Dalam terminologi fiqh, jihad artinya memerangi orang kafir demi
menegakkan syariat Islam. Jihad juga bisa diartikan memerangi hawa
nafsu. Ada hubungan yang sangat erat antara perintah puasa dan perintah
jihad. Perintah puasa jatuh pada tahun yang sama dengan diturunkannya
perintah berjihad (perang melawan kaum musyrik) yaitu pada saat
Rasulullah s.a.w. menghadapi perang Badar tahun kedua Hijriah.
Yang pertama kali turun adalah perintah puasa dalam firman Allah SWT:
"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu sekalian puasa,
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu sekalian
bertaqwa "(QS Al-Baqarah : 183 ). Kemudian beberapa waktu turunlah ayat:
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu,
(tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas." ( QS Al-Baqarah : 190).
Apa
hikmah diturunkannya perintah puasa terlebih dahulu dalam waktu yang
tidak berjauhan kemudian diturunkan perintah Jihad dan kenapa
kedua-duanya diturunkan pada tahun yang sama? Hikmahnya adalah, bahwa
kedua ibadah tersebut menuntut persiapan mental yang sangat besar.
Keduanya menuntut pengosongan jiwa dari dominasi keduniaan demi
terciptanya kesucian ibadah dan keihlasan. Sahabat Usman bin Madh'un
r.a. pernah datang kepada Rasulullah s.a.w. minta izin "Wahai Rasulullah
izinkan aku menjadi pertapa (yaitu orang yang meninggalkan dunia sama
sekali dengan bertapa dan mengasingkan diri) jawab Rasulullah "Tidak ada
di antara umatku yang boleh menjadi pertapa, sesungguhnya bertapanya
umatku adalah puasa", lalu Uzman berkata "Izinkan aku menjadi
pengembara", jawab Rasulullah "Pengembaraan umatku adalah Jihad di jalan
Allah", lalu Usman berkata lagi "Izinkan aku melakukan semedi",
Rasulullah menjawab "Semedinya umatku adalah duduk di masjid menunggu
Sholat" (Sharh Sunnah, Baghawi).
Puasa dan Jihad sama-sama ibadah
yang berisi peperangan. Puasa adalah ibadah berperang melawan kejahatan
metafisik, yaitu hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati. Musuh kita saat
berpuasa tidak tampak karena kebanyakan berada dalam diri kita. Benar
apa yang dipesankan Rasulullah s.a.w. "Sesungguhnya musuh sejatimu,
bukanlah yang kalau ia membunuhmu lalu Allah memasukkanmu sorga, kalau
kamu membunuhnya mendapatkan penghargaan. Tetapi musuh yang sejati
adalah nafsumu yang ada di dalam dirimu dan kadang perempuan yang tidur
bersamamu" (Amtsal, Askari). Sedangkan Jihad adalah ibadah berperang
melawan kejahatan fisik (kaum musyrik) atau musuh yang tampak di luar
diri kita.
Agama kita mengajak kita untuk memerangi musuh yang
bersifat fisik dan metafisik, musuh yang nyata dan musuh yang ada dalam
diri kita, yaitu hawa nafsu. Perang melawan musuh yang metafisik ini
justru lebih penting karena kita tidak akan menang melawan musuh yang
sifatnya fisik sebelum kita bisa mengalahkan musuh yang nyata kelihatan.
Maka seakan-akan Allah hendak berkata kepada umat Islam, "Wahai umat
Islam, jika seandainya kamu telah mampu mengalahkan hawa nafsumu, yang
padahal ia adalah musuh yang tak tampak pada diri kamu, maka alangkah
lebih mudahnya bagi kamu untuk mengalahkan musuh-musuh kamu yang nyata
tampak di depan kamu.
Maka sejatinya ibadah puasa Ramadhan ini
adalah bentuk lain dari Jihad di jalan Allah. Itu karena di dalam ibadah
puasa mengandung peperangan yang maha dahsyat, yaitu perang melawan
hawa nafsu, perang melawan penyakit-penyakit hati dan perang melawan
busuknya mentalitas kita. Maha benar ungkapan Rasulullah s.a.w. ketika
pulang dari perang Badar, "Kalian baru saja kembali dengan sebaik-baik
kepulangan, kalian baru saja kembali dari satu jihad kecil (perang)
untuk menuju kepada jihad yang lebih besar, yaitu pertempuran hamba
melawan hawa nafsunya". Rasulullah s.a.w. juga menegaskan "Sebaik-baik
Jihad adalah perangnya seorang lelaki melawan nafsunya di jalan Allah"
(h.r. Ibnu Najjar).
Source: http://www.pesantrenvirtual.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1285:puasa-adalah-jihad-di-jalan-allah&catid=15:pengajian&Itemid=63
No comments:
Post a Comment