Pembangunan yang belum merata setiap daerah.
5.      Konflik-konflik poltik serta isu SARA.
6.      Lunturnya jati diri serta karakteristik masyarakat daerah karena gempuran globalisasi.
7.      Rendahnya rasa toleransi dan saling menghormati antar masyarakat.
8.      Persaingan bisnis dan pasar yang tidak sehat dan cenderung mengarah kepada kapitalisme.

Konflik Politik dan KKN
            Belakangan terakhir, konflik pemilukada menjadi berita yang tidak kalah merisaukan dibanding korupsi. Akhir tahun 2011 lalu konflik pemilukada terjadi di Kotawaringin Barat (Kalteng) dan  Kabupaten Puncak (Papua Barat) ternyata berlanjut lagi di tempat lain. Di awal tahun 2012 ini, konflik berlatar belakang pemilukada juga menyusul di Kabupaten Tolikara, Papua (14-18/2) dan juga di Balangan, Kalsel.[7] Sebagaimana diketahui, pemilukada merupakan buah langsung dari pelaksanaan otonomi daerah. Semenjak berlakunya UU No.32 tahun 2004 yang mengatur kewenangan mengelola daerah, pemilukada pun susul menyusul. Pola sentralistik semasa orde baru yang dituding tidak memberikan efek pembangunan bagi daerah coba diatasi dengan penerapan desentralisasi atau otonomi daerah. Melalui otda, maka diharapkan ketimpangan dan kesenjangan pembangunan dapat dihilangkan.
            Dalam perjalanan otonomi daerah memang daerah (provinsi dan kabupaten) memiliki otoritas atau wewenang dalam mengelola daerahnya. Semisal, penanaman modal dari pihak asing dapat langsung ke daerah. Sementara di lain sisi, otonomi daerah juga memunculkan dampak yang tidak diinginkan (laten). Sebagian pihak mengamati otonomi daerah telah melahirkan “raja-raja” kecil di daerah. Hal ini mengingat kewenangan kepala daerah yang lebih besar daripada kewenangan kepala daerah di masa sentralistik. Politik dan unsur kekuasaannya memang disebut sebagai ajang mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Oleh karena itu, kekuasaan di daerah juga menimbulkan persaingan antar pihak. Mengamati konflik antar (kubu pendukung) kontestan pemilukada dapat kita simpulkan bahwa faktor modal kampanye besar sebagai salah satu pemicu konflik. Sebenarnya setiap calon kepala daerah memiliki kans untuk meraih  kepemimpinan. Hal ini karena pemilihan kepala daerah dilakukan melalui mekanisme pemilihan langsung. Apalagi semua kontestan pemilukada memiliki kesempatan sama untuk mengampanyekan diri melalui visi-misinya dalam memimpin daerah melalui media seperti baliho, spanduk, pamflet, iklan, dsb. Hanya ada pembeda di antaranya besar modal kampanye. Modal kampanye yang besar dapat memicu konflik ketika lahir ketidakpuasan dari calon yang kalah. Misalnya seorang kontestan yang telah mengeluarkan modal kampanye yang sangat besar, namun tidak beruntung dalam persaingan. Dalam hal ini kalau motivasi kontestan sangat besar untuk menang, maka kontestan yang kalah akan mempermasalahkan kekalahannya dan kemenanganan kompetitornya.
            Saat pemilukada juga sering kita temui masing-masing kontestan saling menuding adanya kecurangan yang dilakukan kompetitornya. Sehingga wajar jika terjadi saling lempar tudingan kecurangan politik antar kontestan misalnya politik uang, serangan fajar, keberpihakan penyelenggara pemilukada dsb. Kejadian yang berlanjut kemudian pendukung dari calon atau peserta yang kalah mengeskpresikan kekecewaan dengan cara yang tidak legal. Contoh saja seperti, pembakaran gedung atau instansi tertentu yang menjadi sasaran amuk kekecewaan massa. Bahkan tidak jarang fasilitas publik pun turut menjadi sasaran. Tentu saja ekspresi kekecewaan ini menimbulkan kerugian bagi kehidupan publik.
            Bukan hanya soal konflik antar elite. Otonomi daerah juga dapat melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang korup. Sekali lagi ini terjadi sebagai konsekuensi modal kampanye yang besar dari kontestan untuk memenangi pemilukada. Modal kampanye yang besar selama kampanye mau tidak mau akan berusaha ditutupi atau dikembalikan oleh kepala daerah sebelum habis masa jabatan. Data Kemendagri per Juni 2011 lalumenunjukkan 158 kepala daerah (gubernur, walikota, bupati) menjadi tersangka korupsi.[8] Di samping itu antar daerah juga kerap terjadi persaingan atau tepatnya perebutan wilayah-wilayah yang potensial. Perebutan wilayah ini bisa terjadi antar kabupaten, atau antar provinsi.
            Fakta di atas tentu sangat memprihatinkan. Betapapun, masalah perebutan kekuasaan yang kerap berimbas konflik antar kubu dan korupsi tidak akan habis selama masih tertanam persepsi kekuasaan untuk materi. Apalagi ketika persepsi “kekuasaan untuk uang” itu sudah sedemikian melembaga. Perlu ada kesadaran serta komitmen bersama dalam meminimalisir konflik dan terjadinya KKN dalam Pemerintahan Daerah.

Investasi Asing
            Sebagai negara berkembang, Indonesia berada pada posisi yang sangat berkepentingan dalam mengundang investor asing untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Menyadari pentingnya penanaman modal asing, pemerintah Indonesia terus berupaya menumbuhkan iklim investasi yang kondusif guna menarik calon investor untuk menarik modal asing masuk ke Indonesia. Berbagai strategi untuk mengundang investor asing telah  dilakukan agar para investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya dan merasa nyaman dalam melakukan penanaman modal di Indonesia. Strategi-strategi yang dilakukan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya tarik para investor agar menanamkan modalnya di Indonesia ialah dengan mengeluarkan peraturan-peraturan tentang penanaman modal asing dan kebijaksanaan pemerintah. Di samping mengeluarkan peraturan-peraturan dalam bidang penanaman modal, pemerintah juga memberikan kebijakan-kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tersebut berdampak pada penanaman modal asing. Salah satu kebijakan yang  sangat berpengaruh dalam kegiatan penanaman modal asing ialah kebijakan desentralisasi. Dengan adanya desentralisasi maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
             Kebijakan ini dibutuhkan untuk menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri. Namun pada realitanya, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah belum berjalan maksimal, termasuk dalam penanaman modal asing yang justru berdampak pada daya tarik investor asing. Banyak permasalahan yang dihadapi oleh investor asing terkait dengan pengaturan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di bidang penanaman modal asing. Beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain :
1.      Tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang membingungkan investor asing karena tidak ada kepastian hukum.
2.      Masih masih terbatasnya dan rendahnya kapasitas aparatur pemerintah daerah.
3.      Masih terbatasnya kapasitas keuangan daerah. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan pemerintah daerah menyalahgunakan wewenangnya, misalnya dalam pemungutan pajak dan izin lokasi yang dipersulit oleh pemerintah daerah sehingga pada ujungnya investor asing membayar lebih untuk proses penanaman modalnya.
4.      Masih rendahnya kerjasama antar pemerintah daerah. Dalam bidang investasi, antar pemerintah daerah justru saling berlomba untuk meraih pendapatan asing daerah tertinggi.[9]
Masalah lainnya ialah Pemerintah Daerah harus juga melindungi industri dan usaha-usaha lokal. Jangan sampai hadirnya investor asing menghambat kemajuan investor dan industri lokal setempat. Pemerintah Daerah perlu mengeluarkan kebijakan serta menerbitkan Peraturan Daerah yang mengatur proses jalannya investasi di daerahnya. Jalannya roda perekonomian dan investasi di daerah dapat berjalan seimbang. Investor asing dapat menanamkan modalnya dengan nyaman, sedangkan perindustrian dan usaha lokal juga dapat terus berkembang dengan baik. Perekonomian masyarakat lokal juga tidak mati oleh hadirnya bisnis dari investor asing. Sehingga, akan tercipta iklim berinvestasi yang sehat serta nyaman. Dapat saling menguntungkan antara Pemerintah Daerah, masyarakat daerah dan para investor baik asing atau lokal.

Kerja Sama Antar Daerah (KAD)
Kerja sama antar-daerah dapat menjadi salah satu alternatif mengoptimalkan potensi masing-masing daerah. Pertimbangan efisiensi dan efektifitas serta saling menguntungkan terutama dalam bidang-bidang yang menyangkut kepentingan lintas wilayah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah, melalui berbagai regulasi (peraturan pemerintah) mendorong kerjasama antar daerah. Kerja sama diharapkan menjadi suatu jembatan yang dapat mengubah potensi konflik kepentingan antar-daerah menjadi sebuah potensi pembangunan yang saling menguntungkan.
       Kerjasama Antar Daerah (KAD) hanya dapat terbentuk dan berjalan apabila didasarkan pada adanya kesadaran bahwa daerah-daerah tersebut saling membutuhkan untuk mencapai satu tujuan. Kerja sama Antar Daerah (KAD) baru dapat berjalan dengan efektif apabila telah ditemukan kesamaan isu, kesamaan kebutuhan atau kesamaan permasalahan. Kesamaan inilah yang dijadikan dasar dalam mempertemukan daerah-daerah yang akan dijadikan mitra. Komitmen menjadi salah satu dasar penting pelaksanaan kerja sama. Komitmen yang dimaksud adalah komitmen untuk bekerjasama dalam penanganan isu-isu yang telah disepakati, dan lebih mendahulukan kepentingan bersama dibanding kepentingan masing-masing daerah. Komitmen tersebut perlu dimiliki oleh para pejabat, baik pada level teknis, manajerial, maupun pimpinan.

Secara politis kerjasama ini harus menarik bagi semua daerah yang terlibat, maka juga harus menguntungkan bagi semua daerah. Prinsip ”saling menguntungkan” inilah yang menjadi salah satu filosofi dasar kerjasama. Isu-isu strategis yang berkaitan dengan urgensi Kerjasama Antar Pemerintah Daerah selama ini adalah :
1      Peningkatan Pelayanan Publik : Kerjasama antar daerah diharapkan menjadi salah satu metode inovatif dalam meningkatkan kualitas dan cakupan pelayanan publik.
2.      Kawasan Perbatasan : Kerjasama dalam hal keamanan di kawasan perbatasan juga menjadi salah satu isu strategis. Selain dalam hal keamanan, kerjasama di kawasan-kawasan perbatasan juga difokuskan pada pengembangan wilayah, karena daerah-daerah di kawasan perbatasan ini sebagian besar adalah daerah tertinggal.
3      Penanggulangan Bencana dan Penanganan Potensi Konflik : Usaha mitigasi bencana dan tindakan pasca bencana serta usaha menjaga perdamaian antar wilayah dengan rasa saling toleransi dari masyarakatnya.
4      Penanggulangan kemiskinan dan pengangguran : Keterbatasan kemampuan, kapasitas dan sumber daya yang berbeda-beda antar daerah menimbulkan adanya kemiskinan (kesenjangan sosial) dan pengangguran. Melalui kerjasama antar daerah, diharapkan terjadi peningkatan kapasitas daerah dalam penggunaan sumber daya secara lebih optimal dan pengembangan ekonomi lokal, dalam rangka menekan angka kemiskinan dan pengangguran.
5      Peningkatan peran Provinsi UU : 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengisyaratkan perlunya peningkatan peran provinsi, termasuk dalam memfasilitasi penyelesaian permasalahan-permasalahan antar daerah.
6      Pemekaran daerah : Hal ini mengingat kebijakan pemekaran memerlukan lebih banyak sumber daya.
Dalam perkembangannya selama ini, sebagian daerah telah memiliki kesadaran sendiri untuk bekerjasama dengan daerah lain dalam berbagai bidang, terkait dengan isu-isu strategis tadi. Berbagai bentukan kerjasama antar-daerah banyak yang telah berkembang sebelum adanya peraturan perundangan yang khusus memayungi Kerjasama Antar Daerah (KAD) dari pemerintah.  Namun, dalam perkembangannya Pemerintah kemudian merumuskan beberapa kebijakan sebagai pedoman penyelenggaraan Kerjasama Antar Daerah (KAD). Setelah era desentralisasi dan otonomi daerah, kebijakan yang mengatur tentang Kerjasama Antar Daerah (KAD) adalah Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/1730/SJ tanggal 13 Juli 2005. Setelah itu, dimulai penyusunan PP mengenai Kerjasama Antar Daerah (KAD) yang kemudian disahkan pada tahun 2007, yaitu PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tatacara Pelaksanaan Kerjasama Antar Daerah.[10] Begitu disahkannya beberapa regulasi tentang kerja sama antar-daerah, maka kini telah ada dasar hukum pelaksanaannya. Terbangunnya kerja sama antar wilayah diharapkan dapat mengembangkan potensi Negara Indonesia di mata dunia.

Kepariwisataan Era Globalisasi
Pariwisata merupakan salah satu sektor yang selama ini masih terpinggirkan sebagai sektor sampingan, sehingga belum mampu memberi kontribusi berarti. Sedangkan sumberdaya telah tersedia melimpah untuk mendukung pengembangannya., tinggal bagaimana strategi pengelolaannya. Kompetisi tinggi di era globalisasi ini membutuhkan dukungan stabilitas ekonomi bangsa dan pariwisata dengan modal besarnya sangat berpotensi untuk dapat jaminan bagi pembagunan yang berkelanjutan, berkeadilan serta pemerataan pembangunan.

                Kearifan lokal dapat menjadi sarana pengembangan pariwisata suatu daerah. Secara geografis, tiap wilayah akan memiliki potensi yang berbeda, sehingga perlakuan dan corak pembangunannya pun perku dibedakan antar wilayah. Pariwisata merupakan potensi lokal yang ada di setiap wilayah. Pengembangan potensi pariwisata tergantung pada kecerdasan menangkap selera pasar dan profesionalisme pengelolaannya. Seiring dengan kemajuan IPTEK, pariwisata mempunyai peluang besar untuk dapat di kelola menjadi industri yang memiliki prospek baik dalam menarik investasi. Namun dua prinsip utama yang hendaknya selalu dijadikan acuan dalam mengembangkannya adalah kelestarian lingkungan dan keadilan bagi masyarakat sekitar. Oleh karena itu dalam proses pengembangan pariwisata, partisipasi masyarakat harus ditempatkan sebagai tujuan utama.

           Antar daerah harus berkompetisi dalam mempromosikan potensi wisatanya. Hal ini hendaknya disikapi secara positif untuk semakin merangsang semangat untuk mengembangkan pariwisata. Selain itu dengan otonomi derah tiap daerah bukan tidak mungkin akan cenderung mementingkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), akibatnya pertimbangan kelestarian lingkungan dan keterjangkauan masyarakat lokal untuk turut merasakannya dapat terabaikan. Perlu adanya rencana pembangunan kepariwisataan yang matang dan terukur, sehingga tidak menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan sekitar.

Dalam dinamika kehidupan bangsa yang sekarang ada maupun dipengaruhi kondisi global pengembangan pariwisata dituntut untuk mampu menyiasati terhadap segala keadaan buruk, seperti dampak gejolak politik, wabah penyakit, krisis ekonomi, dan sebagainya. Disinilah kemudian dirasakan perlunya dukungan semua pihak, sehingga pengembangan pariwisata tidaklah semata-mata menjadi tanggung jawab satu instansi, pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau satu pihak saja. Dalam konteks otonomi daerah, setiap daerah dituntut mampu membuat strategi sesuai dengan potensi dan kemampuannya dalam pengembangan pariwisata yang juga akan berpengaruh besar terhadap pembangunan daerah.

Pariwisata sebagai sektor potensial memberikan prospek yang cerah. Selain memberikan prospek yang cerah terhadap bidang perekonomian, juga dapat memberikan dampak yang baik bagi kelestarian budaya dan nilai-nilai kearifan lokal setempat di tengah zaman globalisasi. Sektor pariwisata dapat mengembangkan ciri khas atau karakteristik budaya setiap daerah. Selain itu, melalui pengembangan bidang pariwisata juga dapat menjadi media bagi pemerintah daerah untuk mengenalkan seni dan budaya masyarakat setempat ke daerah lain, bahkan kepada masyarakat mancanegara. Bali merupakan salah satu contoh daerah di Indonesia yang telah mampu memajukan daerahnya melalui bidang pariwisatanya. Hal ini perlu segera dilakukan oleh daerah-daerah lain dan dilaksanakan menurut potensi wilayahnya masing-masing. Fakta inilah yang menjadikan sektor pariwisata patut untuk diperhitungkan dalam peranannya menghadapi tantangan global.

Pendidikan
       Desentralisasi pendidikan telah berlangsung sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam peraturan perundang-undangan disebutkan, semua urusan negara diserahkan ke daerah kecuali enam perkara, yakni keuangan, pengadilan, kehakiman, luar negeri, agama, dan pertahanan keamanan. Dalam kebijakan pendidikan dibutuhkan komitmen kuat dari daerah untuk mengembangkan standar nasional pendidikan. Hal ini sangat penting untuk memenuhi tantangan pertumbuhan ekonomi yang makin pesat. Kompetensi standar kelulusan akan melahirkan manusia-manusia yang unggul dari daerah-daerah. Komitmen yang dimaksud adalah berupa alokasi anggaran yang lebih besar untuk pengembangan mutu pendidikan. Setiap daerah harus memiliki standar biaya pendidikan. Hal ini akan mengakibatkan tidak akan ada satuan pendidikan yang membebankan biaya terlalu tinggi kepada masyarakat, khususnya jenjang pendidikan menengah. Jika suatu daerah tidak memiliki standar pembiayaan, dikhawatirkan akan berpengaruh pada kualitas dan mutu pendidikan di setiap sekolah.[11]
Kebijakan Otda memang merupakan bagian integral dari program reformasi sistem pemerintahan dan pembangunan secara menyeluruh, tetapi pendidikan adalah salah satu aspek yang mendapat perhatian sangat besar di dalamnya. Bidang pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah, adalah salah satu bidang yang diotonomikan kepada pemerintah daerah sehingga kebijakan Otda tidak hanya menjadi titik tolak reformasi bidang sosial dan politik, tetapi juga menjadi titik tolak reformasi sistem pendidikan nasional. Semua harapan, tujuan, dan target pembangunan pendidikan di era otonomi daerah diharapkan terwujud melalui empat strategi pokok pembangunan pendidikan nasional sebagaimana diuraikan satu per satu berikut ini:
a)     Peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan. Semua warga negara Republik Indonesia diberi akses pendidikan yang sama, apa pun tingkat ekonomi mereka, di mana pun tempat tinggal mereka, dan apa pun latar belakang sosial mereka.
b)     Perbaikan fasilitas pendidikan dan kurikulum.
c)      Peningkatan kualitas pendidikan salah satunya peningkatan kesejahteraan tenaga pengajar.
d)     Peningkatan efisiensi pengelolaan dana pendidikan.

Tercapainya tingkat pandidikan yang tinggi di suatu daerah akan berimplikasi pada berkembangnya pembangunan di daerah tersebut. Hal ini dikarenakan bahwa dengan dengan tingkat pendidikan yang tinggi maka akan berjalan searah dengan tingginya sumberdaya manusia di daerah tersebut. Karena dalam hal ini dalam pembangunan selain sumber daya alam diperlukan juga sumber daya manusia yang tinggi. Pembangunan di daerah merupakan tanggung jawab masyarakat di daerahnya baik dengan mengelola sumber daya alam maupun meningkatkan sumberdaya manusia, dalam hal ini melalui pendidikan. Semua ini akan dapat tercapai ketika pemerintah daerah sebagai lembaga yang berwenang menyelenggarakan rumah tangga daerahnya memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam hal peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan. Untuk itu pemerintah daerah harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan.

Penutup
Pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan dari konsep desentralisasi pada dasarnya dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat lebih meningkatkan daya guna dan hasil guna dalam menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, serta memberikan pelayanan kepada masyarakat secara lebih optimal sesuai dengan karakteristik yang ada di wilayahnya. Otonomi daerah merupakan suatu upaya, kesempatan, dan dukungan bagi daerah untuk dapat tumbuh dan berkembang secara mandiri. Walaupun dalam pelaksanaannya kini menghadapi kendala di era globalisasi. Peran serta upaya nyata dan keseriusan Pemerintah Daerah dalam mengelola daerahnya sangat dibutuhkan.
Melalui fakta dan uraian di sini, maka dapat disimpulkan bahwa beberapa hal yang perlu dilakukan Pemerintah Daerah  dalam menghadapi tantangan global adalah sebagai berikut :

1.       Bidang Ekonomi
  1. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan membangun fasilitas-fasilitas publik.
  2. Mengembangkan kebijakan industri, perdagangan dan investasi dalam rangka meningkatkan persaingan global melalui pihak asing maupun lokal.
  3. Mengembangkan perekonomian kerakyatan sesuai identitas dan potensi setiap daerah.
  4. Melindungi serta mengembangkan industri lokal.
  5. Membangun perekonomian yang dapat menyentuh langsung daerah marjinal atau pinggiran.



2.      Bidang Politik
  1. Meningkatkan kehidupan demokrasi yang bertanggung jawab serta senantiasa menampung aspirasi masyarakat luas.
  2.  Tidak membedakan-bedakan hak politik setiap masyarakat agar tidak terjadi konflik politik yang saling merugikan satu sama lain.
  3. Melaksanakan pemilukada sebaik-baiknya untuk kemajuan daerah dan mengawasi jalannya kampanye agar terhindar dari money politic.
  4. Menumbuhkan kesadaran masyarakat aktif untuk senantiasa mengawasi jalannya pemerintahan daerah agar diharapkan dapat berjalan secara transparan dan jauh dari KKN.


3.      Bidang Sosial Budaya
  1. Mengembangkan dan membina kebudayaan lokal sebagai salah satu warisan leluhur.
  2. Memfasilitasi serta mendanai untuk kepentingan seni budaya daerah demi mendorong serta mengembangkan kelestarian budaya lokal.
  3. Menumbuhkan kesedaran para pemuda dalam mencintai kebudayaan nasional maupun lokal dengan pendidikan baik formal maupun non-formal.
  4. Mengawasi serta memberantas peredaran narkotika, pornografi maupun kekerasan dsb demi moral anak bangsa baik melalui sosialisasi maupun pendidikan di sekolah.


4.      Bidang Sosial
  1. Membangun fasilitas daerah yang memadai serta dapat dijangkau seluruh elemen masyarakat.
  2. Membina hubungan harmonis dan kerukunan antar golongan masyarakat dalam daerah maupun dengan daerah lain untuk mengantisipasi timbulnya konflik.
  3. Senantiasa dapat membuka hubungan dan kerja sama dengan pihak asing dalam berbagai bidang untuk menambah wawasan global Pemerintah Daerah.


5.      Bidang Pendidikan
  1. Menciptakan pendidikan yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat, baik melalui bantuan dana maupun berupa fasilitas pendidikan
  2. Mengembangkan pendidikan di sektor formal maupun non-formal untuk mengembangkan kualitas SDM yang siap bersaing di dunia kerja.
  3. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
  4. Meningkatkan kemampuan akademik dan kesejahteraan tenaga kependidikan sebagai tenaga kependidikan sebagai tenaga pendidikan mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa  lembaga dan tenaga pendidikan.

Upaya dan peran Pemerintah Daerah dalam menghadapi tantangan global di era otonomi daerah sangatlah penting. Di sistem otonomi ini daerah harus punya inisiatif tidak tergantung oleh pusat. Pemerintah Daerah perlu mengusahakan segala cara demi kesejahteraan masyarakatnya. Namun, tanpa dukungan seluruh elemen masyarakat hal ini akan sulit terwujud. Apalagi tuntutan zaman juga menuntut bertambahnya kebutuhan masyarakat. Dukungan dari seluruh elemen masyarakat sangat membantu Pemerintah Daerah demi terwujudnya tujuan seluruh masyarakat. Tak ada suatu keberhasilan tanpa komitmen dan dukungan bersama.


Daftar Pustaka

 

Adin Bondar, S.Sos, M.Si. Transformasi Strategi Pembangunan SDM Indonesia  Menghadapi Globalisasi. 5 Juli 2011.    http://pedomansdm.wordpress.com/2011/07/05/transformasi-strategi-pembangunan/ (diakses Desember 26, 2012).
Dr. Ir. Antonius Tarigan, M. Si. Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Daya Saing Wilayah. Mei 12, 2008. http://bulletin.penataanruang.net/index.asp?mod=_fullart&idart=161 (accessed Desember 25, 2012).
Hidayat, Fadlan. Antagonisme Politik dan Korupsi dalam Otonomi Daerah. 10 Maret 2012. http://siyasatuna.wordpress.com/2012/03/10/antagonisme-politik-dan-korupsi-dalam-otonomi-daerah/ (diakses Desember 2 2012).
Kaloh, J. Mencari Bentuk Otonomi Daerah. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
Permadi, Adi. Otonomi Daerah dan Globalisasi. Desember 2010. http://adipermadi57.blogspot.com/2010/12/otonomi-daerah-dan-globalisasi.html (diakses Desember 27, 2012).
Widjaja, Prof. HAW. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
—. Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Yasmin, Nin. Daya Tarik Investor Asing Berkurang karena Otonomi Daerah. 4 Nopember 2004. http://birokrasi.kompasiana.com/2011/11/04/daya-tarik-inverstor-asing-berkurang-karena-otonomi-daerah-409588.html (diakses Desember 26, 2012).
Suara Merdeka. " Daerah Di Minta Buat Standar Biaya Pendidikan, " (8 Nopember 2012 ): 9



[1] J. Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, ( Jakarta: Rineka Cipta, 2007 ), Hal.38.
[2] HAW. Widjaja, Otonomi Daerah dan Daerah Otonom, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Hal.23.
[3] Nin Yasmin, “ Daya Tarik Investor Asing Berkurang karena Otonomi Daerah, “
, diakses 26 Desember 2012.
[4] Adin Bondar, “ Transformasi Strategi Pembangunan SDM Indonesia Menghadapi Globalisasi, “
, diakses 26 Desember 2012.
[5] Adi Permadi, “ Otonomi Daerah dan Globalisasi, “
, diakses 
27 Desember 2012.
[6] HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi di Indonesia, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005 ), Hal.62-63.
[7] Fadlan Hidayat, “ Antagonisme Politik dan Korupsi dalam Otonomi Daerah, “
, diakses 28 Desember 2012.
[8] Fadlan Hidayat, Op. Cit.
[9] Nin Yasmin, Op. Cit.
[10] Antonius Tarigan, “ Penyelenggaraan Pelayanan Publik dan Daya Saing Wilayah, “
, diakses 25 Desember 2012.
[11] Suara Merdeka, “ Daerah Di Minta Buat Standar Biaya Pendidikan, “ ( 8 Nopember 2012 ): 9.

15 comments:

  1. maaf saya butuh artikelnya untuk referensi tulisan saya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih sudah berkunjung, sila kan di salin dan gunakan sebaik-baiknya serta terapkan kaidah penulisan dengan benar dan sesuai aturan, semoga bermanfaat.

      Delete
    2. MANTAP DAN SANGAT MEMBANTU UNTUK PENDIDIKAN

      Delete
    3. SAYA MEMBUTUHKAN BEBERAPA KALIMAT DALAM BLOG INI

      Delete
  2. saya membutuhkan artikelin9i untuk referensi

    ReplyDelete
  3. Saya meminjam beberapa kalimat dari artikel ini untuk dijadikan tambahan dalam pembuatan tugas saya. Terimakasih

    ReplyDelete
  4. gan, mau coppas artikel ini buat referensi boleh?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bolehhh...
      Alhamdulillah, semoga membantu dan bermanfaat. Terima kasih telah berkunjung pada tulisan ini.

      Delete
  5. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, pak. afwan sebelumnya, boleh minta izin copy paste artikel ini buat jadi referensi tugas saya pak. syukron ya pak.

    ReplyDelete
  6. Thanks, saya tertarik dengan artikel saudara, sbg tambahan pengetahuan

    ReplyDelete
  7. Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
    Pak, sebelumnya saya ingin meminta izin copy-paste artikel ini untuk dijadikan referensi membuat tugas dan dijadikan bahan untuk pembelajaran.
    Terima Kaish

    ReplyDelete