Berikut ini adalah tentang karakter akhwat haraki.
Pertama -Karakter- Menurut bahasa, karakter adalah tabiat
atau kebiasaan. Sedangkan menurut ahli psikologi, karakter adalah sebuah
sistem keyakinan dan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seorang
individu. Dilihat dari sudut pandang pengertian, ternyata karakter dan
akhlak tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Keduanya di defenisikan
sebagai suatu tindakan yang terjadi tanpa ada lagi pemikiran lagi,
karena sudah tertanam dalam pikiran, dan dengan kata lain, keduanya
dapat disebut dengan kebiasaan.
Kedua –Akhwat- Selama ini mungkin kita beranggapan bahwa
semua perempuan dapat dikatakan sebagai seorang akhwat, namun ternyata
hanya perempuan tertentu saja yang layak disebut akhwat.(Nisa Hafidz:
2009) Beberapa pengertian akhwat yang dikemukakan Nisa dalam blognya
yakni: Seorang akhwat itu tidak dilihat dari jilbabnya yang anggun, tapi
dilihat dari kedewasaannya dalam bersikap. Akhwat juga tidak dilihat
dari retorikanya ketika aksi, tapi dilihat dari kebijaksanaannya dalam
mengambil keputusan. Akhwat itu tidak dilihat dari banyaknya ia
berorganisasi, tapi seberapa besar tanggungjawabnya dalam menjalankan
amanah. Akhwat itu tidak dilihat dari IP-nya yang cumlaude, tapi
bagaimana ia mengajarkan ilmunya pada ummat. Akhwat itu tidak dilihat
dari aktivitasnya yang seabrek, tetapi bagaimana ia mampu
mengoptimalisasi waktu dengan baik.
Masih banyak sekali pengertian akhwat yang dikemukakan banyak
orang, namun inti dari itu semua adalah bahwa akhwat itu tidak sekedar
sebagai seorang perempuan. Tapi, akhwat adalah perempun yang
tertarbiyah, ada ruh tarbiyah didalamnya.
Saudaraku, dari ketiga pengertian diatas, dapat kita simpulkan
bahwa karakter akhwat haraki adalah tabiat atau kebiasaan seorang
perempuan tertarbiyah –akhwat- dalam melakukan sebuah pergerakan ummat.
Beberapa karakter akhwat haraki akan ana utarakan dalam makalah
sederhana ini. Namun sebelumnya perlu diketahui bahwa akhwat juga
memikul tanggungjawab yang sama dalam dakwah dan beraktivitas untuk
mewujudkan tujuan yang sama pula, yang mencakup manhaj tarbawi dan
takwini, dengan tetap menjaga beberapa perbedaan aspek harakah dan
peren-peran mereka.
Dakwah ini tidak membutuhkan kepada jiwa-jiwa yang tidak konsisten
dan kaku serta dakwah yang tertutup dan kepribadian yang menyendiri,
yang memilki jiwa yang keropos. Imam Syahid menetapkan muwashafat yang
harus dipenuhi oleh seorang ikhwan maupun akhwat didalam kehidupannya,
yaitu:
Untuk mewujudkan 10 muwashafat ini, dan membentuk lini-lini dakwah
yang kuat dalam satu barisan -dalam aspek harakah- maka ada beberapa
kebiasaan yang harus dibangun sebagai seorang akhwat, dan
kebiasaan-kebiasaan ini akan menunjukkan karakter akhwat haraki itu.
Karakter-karakter itu adalah:
Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Bukhari dan Muslim, dari
Ibnu ’Umar Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa
Sallam bersabda : ”Islam itu ditegakkan diatas lima dasar : bersaksi
bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi, kecuali Allah, dan bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusanNya; mendirikan shalat; menunaikan
zakat; haji ke Baitullah; dan berpuasa pada bulan Ramadhan.”
Nah, hal ini merupakan pokok utama dari yang namanya Islam. Namun
meski ini pokok, bukan berarti Islam itu hanya mengerjakan yang lima ini
aja. Semua sisi kehidupan kita didunia dan persiapan kita menuju
kehidupan diakhirat pun diatur sedemikian rupa oleh Islam. Tujuannya
bukan untuk mempersulit kita melainkan untuk menjamin kemaslahatan hidup
kita didunia ini.
Yakinlah bahwa semua yang terjadi pada diri kita ini sudah
merupakan ketetapan dari Allah. Hanya saja, ada ketetapan yang gak bisa
diganggu gugat lagi tapi ada juga ketetapan Allah yang masih bisa kita
ubah sesuai dengan usaha yang kita lakukan. Misalnya, udah menjadi
ketetapan Allah bahwa kapan kita akan kembali menghadapNya (wafat
maksudnya) tapi kita berkewajiban mengusahakan mau mati dengan cara
seperti apa. Mau khusnul khatimah, ya rajin-rajin ibadah. Kalau gak mau,
siap-siap saja mati dalam keadaan su’ul khatimah. Na’udzubillah. Semoga
Allah menjauhkan kita dari akhir kehidupan yang buruk.
Ikhlas (khalashah) secara bahasa berarti bersih murni.
Sedangkan menurut istilah dapat diartikan sebagai membersihkan maksud
dan motivasi kepada Allah dari maksud dan niat lain. Karna amal
itu tergantung kepada niatnya. Ala kulli hal dalil tentang ikhlas ini
bisa diliat di QS. Al-Bayyinah [98] : 05, ”Padahal mereka hanya
diperintahkan menyembah Allah, ikhlas menaatiNya semata-mata karena
(menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan shalat dan menunaikan
zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” Juga di QS.
Al-A’raf [07] : 29 yang bunyinya : ”….. dan sembahlah Dia dengan
mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepadaNya.”
- Tidak mencari popularitas dan tidak menonjolkan diri
- Tidak rindu pujian dan tidak terkecoh pujian
- Tidak silau dan cinta kepada jabatan
- Tidak diperbudak imbalan dan balas budi
- Tidak mudah kecewa
- Tidak membedakan amal besar dan amal kecil
- Tidak fanatik golongan
- Ridha dan marahnya bukan karena berdasarkan pribadi
- Ringan, lahap dan nikmat dalam beramal
- Tidak egois, karena selalu mementingkan kepentingan bersama
- Tidak membeda-bedakan pergaulan
”Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (diperbatasan
negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (QS. Ali
Imran [03] : 200)
Tiga pokok ajaran ini; iman, islam dan ikhsan. Iman itu adalah
mengakui dengan perkataan, membenarkan dengan hati serta mengamalkan
dengan perbuatan. Islam adalah mengucapkan dua kalimat syahadat ”Asyhadu
anlaa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasuulullah”,
mengerjakan shalat lima waktu, zakat, naik haji ke Baitullah, serta
berpuasa pada bulan Ramadhan.
Sedangkan ikhsan adalah beribadah seolah-olah melihat Allah, jika
tidak mampu berlaku demikian –karena tidak khusyu’nya hati kita
kepadaNya– maka yakinlah bahwa Allah senantiasa melihat kita. Namun
muraqabatullah bukan hanya pada saat kita beribadah aja. Dalam kehidupan
sehari-hari pun kita diwajibkan untuk selalu ingat bahwa Allah selalu
mengawasi setiap tingkah laku kita, sehingga setiap gerak gerik kita
akan selalu terjaga dari maksiat kepadaNya. Amiin Ya Rabbul ’Alamiin…
Allah berfirman : ”Katakanlah (Muhammad) : ‘Jika kalian
(benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.’ Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran [03] : 31). Bagi kita-kita yang
mengaku cinta sama Allah tapi masih enggan buat mengikuti sunnah
(perbuatan) RasulNya, maka cinta kita itu patut dipertanyakan..
Syubhat artinya adalah sesuatu yang membuat ragu. Wara’ atau
berhati-hati agar tidak menghalalkan apa-apa yang telah diharamkan oleh
Allah untuk kita adalah perbuatan yang disunnahkan oleh RasulNya bahkan
menjadi sebuah kewajiban bagi semua manusia yang mengaku dirinya
muslim/ah. Hal ini sangat mmpengaruhi esensi atau nilai dari ibadah yang
akan, sedang atau telah kita lakukan.
”Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang
berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan
rahmat Allah. Allah Maha Pengampun Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [02]
: 218).
Berserah diri kepada Allah itu wajib dilakukan oleh kita sebagai muslim. Kalo nggak, maka kita termasuk makhluk yang sombong.
Sesungguhnya Allah itu menurut persangkaan hambaNya. So, kalau kita
percaya bahwa Allah bakal menolong setiap kesusahan yang dialami
hambaNya, pasti pertolongan itu bakal datang. Kunci utamanya lagi-lagi
adalah Usaha, doa, tawakkal plus sabar.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : “Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “’Barangsiapa mati, sementara
ia belum pernah berperang (fi sabilillah) atau dalam dirinya belum
pernah terlintas niat untuk berperang (fi sabilillah), maka ia mati
berada dalam salah satu cabang nifaq (kemunafiqan).” (HR. Muslim). Dan
jihad nggak cuma diartikan sebagai perang melawan kaum musyrikin saja.
Thalabul ‘ilmi (belajar mencari ilmu yang diridhai Allah) pun dapat
termasuk jihad jika niat kita semata-mata ikhlas karenaNya.
Betapa diwajibkannya perintah untuk memperbarui taubat dan
istighfar ini, sampe-sampe banyak banget ayat-ayat cinta Allah buat kita
yang menegaskannya. Sebut aja QS. An-Nuur [24] : 31, QS. Huud [11] : 90
dan QS. At-Tahriim [66] : 8. ”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya…..” (QS. At-Tahriim [66] : 8).
”Setiap yang bernyawa pasti akan mati….” Jika setiap
melakukan aktivitas apapun kita selalu ingat akan penggalan ayat ke 185
dari Qur’an surat [03] Ali Imran tersebut, pastinya semua yang akan kita
lakukan gak akan ada yang melenceng dari syariatNya. Alangkah indahnya
jika seisi dunia ini berbuat hal yang demikian. Akan tewujudlah apa yang
kita harap-harapkan selama ini yaitu menjadikan Islam sebagai rahmatan
lil ’alamin. ”…. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu….” lanjut kalimat kedua dalam ayat ini. Sehingga memotivasi kita untuk mendapat kebaikan yang sempurna pada hari kiamat kelak.
Original Source : Akhwat Muslimah
No comments:
Post a Comment