Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Berbasiskan Masyarakat Terpencil
Pendahuluan
Di negara kita masih terdapat banyak
penduduk miskin (38,4 juta jiwa tahun 2002). Penduduk miskin ini tersebar di
perkotaan dan pedesaan. Diantara masyarakat miskin di pedesaan ini, yang
kondisi kemiskinannya paling rentan adalah yang berdiam di wilayah terpencil.
Wilayah terpencil adalah wilayah yang tidak terhubungkan dengan prasarana
transportasi (darat, laut maupun udara) dan komunikasi dengan pusat-pusat
pertumbuhan terkecil sekalipun (yaitu pusat desa atau kecamatan). Wilayah terpencil berada di pulau-pulau
kecil maupun di pedalaman. Di beberapa wilayah pedesaan terpencil ini bermukim
masyarakat adat dan masyarakat umum. Mereka adalah masyarakat yang masih sangat
terbelakang, belum mampu mengembangkan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas
hidupnya dan sangat sedikit menerima sentuhan pembangunan.
Tujuan
dari tulisan ini adalah menjawab pertanyaan bagaimana memberdayakan masyarakat
pedesaan yang berada di wilayah terpencil tersebut. Bagian pertama membahas
pengertian pemberdayaan masyarakat secara umum. Bagian berikutnya bagaimana
menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat tersebut pada masyarakat pedesaan
yang berada di wilayah terpencil.
Pemberdayaan
merujuk pada pengertian perluasan kebebasan memilih dan bertindak. Bagi masyarakat miskin, kebebasan ini sangat
terbatas karena ketidakmampuan bersuara (voicelessness) dan ketidak
berdayaan (powerlessness) dalam hubungannya dengan negara dan pasar.
Karena kemiskinan adalah multi dimensi, masyarakat miskin membutuhkan kemampuan
pada tingkat individu (seperti kesehatan, pendidikan dan perumahan) dan pada
tingkat kolektif (seperti bertindak bersama untuk mengatasi masalah).
Memberdayakan masyarakat miskin dan terbelakang menuntut upaya menghilangkan
penyebab ketidakmampuan mereka meningkatkan kualitas hidupnya.
Unsur-unsur
pemberdayaan masyarakat pada umumnya adalah: (1) inklusi dan partisipasi; (2)
akses pada informasi; (3) kapasitas
organisasi lokal; dan (4) profesionalitas pelaku pemberdaya. Keempat elemen ini terkait satu sama lain
dan saling mendukung.
Inklusi berfokus pada pertanyaan siapa yang
diberdayakan, sedangkan partisipasi berfokus pada bagaimana mereka diberdayakan
dan peran apa yang mereka mainkan setelah mereka menjadi bagian dari kelompok
yang diberdayakan. Menyediakan ruang partisipasi bagi masyarakat, khususnya
masyarakat miskin, dalam pembangunan adalah memberi mereka otoritas dan kontrol
atas keputusan mengenai sumber-sumber pembangunan. Partisipasi masyarakat
miskin dalam menetapkan prioritas pembangunan pada tingkat nasional maupun
daerah diperlukan guna menjamin bahwa sumber daya pembangunan (dana,
prasarana/sarana, tenaga ahli, dll) yang
terbatas secara nasional maupun pada tingkat daerah dialokasikan sesuai dengan
kebutuhan dan prioritas masyarakat miskin tersebut.
Partisipasi yang
keliru adalah melibatkan masyarakat dalam pembangunan hanya untuk didengar
suaranya tanpa betul-betul memberi peluang bagi mereka untuk ikut mengambil
keputusan. Pengambilan keputusan yang partisipatif tidak selalu harmonis dan
seringkali ada banyak prioritas yang harus dipilih, oleh sebab itu mekanisme
resolusi konflik kepentingan harus dikuasai oleh pemerintah guna mengelola
ketidak-sepakatan.
Ada berbagai
bentuk partisipasi, yaitu:
o
secara langsung,
o
dengan perwakilan (yaitu memilih wakil dari
kelompok-kelompok masyarakat),
o
secara politis (yaitu melalui pemilihan terhadap
mereka yang mencalonkan diri untuk mewakili mereka),
o
berbasis informasi (yaitu dengan data yang
diolah dan dilaporkan kepada pengambil keputusan),
o
berbasis mekanisme pasar yang kompetitif
(misalnya dengan pembayaran terhadap jasa yang diterima).
Partisipasi secara langsung oleh masing-masing anggota
masyarakat adalah tidak realistik, kecuali pada masyarakat yang jumlah
penduduknya sedikit, atau untuk mengambil keputusan-keputusan kenegaraan yang
mendasar melalui referendum. Yang umum dilakukan adalah partisipasi secara
tidak langsung, oleh wakil-wakil masyarakat atau berdasarkan informasi dan
mekanisme pasar. Organisasi berbasis masyarakat seperti lembaga riset, LSM,
organisasi keagamaan, dll. mempunyai peran yang penting dalam membawa suara
masyarakat miskin untuk didengar oleh pengambil keputusan tingkat nasional dan
daerah.
Walaupun keterwakilan sudah
dilakukan dengan benar, proses partisipasi masih belum benar jika
penyelenggaraannya dilakukan secara tidak sungguh-sungguh. Upaya yang dilandasi
niat jujur untuk menampung pendapat masyarakat terhadap kebijakan yang
menyangkut ruang hidup mereka dapat menjadi tidak berhasil, jika pendapat
wakil-wakil masyarakat yang diharapkan mewakili kepentingan semua unsur
masyarakat itu kemudian hanya diproses sekedarnya saja, tanpa upaya memahami
pertimbangan apa dibalik pendapat yang diutarakan wakil-wakil tersebut.
Partisipasi semu seperti itu menambah ongkos pembangunan, tanpa ada manfaat
yang jelas bagi peserta yang diajak berpartisipasi. Upaya melibatkan masyarakat
dalam pengertian yang benar adalah memberi masyarakat kewenangan untuk
memutuskan sendiri apa-apa yang menurut mereka penting dalam kehidupan mereka.
Unsur ke dua, akses pada informasi,
adalah aliran informasi yang tidak tersumbat antara masyarakat dengan
masyarakat lain dan antara masyarakat dengan pemerintah. Informasi meliputi
ilmu pengetahuan, program dan kinerja pemerintah, hak dan kewajiban dalam
bermasyarakat, ketentuan tentang pelayanan umum, perkembangan permintaan dan
penawaran pasar, dsb. Masyarakat pedesaan terpencil tidak mempunyai akses
terhadap semua informasi tersebut, karena hambatan bahasa, budaya dan jarak
fisik. Masyarakat yang informed, mempunyai posisi yang baik untuk
memperoleh manfaat dari peluang yang ada, memanfaatkan akses terhadap pelayanan
umum, menggunakan hak-haknya, dan membuat pemerintah dan pihak-pihak lain yang
terlibat bersikap akuntabel atas kebijakan dan tindakan yang mempengaruhi
kehidupan masyarakat.
Kapasitas
organisasi lokal adalah kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama,
mengorganisasikan perorangan dan kelompok-kelompok yang ada di dalamnya,
memobilisasi sumber-sumber daya yang ada untuk menyelesaikan masalah bersama.
Masyarakat yang organized, lebih mampu membuat suaranya terdengar dan
kebutuhannya terpenuhi.
Profesionalitas
pelaku pemberdaya adalah
kemampuan pelaku pemberdaya, yaitu aparat pemerintah atau LSM, untuk
mendengarkan, memahami, mendampingi dan melakukan tindakan yang diperlukan
untuk melayani kepentingan masyarakat. Pelaku pemberdaya juga harus mampu
mempertanggungjawabkan kebijakan dan tindakannya yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat.
Hasil yang Diharapkan
Memberdayakan
masyarakat berarti melakukan investasi pada masyarakat, khususnya masyarakat
miskin, dan organisasi mereka, sehingga asset dan kemampuan mereka bertambah, baik
kapabilitas perorangan maupun kapasitas kelompok. Agar pemberdayaan masyarakat
dapat berlangsung secara efektif, maka reformasi kenegaraan, state reform,
harus dilakukan pada tingkat nasional maupun daerah. Berbagai peraturan,
ketentuan, mekanisme kelembagaan, nilai-nilai dan perilaku harus disesuaikan
untuk memungkinkan masyarakat miskin berinteraksi secara efektif dengan pemerintah. Berbagai
ketentuan perlu disiapkan untuk memungkinkan masyarakat miskin dapat memantau
kebijakan, keputusan dan tindakan pemerintah dan pihak-pihak lain yang
terlibat. Tanpa pemantauan yang efektif dari masyarakat miskin, maka
kepentingan mereka dapat terlampaui oleh kepentingan-kepentingan lain. Adanya partisipasi masyarakat dalam
pembangunan akan menghasilkan wujud yang berbeda jika pembangunan tidak melalui
proses yang partisipatif. Pembangunan yang partisipatif menghasilkan tata
pemerintahan yang lebih baik, kemakmuran yang lebih adil, pelayanan dasar yang
lebih bermanfaat bagi masyarakat banyak,
akses ke pasar dan jasa bisnis yang lebih merata, organisasi masyarakat
yang lebih kuat, dan kebebasan memilih yang lebih terbuka.
Contoh Keberhasilan Pemberdayaan Masyarakat Skala Nasional
Salah
satu penerapan prinsip partisipasi, sebagai salah satu unsur dalam proses pemberdayan
masyarakat, yang penting adalah dalam
proses perencanaan dan penganggaran pembangunan. Dalam participatory
budgeting ini, sejumlah stakeholders mendiskusikan, menganalisis,
memprioritaskan dan memantau keputusan tentang anggaran belanja pemerintah. Stakeholders
ini mencakup masyarakat umum, kelompok miskin, dan kelompok terpinggirkan
seperti kaum perempuan, dan kelompok-kelompok pemangku kepentingan lain seperti
dunia usaha, anggota parlemen dan juga lembaga pemberi pinjaman.
Penganggaran
yang partisipatif dilakukan dalam tiga tahap pengangaran:
1. analisa dan formulasi anggaran,
2. penelusuran dan pemantauan pengeluaran
anggaran, dan
3. penilaian terhadap hasil kerja
pemerintah.
Hasil
dari proses perencanaan dan penggunaan anggaran pembangunan secara partisipatif
yang diharapkan adalah pelaksanaan pembangunan yang pro-kemiskinan, terwujudnya
konsensus sosial, dan meningkatnya dukungan masyarakat dalam proses reformasi
yang seringkali menuntut pengorbanan.
Penganggaran
yang partisipatif ternyata berakibat positif bagi ekonomi makro dan keuangan
negara, seperti ditunjukkan oleh negara Irlandia sejak menerapkan proses
penganggaran yang partisipatif. Hasil yang tampak adalah anggaran yang semula
defisit berubah menjadi surplus, persentase hutang/pinjaman terhadap PDB
menurun, tingkat inflasi berkurang, pertumbuhan ekonomi lebih cepat, investasi
asing meningkat dan pengangguran berkurang.
Penganggaran
partisipatif di Irlandia didorong oleh kemauan keras pemerintah dan masyarakat
untuk mengatasi resesi ekonomi pada tahun 1980an, dimana inflasi sangat tinggi,
hutang pemerintah meningkat, defisit anggaran besar, dan produktivitas sektor
industri menurun. Pada tahun 1986 dibentuk Dewan Ekonomi dan Sosial Nasional,
yang berfungsi menjadi wadah bagi "mitra sosial" (social partners)
untuk mengupas berbagai persoalan ekonomi dan mencari jalan keluar bersama.
Seluruh elemen pemberdayaan masyarakat ada dalam proses pembangunan ini.
Sampai
tahun 2002 sudah ada lima produk kesepakatan yang diputuskan oleh dewan ini.
Kalau tiga kesepakatan pertama berfokus pada masalah-masalah ekonomi, dua
kesepakatan terakhir cakupannya lebih luas. Kesepakatan yang kelima,
(2000-2002) bertema Program for Prosperity and Fairness, mencakup
tujuan-tujuan sosial disamping tujuan ekonomi. Proses konsultasi antara
pemerintah dengan organisasi masyarakat sipil berlangsung selama empat bulan
untuk menghasilkan kesepakatan tersebut.
Selain keadaan
ekonomi makro dan keuangan negara yang membaik di Irlandia sejak menerapkan
proses penganggaran yang partisipatif, hasil intangible penting adalah
terbangunnya modal sosial berupa saling percaya yang tinggi antara pemerintah
dan unsur-unsur masyarakat. Masing-masing pihak tidak bisa lari dari
tanggungjawab sebab akan harus akuntabel terhadap komitmen yang telah
dinyatakan dalam pertemuan sebelumnya. Setiap pihak mempunyai kesempatan untuk
menyampaikan kepentingan, keberatan dan kontribusinya dalam mengatasi persoalan
bangsa. Jadi baik pemerintah maupun unsur-unsur masyarakat sama-sama harus
bertanggungjawab terhadap kesepakatan yang dibuat.
Pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam
skala lebih mikro menghasilkan tingkat pelayanan umum yang menjangkau
masyarakat lebih banyak, kualitas prasarana/sarana yang lebih murah dan tahan
lama, dan pendapatan masyarakat yang lebh baik, dan secara keseluruhan
berkurangnya tingkat kemiskinan.
Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Terpencil
Masyarakat
pedesaan terpencil adalah masyarakat yang relatf tertutup, mempunyai
keterkaitan dengan alam yang tinggi, melakukan kegiatan produksi yang bersifat subsistence,
memperoleh pelayanan sosial yang sangat minim sehingga menghasilkan tingkat
kualitas SDM yang relatif sangat rendah. Namun, sebagian masyarakat pedesaan
terpencil, khususnya masyarakat adat, mampu menghasilkan produk budaya yang
berkualitas tinggi seperti ukiran suku Asmat, tato suku Mentawai, pengelolaan
hutan yang harmonis suku Baduy, dll.
Tujuan
pemberdayaan masyarakat pedesaan terpencil adalah meningkatkan kesejahteraannya
sehingga mereka dapat menikmati kualitas hidup sebagaimana yang dinikmati oleh
masyarakat Indonesia pada umumnya. Dalam
wujud fisik, pemberdayaan masyarakat pedesaan terpencil akan memungkinkan
mereka untuk:
- Bermukim secara menetap
- Melakukan kegiatan ekonomi pasar yang menguntungkan dan berkelanjutan
- Terlayani oleh fasilitas sosial ekonomi: sekolah, klinik, listrik, air bersih
- Terhubungkan dengan angkutan darat/laut reguler ke pusat desa/kecamatan.
Strategi pemberdayaan masyarakat pedesaan terpencil
dilakukan dengan mewujudkan ke empat elemen pemberdayaan masyarakat: inklusi
dan partisipasi, akses pada informasi, kapasitas organisasi lokal,
profesionalitas pelaku pemberdaya. Tantangan utama yang dihadapi dalam
memberdayakan masyarakat pedesaan terpencil adalah pengetahuan yang terbatas,
wilayah yang sulit dijangkau, dan pemahaman adat yang kuat pada masyarakat
adat.
Untuk dapat memasukkan mereka dalam
proses perubahan, maka upaya yang pertama kali perlu dilakukan adalah memahami
pemikiran dan tindakan mereka serta membuat mereka percaya kepada pelaku
pemberdaya. Selanjutnya mereka perlu berpartisipasi dalam proses perubahan yang
ditawarkan dengan memberikan kesempatan menentukan pilihan secara rasional. Proses
ini dapat memerlukan waktu yang lama, namun hasilnya akan lebih efektif
daripada memberikan pilihan yang sudah tertentu. Pengikutan masyarakat dalam
proses perubahan dilakukan secara berangsung-angsur dari kelompok kecil menuju
masyarakat lebih luas.
Akses pada informasi dibuka dengan
memberikan penjelasan mengenai program-program pemerintah yang akan dilakukan,
norma-norma bermasyarakat yang perlu diketahui, ilmu pengetahuan dasar, hak-hak
yang mereka peroleh, manfaat perubahan yang akan terjadi, masalah-masalah yang
mungkin dihadapi, dsb.
Kapasitas organisasi lokal ditumbuhkan
dengan melakukan pengorganisasian terhadap kelompok-kelompok dalam masyarakat
pada tingkat bawah (seperti kelompok perempuan, kelompok pemuda, kelompok
peladang), dan terhadap tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, aparat
desa/dusun, dsb. Tujuan pemerkuatan organisasi lokal ini adalah untuk
menjadikan mereka mampu merencanakan perbaikan lingkungan mereka, mampu
meningkatkan produktivitas, mampu bernegosiasi dengan pihak lain, mampu
melakukan kegiatan-kegiatan bersama yang bermanfaat. Teknik-teknik pemetaan
wilayah, penyusunan rencana tata ruang, perbaikan sarana permukiman,
pembangunan rumah, cara bercocok tanam, cara mengolah hasil kebun, melindungi
mata air, dll. perlu diajarkan atau dipelajari bersama.
Pelaku pemberdaya perlu mempunyai
kemampuan profesional yang tinggi agar dapat melakukan pendampingan secara
baik. Pelaku pemberdaya yang potensial adalah organ pemerintah daerah atau
organisasi berbasis masyarakat lokal, yang mempunyai perhatian, komitmen, dan
kemampuan untuk membangun masyarakat miskin dan terbelakang. Upaya pemberdayaan
masyarakat pedesaan terpencil, baik masyarakat adat maupun masyarakat lokal,
menuntut pola kerja yang fleksibel, tidak terhambat oleh sistem administrasi
penganggaran yang ketat. Agar pelaku pemberdaya masyarakat dapat bekerja secara
profesional, maka mereka perlu mendapat pelatihan dan pendidikan yang memadai.
Pemberdayaan masyarakat pedesaan
terpencil merupakan salah satu rstrategi mewujudkan masyarakat yang maju dan
sejahtera. Strategi lain yang perlu dilakukan adalah pemberian peluang (creating
opportunity), pengembangan kapasitas dan modal manusia (capacity
building and human capital development), dan perlindungan sosial (social
protection).
Pemberian peluang dilakukan dengan
penyediaan prasarana dan sarana umum khususnya transportasi, listik,
komunikasi, dan pasar. Pengembangan kapasitas dan modal manusia dilakukan
dengan menyediakan pelayanan pendidikan dan kesehatan sesuai kondisi lokal.
Penyediaan prasarana dan sarana umum serta pelayanan sosial bagi masyarakat pedesaan terpencil, akan
menghadapi kendala keterpencilan wilayah, jumlah penduduk yang sedikit, lokasi
yang tersebar. Untuk itu berbagai teknik dan bentuk-bentuk prasarana dan sarana
serta pola-pola pelayanan khusus perlu diciptakan. Perlindungan sosial
dilakukan antara lain dengan membuat peraturan yang menjamin kepastian hukum
terhadap hak ulayat masyarakat adat, atau hak milik masyarakat umum, disertai
dengan ketentuan tentang batas-batas tanah yang selanjutnya diakomodasikan
dalam peraturan daerah mengenai rencana tata ruang wilayah. Perlindungan hukum
juga diberikan pada produk-produk budaya masyarakat.
Penutup
Masyarakat pedesaan berbasiskan
masyarakat terpencil adalah kelompok miskin paling rentan diantara
kelompok-kelompok miskin pada umumnya. Pemberdayaan masyarakat pedesaan
terpencil perlu dilakukan dengan mengikutkan mereka dalam perencanaan
program-program pembangunan, dan menyertakan mereka sebagai pelaku aktif proses
perubahan yang dilakukan. Untuk itu mereka perlu mempunyai akses terhadap
informasi tentang berbagai hal yang menyangkut kehidupan mereka, mendorong
mereka mengorganisasikan diri dalam kelompok-kelompok yang mampu menyuarakan
kepentingan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi secara mandiri. Upaya
pemberdayaan masyarakat perlu didukung oleh pelaku-pelaku yang profesional,
yang mempunyai kemampuan, komitmen dan perhatian pada masyarakat pedesaan
terpencil yang relatif kurang pendidikan. Berbagai teknik dan bentuk-bentuk
prasarana dan sarana serta pola-pola pelayanan khusus perlu diciptakan.
Perubahan-perubahan yang dihasilkan
oleh upaya-upaya pemberdayaan masyarakat pedesaan terpencil lambat laun
diharapkan akan meningkatkan kualitas kehidupan mereka, menjadikan mereka lebih
berdaya, mampu melepaskan diri dari keterbelakangannya, dan menjadi masyarakat
yang maju dan mandiri·
Referensi
Buletin
Kawasan, Direktorat PKKT Bappenas, Edisi 8 Tahun 2003
Direktorat Kerjasama Pembangunan Sektoral dan
Daerah, Bappenas, Kebijakan Strategis Pemberdayaan Masyarakat, 2003.
Narayan,
Deepa, Empowerment and Poverty Reduction, World Bank, 2002.
SMERU,
No. 07/Juli-September 2003.
*) Dr. Ir. Herry Darwanto, M.Sc
adalah Direktur Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal, Bappenas-red
Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri[1]. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi.
Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan masyarakat" apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek. Disini subyek merupakan motor penggerak, dan bukan penerima manfaat (bahasa Inggris: beneficiaries) atau obyek saja.
No comments:
Post a Comment