Senin, 07 Oktober 2013

Ada Kebahagiaan Di balik Istiqomah

Ustadz Abu Ammar al-Ghoyami

“Istiqomah” menurut definisi al-Hafizh Ibnu Rojab al-Hanbali rahimahullahu ta’ala (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam) ialah senantiasa berada di atas shiroth mustaqim (jalan yang lurus), yakni agama yang lurus, tidak menyimpang ke kanan maupun ke kiri, mencakup seluruh ketaatan dan meninggalkan larangan yang zhohir maupun yang bathin.

Sesuai definisinya, istiqomah merupakan hal yang tidak semua orang sanggup melakukannya. Kenyataan yang terjadi, banyak orang dilanda krisis istiqomah ini. Krisis istiqomah telah melanda kaum laki-laki maupun perempuan, yang sudah berkeluarga maupun yang belum, baik para suami maupun para istri, bahkan ia telah melanda siapa saja.

Fenomena krisis istiqomah yang tampak pada pasutri begitu memprihatinkan. Kalau dahulu sebelum menikah calon istri rajin berpuasa sunnah Senin Kamis atau puasa pertengahan bulan, kini setelah menikah sudah mulai jarang atau bahkan tidak lagi melakukannya. Dahulu, calon suami itu rajin sholat malam, dhuha, dan lainnya, setelah menikah untuk sholat fardhu berjama’ah di masjid saja sering terlambat, dan bahkan tak jarang ia sholat di rumah berjama’ah dengan sang istri. Dahulu jejaka dan gadis itu rajin pergi ke pengajian-pengajian dan selalu berada di shof terdepan, kini sudah (sangat) jarang hadir.

Banyak kita jumpai saudara kita yang menjadi kendur semangat ibadahnya sebab tidak kuasa menghadapi arus gelombang kehidupan. Memang, dalam kehidupan seseorang banyak hal yang terjadi yang sangat berpengaruh pada kualitas keistiqomahannya. Salah satu contohnya adalah kehidupan berteman, oleh sebab itu Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ.

“Seseorang itu menurut agama sahabat karibnya, maka hendaklah seseorang di antara kalian memperhatikan orang yang ia jadikan temannya.” (HR. Abu Dawud: 4193, Tirmidzi: 2300, dihasankan oleh al-Albani)

Ketika seseorang berkawan dengan seorang yang sholih maka ia bisa mendapatkan faedah dari kesholihan kawannya sehingga ia pun menjadi seorang yang sholih dan istiqomah di atas kesholihan. Sebaliknya tatkala ia berkawan dengan orang yang tholih (tidak sholih) maka keistiqomahannya akan goyang dan mulai menurun sehingga ia pun bisa ikut menjadi tholih meski sebelumnya ia seorang yang sangat sholih. Semuanya disebabkan oleh kawan karib yang selalu dekat bersahabat.

Berbicara tentang kawan karib yang selalu dekat mungkin kita lupa bahwa ada yang lebih dekat dari sekadar hubungan berkawan, ialah hubungan antara pasutri. Sebab pasutri bukan sekadar berkawan melainkan berpadu dalam satu ikatan pernikahan membentuk kesatuan dalam rumah tangga. Maka bisa dipahami bahwa kesholihan maupun ketholihan mereka berdua akan sangat besar pengaruhnya bagi keistiqomahan diri masing-masing. Kalau kedua orang pasutri adalah orang yang sholih maka sungguh beruntung mereka telah mendapatkan pendamping hidup yang akan memberikan pengaruh kesholihan serupa dan memperkuat kualitas istiqomah mereka berdua, insya Alloh subhanahu wata’ala.

Ada apa dengan istiqomah? Apa pentingnya istiqomah dalam hidup ini? Bila anda belum mengetahui keutamaan istiqomah maka anda tidak akan terpanggil untuk memilikinya, namun tidakkah anda mendambakan kebahagiaan hidup yang optimis menatap masa depan gemilang dengan Surga yang dijanjikan dan tidak pula pesimis melihat masa lalu? Bila anda mendambakannya dan sudah tentu, maka ketahuilah bahwa Alloh subhanahu wata’ala hanya menganugerahkan kebahagiaan hidup kepada mereka yang beriman dan senantiasa istiqomah. Perhatikan firman Alloh subhanahu wata’ala berikut:

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Robb kami ialah Alloh”, kemudian mereka tetap istiqomah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni Surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. (QS. al-Ahqof [46]: 13–14)

Sungguh benar, di balik istiqomah ada kebahagiaan. Semoga Alloh azza wajalla menetapkan langkah kaki kita di atas istiqomah dan meneguhkan hati kita dengan keimanan dan menganugerahkan kebahagiaan, Âmîn. Wallohul-Muwaffiq.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar