Saturday, July 13, 2013

Dari Puasa Konsumtif ke Puasa Produktif

Sebagian besar kita telah menjalankan ibadah puasa berulah-berulang dalam hidupnya. Sebagian bahkan telah melaksanakan ibadah tersebut sejak kecil. Dalam tradisi keislaman di Indonesia, para orang tua mendidik dan melatih anaknya berpuasa secara bertahap, yaitu disesuaikan dengan waktu sholat di siang hari, mulai dari puasa Dhuhur, Ashar lalu maghrib. Biasanya Puasa Dhuhur atau puasa sampai waktu adzan sholat Dhuhur untuk melatih berpuasa anak-anak yang masih kecil berumur 6 atau 7 tahun, lalu puasa Ashar untuk anak-anak yang lebih besar dan seterusnya sehingga seorang anak mampu melaksanakan puasa sampai sehari penuh.
Menjalankan kewajiban rukun Islam dan demi mendapatkan pahala dari Allah s.w.t. adalah tujuan berpuasa yang selalu kita tanamkan dalam benak dan kesadaran kita. Tujuan lain yang senantiasa kita ulang-ulang dalam pelajaran fiqh puasa setiap tahun adalah bahwa puasa untuk membangun rasa solidaritas terhadap kaum fakir miskin dengan ikut merasakan pedihnya lapar dan dahaga. Itu semua adalah hasil dan manfaat ibadah puasa yang sifatnya spiritual.
Namun lebih dari itu sudahkah puasa yang kita lakukan menghasilkan sesuatu yang riel dalam kehidupan sehari-hari kita? Pertanyaan tersebut sangat penting untuk menggugah kesadaran kita, akan sejauh mana dampak ibadah puasa yang kita laksanakan terhadap kehidupan kita sehari-hari. Banyak dari puasa kita yang sejatinya hanyalah rasa lapar dan dahaga, sedangkan manfaatnya belum kita rasakan. Rasulullah s.a.w. dalam sebuah hadist yang diriwayatkan sahabat Abu Hurairah mengingatkan “Banyak dari orang yang berpuasa, tetapi ia mendapatkan dari puasanya hanyalah rasa lapar dan dahaga, dan banyak orang yang bangun malam mendirikan sholat tetapi ia mendapatkan dari sholatnya tersebut hanyalah begadang dan bangun malam” [h.r. Ahmad]
Dalam kesempatan lain Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa tidak bisa meninggalkan perkataan kotor dan tidak bisa menjauhi pekerjaan tercela, maka tidak adsa gunanya baginya meninggalkan makan dan minum demi Allah”. [h.r. Bukhari]
Kedua pesan Rasulullah s.a.w. tersebut menegaskan bahwa dalam ibadah puasa haruslah dihasilkan sesuatu yang riel dan positif bagi kehidupan ini. Puasa haruslah mendatangkan pengaruh positif terhadap pelakunya, baik pada dirinya pribadi, lingkungannya dan kehidupannya secara umum. Puasa yang tidak menghasilkan apa-apa adalah puasa yang pasif.
Bahkan sering kita dapati, selain pasif puasa kita juga konsumtif. Puasa yang konsumtif adalah manakala pelaksanaan ibadah puasa justru mendongkrak perilaku konsumerisme kita,  sementara produktifitas kita menurun atau stagnan. Nilai dan volume belanja kita melonjak tajam ketika bulan Ramadhan, entah itu untuk kebutuhan makanan dan minuman maupun kebutuhan lainnya, sedangkan kita cenderung malas-malasan bekerja, memperbanyak tidur di siang hari dan kurang semangat melakukan aktifitas yang bermanfaat. Perilaku konsumerisme yang berlebihan ini yang secara tidak langsung menaikkan inflasi sehingga memberatkan masyarakat kecil yang kurang mampu serta di lain pihak mengikis rasa empati yang selayaknya tumbuh subur dengan beribadah puasa.
Maka selayaknya kita melakukan transformasi dari puasa kita yang masih konsumtif menuju puasa yang produktif. Puasa yang produktif menakala ibadah puasa kita menghasilan hal-hal positif yang riel dan dirasakan oleh sekeliling kita. Puasa kita menghasilkan perilaku-perilaku yang lebih baik dalam pola hidup masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Puasa yang produktif manakala mampu menghembuskan semangat dan etos kerja yang tinggi di kalangan usahawan dan pekerja muslim. Dan puasa yang produktif manakala individu-individu muslim mampu memberikan kontribusi positif untuk lingkungan dan kehidupannya.

No comments:

Post a Comment