Jumat, 07 Juni 2013

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA USAHA TANI SAWI


Background
            Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki iklim tropis dan dianugerahi kekayaan alam yang melimpah, keadaan tanah yang subur untuk bercocok tanam serta wilayah perairan yang terbentang luas. Sehingga Indonesia memiliki keberagaman produk pertanian dibandingkan dengan negara-negara lain. Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia sehingga menjadikan pertanian sebagai salah satu mata pencaharian bagi sebagian besar penduduknya.[1] Selain itu sektor pertanian juga memberikan kontribusi yang cukup besar pada pembentukan PDB di Indonesia, maka pembangunan pada sektor pertanian menjadi prioritas utama karena sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor penyangga ekonomi nasional.[2]
            Namun perjalanan pembangunan sektor pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan sektor pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional.
            Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan sektor pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain: potensi sumber daya alam yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Oleh karena itu pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif solusi untuk mengatasi masalah pengangguran di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 yang menunjukkan penyerapan tenaga kerja per sektor di Indonesia.
Tabel 1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2011–2013 (Dalam juta orang)
Lapangan Pekerjaan Utama
2011
2012
2013
Februari
Agustus
Februari
Agustus
Februari
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1. Pertanian
42,48
39,33
41,20
38,88
39,96
2. Industri
13,70
14,54
14,21
15,37
14,78
3. Konstruksi
5,59
6,34
6,10
6,79
6,89
4. Perdagangan
23,24
23,40
24,02
23,16
24,81
5. Transportasi, Pergudangan, dan komunikasi
5,58
5,08
5,20
5,00
5,23
6. Keuangan
2,06
2,63
2,78
2,66
3,01
7. Jasa Kemasyarakatan
17,02
16,65
17,37
17,10
17,53
8. Lainnya *
1,61
1,70
1,92
1,85
1,81
Jumlah
111,28
109,67
112,80
110,81
114,02
*) Lapangan pekerjaan utama/sektor lainnya terdiri dari: Sektor Pertambangan, Listrik, Gas, dan Air
Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Tahun 2013.
             
Tabel 1 menunjukkan komposisi penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan hingga Februari 2013 tidak mengalami perubahan, dimana Sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan, dan Sektor Industri secara berurutan masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
            Jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2012, jumlah penduduk yang bekerja mengalami kenaikan terutama di Sektor Perdagangan sebanyak 790 ribu orang (3,29 persen), Sektor Konstruksi sebanyak 790 ribu orang (12,95 persen), serta Sektor Industri sebanyak 570 ribu orang (4,01 persen). Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah Sektor Pertanian dan Sektor Lainnya, masing-masing mengalami penurunan jumlah penduduk bekerja sebesar 3,01 persen dan 5,73 persen.
            Sektor pertanian Indonesia terdiri dari lima subsektor yaitu, subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan (Dumairy, 1996). Dimana masing-masing sektor tersebut memberikan kontribusi tersendiri bagi perekonomian Indonesia. Seperti dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan PDB dari tahun 2007-2011 semakin meningkat, pada tahun 2011 mencapai Rp 313.727,8 milyar. Sektor pertanian dapat menjadi salah satu sektor unggulan yang dapat memberikan kontribusi bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia.


Tabel 2. KontribusiSektor Pertanian dalam membentuk Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2011 (Rp. Miliar/Rp. Billion )

Sektor-Subsektor
Tahun
2007
2008
2009
2010*
2011**
Sektor Pertanian
271.509,3
284.619,1
295.883,8
304.736,7
313.727,8
a. Pertanian Sempit
211.308,4
222.209,6
231.265,1
236.825,3
242.301,7
-Tanaman Bahan Makanan
133.888,5
142.000,4
149.057,8
151.500,7
153.408,5
-Tanaman Perkebunan
43.199,2
44.783,9
45.558,4
47.110,2
48.964,0
-Peternakan dan hasil-hasilnya
34.220,7
35.425,3
36.648,9
38.214,4
39.929,2
b. Kehutanan
16.548,1
16.543,3
16.843,6
17.249,6
17.361,8
c. Perikanan
43.652,8
45.866,2
47.775,1
50.661,8
54.064,3
Keterangan       : *)Angka Sementara, **)Angka Sangat Sementara
Sumber                        : Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2012

            Dari beberapa subsektor, subsektor tanaman bahan makanan yang memberikan kontribusi paling besar untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1. Tanaman bahan makanan meliputi komoditas-komoditas bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kedelai (Dumairy, 1996), termasuk didalamnya beberapa komoditas hortikultura seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Subsektor inilah yang menjadi sandaran nafkah utama, terutama bagi masyarakat pedesaan. Karena di pedesaan masih terdapat banyak lahan pertanian seperti sawah, ladang, dan lain-lain dibandingkan dengan daerah perkotaan yang sudah banyak dipenuhi oleh areal perkantoran, kawasan industri, dan perumahan.[3]

Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2012
Gambar 1. PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2007-2011

                Hortikultura berasal dari kata “hortus” (= garden atau kebun) dan “colere” (= to cultivate atau budidaya). Secara harfiah istilah hortikultura diartikan sebagai usaha membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Janick, 1972 ; Edmond et al., 1975), sehingga hortikultura merupakan suatu cabang dari ilmu pertanian yang mempelajari budidaya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias. Dalam GBHN 1993-1998 selain buah-buahan, sayuran dan tanaman hias, yang termasuk dalam kelompok hortikultura adalah tanaman obat-obatan.
            Konsumsi perkapita akan sayuran dan buah di Indonesia tahun 1990 – 2011 selalu meningkat setiap tahun, namun konsumsi perkapita akan sayuran di Indonesia mengalami peningkatan yang jauh lebih besar seperti yang dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi Konsumsi Perkapita Sayuran dan Buah
Tahun 1990 – 2011


No

Konsumsi
Konsumsi Per Kapita (Kg/Th)
1990
1993
1996
1999
2002
2005
2008
2011
1
Sayuran
36,24
35,49
37,12
31,67
32,89
35,33
39,45
33,99
2
Buah
29,94
26,00
24,67
18,70
29,38
25,17
31,93
23,14
Sayur + Buah
66,18
61,49
61,78
50,37
62,27
60,50
71,38
57,13


Sumber : Departemen Pertanian Indonesia
            Indonesia mempunyai berbagai macam komoditas sayuran binaan yang dapat dilihat pada tabel 4. Dalam tabel 4 terdapat 80 macam komoditas sayuran binaan yang terdapat di Indonesia.
Tabel 4. Komoditas Sayuran Binaan Direktorat Jenderal Hortikultura
Komoditas Sayuran Binaan
Direktorat Jenderal Hortikultura
1.      Andewi (Chicorium endiva)
41.    Kentang (Solanum tuberosum)
2.      Asparagus (Asparagus officinalis)
42.    Kluwih (Artocarpus incise L.f.)
3.      Bligo (Benincasa hispida)
43.    Koro Benguk
(Monocharia vaginalis)
4.      Bawang Bakung
(Allium ampeloprasum   Var. parrum)
44.    Koro Karatok (Phaseolus lunatus L)
5.      Bawang Bombay (Allium cepa)
45.    Koro Pedang / Kara
(Canavalia ensiformis)
6.      Bawang daun (Allium fistulosum)
46.    Kubis (Brassica sp)
7.      Bawang Kucai (Allium schoenoprasum)
47.    Kubis Bunga (Brassica o.v botrytis)
8.      Bawang Merah
(Allium Cepa var. ascolonium)
48.    Kubis Tunas
(Brassica o.v gemmifera)
9.      Bawang Prei (Allium porrum)
49.    Labu Putih (Benincasa hispida)
10.    Bawang Putih (Allium sativum L.)
50.    Labu Putih / Air
(Lagenaria vulgaris)
11.    Bayam (Amaranthus sp)
51.    Labu Siem (Sechium edule)
12.    Bit (Beta vulgaris)
52.    Lobak (Raphanus sativus L)
13.    Blimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)
53.    Melinjo (Gnetum gnemon L)
14.    Brokoli (Brassica oleracea cv italica)
54.    Mentimun (Cucumis sativus)
15.    Bustru (Luffa cylindrical)
55.    Okra (Abelmoschus esculentus)
16.    Cabai Merah (Capsicum annum)
56.    Oyong / Gambas (Luffa acutangula)
17.    Cabai Rawit (Capsicum frutecens)
57.    Pak Choi (Brassica rapa)
18.    Gandaria (Bovea macrophylia)
58.    Paprika
(Capsicum annum CV grossum)
19.    Genjer (Limnocharis flava Buch.)
59.    Pare belut
(Trichosanthes anguina Linn.)
20.    Bobo (Arctsicum lappa. L)
60.    Paria (Momardica charantina)
21.    Jagung baby (Zea mays sp)
61.    Parsley (Petroselimum hortenses)
22.    Jagung Manis (Zea mays var rugosa)
62.    Petai (Parkia speciosa)
23.    Jamur (Volvariela sp)
63.    Petsai / sawi putih
(Brassica peckinensis)
24.    Jamur kancing/champignon
(Agaricus bisporus)
64.    Poh-pohan (Pile melastomoides)
25.    Jamur kuping (Auricularia auricula)
65.    Ranti (Solanum nigrum L)
26.    Jamur Merang (Volvariela volvaceae)
66.    Rebung (Dendrocalamus aspers)
27.    Jamur shitake (Lentinus edodes)
67.    Sawi (Brassica yuncea)
28.    Jamur tiram (Picorotus citirnapealus)
68.    Seledri (Apium graveolens)
29.    Jengkol (Pithecolobium jiringan)
69.    Semanggi (Marsilea crenata Pres L)
30.    Kacang Aci (Vigna umbrella)
70.    Sintrong (Erechietes valerianifolia)
31.    Kacang Babi (Vicia faba)
71.    Slada (Lactuca sativa)
32.    Kacang Bogor
(Voandzeia subterranean (L) Thou.)
72.    Slada Air (Rorippa nasturtium)
33.    Kacang Buncis (Phaseolus Vulgaris)
73.    Spinach (Spinaceae oleracea)
34.    Kacang Kapri (Pisum Sativum)
74.    Takokak (Solanum torvum Sw)
35.    Kacang Panjang (Vigna sinensis)
75.    Terong (Solanum melongena)
36.    Kailan (Brassica oleracea var achepala)
76.    Tespong Abroma augusta)
37.    Kangkung (Ipomea aquatica)
77.    Tomat (Lycopersicum esculentum)
38.    Katuk (Sauropus androgines)
78.    Waluh (Cucurbita sp)
39.    Kecipir (Phospocarpus tetragonolobus)
79.    Wortel (Daucus carrota L)
40.    Kenikir (Cosmos caudatus)
80.    Zueehini Blossom
(Cucurbiala Maaxima)
Sumber : Departemen Pertanian Indonesia
            Sawi merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Konsumennya mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga golongan masyarakat kelas atas. Kelebihan lainnya sawi mampu tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Sawi mempunyai nilai ekonomi tinggi setelah kubis krop, kubis bunga, dan brokoli. Sawi diduga berasal dari Tiongkok (Cina), tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2500 tahun lalu, kemudian menyebar luas ke Filipina dan Taiwan (Rukmana, 2002).
            Ditinjau dari aspek klimatologis Indonesia sangat tepat untuk dikembangkan untuk bisnis sayuran. Laju pertumbuhan produksi sayuran di Indonesia berkisar antara 7,7-24,2% /tahun. Beberapa jenis sayuran, seperti bawang merah, petsai/sawi, dan mentimun peningkatan produksinya merupakan dampak dari penerapan teknologi budidaya (Suwandi, 2009).
             Sawi bila ditinjau dari aspek ekonomis dan bisnisnya layak untuk dikembangkan atau diusahakan untuk memenuhi permintaan konsumen serta adanya peluang pasar. Kelayakan pengembangan budidaya sawi antara lain ditunjukkan oleh adanya keunggulan komparatif kondisi wilayah tropis Indonesia yang sangat cocok untuk komoditas tersebut, disamping itu, umur panen sawi relatif pendek yakni 40-50 hari setelah tanam dan hasilnya memberikan keuntungan yang memadai (Rahman dkk, 2008).
            Selain itu, aspek teknis, ekonomi dan sosial juga sangat mendukung pengusahaan sayur di negeri kita. Ditinjau aspek teknis, budidaya sawi tidak terlalu sulit (Haryanto dkk, 2006).  Sawi hijau, sering kita temui dalam menu makan sehari-hari. Biasanya sawi diolah menjadi tumisan sayur atau pelengkap makan bakso. Sayuran sehat ini tentu punya banyak manfaat. Sawi hijau mengandung banyak antioksidan dan memiliki banyak vitamin. Menurut pakar, sawi seperti juga sayur hijau lainnya berfungsi sebagai pencegah kanker. Bagi perempuan sawi punya banyak manfaat di masa menopouse, karena bisa melindungi kaum hawa dari penyakit jantung dan kanker payudara.
Kandungan nutrisi seperti kalsium, asam folat, dan magnesium juga dapat mendukung kesehatan tulang. Sawi tidak hanya bisa dimakan sebagai sayur, namun juga diramu menjadi minuman sehat yang menyegarkan (Zatnika, 2010).
            Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2011 produksi sawi di Indonesia berfluktuasi dari waktu ke waktu dan tetap menunjukkan trend yang menurun. Pada Tabel 5 dapat dilihat rata-rata pertumbuhan produksi sawi dari tahun 2006 hingga tahun 2010 sekitar –0,19%, hal ini menunjukkan bahwa produksi sawi di Indonesia setiap tahun mengalami penurunan. 
Tabel 5. Produksi Sawi (Petsai) di Indonesia Tahun 2006 – 2010


Tahun


Petsai / Sawi

Pertumbuhan Produksi
(%)
(Ton)

(Kw)
2006
590.401
5.904.010
-
2007
564.912
5.649.120
-4,32
2008
565.636
5.656.360
0,13
2009
562.838
5.628.380
-0,49
2010
583.770
5.837.700
3,72
 Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2006 - 2010
            Kondisi produksi sawi di Indonesia sangat berbanding terbalik dengan produksi sawi di provinsi jawa tengah yang terus mengalami peningkatan setiap tahun dengan rata-rata pertumbuhan produksi dari tahun 2006 hingga tahun 2010 sekitar 7,46%. Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 produksi sawi selama periode tahun 2006 sampai tahun 2010 terus mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya luas panen.

Seperti yang dapat dilihat pada tabel 5,  tahun 2010 produksi sawi sebesar 714.767 Kw, naik sebesar 75.291 Kw, bila dibandingkan produksi sawi pada tahun 2009 sebesar 639.476 Kw (lihat tabel 6). Sawi terdapat hampir di semua daerah di Jawa Tengah.

Tabel 6. Luas Panen, Rata – rata Produksi, dan Produksi Sawi (Petsai) di Jawa Tengah
Tahun 2006 – 2010

Tahun
Luas Panen
(Ha)
Rata-rata Produksi
(Kw/Ha)
Produksi
(Kw)
Pertumbuhan Produksi
(%)
2006
5.348
93,87
502.041
-
2007
5.558
95,39
533.046
6,18
2008
5.961
102,92
613.493
15,09
2009
6.294
101,60
639.476
4,24
2010
6.611
108,12
714.767
11,77
Catatan : *) angka sementara
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Tengah Tahun 2006 – 2010
            Oleh karena itu di Provinsi Jawa Tengah banyak terdapat daerah sentra sawi (petsai). Salah satu daerah sentra sawi (petsai) di Provinsi Jawa Tengah adalah Kabupaten Purworejo (lihat tabel 7).
Tabel 7. Daerah Sentra Sawi (Petsai) di Indonesia
No
Provinsi
Kabupaten
1
Riau
Kota Pekanbaru, Kampar, Siak, Pelalawan
2
Kepri
Kota Batam
3
Jawa Barat
Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Karawang, Bekasi, Cirebon, Bogor
4
Jawa Tengah
Purworejo, Banjarnegara, Wonosobo, Magelang, Semarang, Batang
5
Jawa Timur
Trenggalek, Malang, Jember, Bayuwangi, Sidoarjo, Magetan
6
NTB
Lombok Tengah
7
NTT
Kupang
8
Sulawesi Utara
Minahasa
9
Sulawesi Tengah
Palu
10
Sulawesi Selatan
Gowa, Enrekang
11
Maluku
Ambon
Sumber : Departemen Pertanian Indonesia
            Menurut Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo pada Tahun 2010 produktivitas sayuran sawi (Petsai) sebesar 113,89 kw/ha lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas sayuran sawi (Petsai) tingkat Jawa Tengah yang hanya sebesar 108,12 kw/ha (lihat tabel 8).
Tabel 8. Perbandingan Luas Panen, Produktivitas dan Jumlah produksi Sawi (Petsai)
Kabupaten Purworejo dan Provinsi Jawa Tengah Pada Tahun 2010

Wilayah
Luas Panen (ha)
Produktivitas (kw/ha)
Jumah Produksi (kw)
Purworejo
     106
     113,89
12.072
Jawa Tengah
 113,89         
              108,12
714.767
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Tengah 2011
            Budidaya sayuran di Desa Raseng, Kecamatan Karangcegak, Kabupaten Purworejo telah lama di lakukan. Komoditas sayuran dari Desa Raseng meliputi kubis, caisim, pakchoy, sawi, tomat, bawang daun, wortel, buncis, cabe, dan  kentang. Sebagai sentra penghasil sayuran, Desa Raseng dapat memasok kebutuhan sayuran di wilayahnya serta kabupaten – kabupaten sekitarnya seperti Kabupaten Banyumas, Cilacap, Pemalang, bahkan sampai Tegal.[4]
                Untuk meningkatkan produktivitas sawi dari setiap lahan, petani dihadapkan pada suatu masalah penggunaan modal dan teknologi yang tepat. Dalam menghadapi pilihan tersebut kombinasi penggunaan modal seperti benih, pupuk dan obat-obatan disamping tenaga kerja yang tepat akan menjadi dasar dalam melaksanakan pilihan tersebut.
Pilihan terhadap kombinasi penggunaan tenaga kerja, benih, pupuk, obat-obatan yang optimal, akan mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan kata lain suatu kombinasi input dapat menciptakan sejumlah produksi dengan cara yang lebih efesien (Soekartawi, 2002).
            Namun dalam kenyataannya, masalah penggunaan faktor produksi yang terdapat pada usahatani masalah utama yang selalu dihadapi petani disamping faktor produksi juga masalah keahlian. Seperti diketahui bahwa pendapatan mempunyai hubungan langsung dengan hasil produksi usahatani, sedangkan produksi yang dihasilkan ditentukan oleh keahlian seseorang dalam mengelola penggunaan faktor produksi yang mendukung usahatani seperti tanah, tenaga kerja, modal dan manejemen. Menurut Soekartawi (2002), usahatani pada hakekatnya adalah perusahaan, maka seorang petani atau produsen sebelum mengelola usahataninya akan mempertimbangkan antara biaya dan pendapatan, dengan cara mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efesien, guna memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya, dan dikatakan efesien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).
            Berdasarkan hal tersebut, mendorong melakukan penulisan mengenai analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani sawi (petsai) di Desa Raseng Kecamatan Karangcegak Kabupaten Purworejo. Hasil akhir dari penulisan ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan rujukan maupun informasi bagi perkembangan usahatani sawi dimasa yang akan datang.


[1] Michelia, Widya, Agri, 2011. Posisi Daya Saing Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Dunia.
[2] Nova, Hartanto, 2011. Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi di Desa Bekonang Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sekoharjo.
[3] Michelia, Widya, Agri, 2011. Posisi Daya Saing Hortikultura Indonesia di Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Dunia.
[4] Trisnowati Budi Ambaningrum, Endang Warih Minarni, dan Irma Suryahani, 2012. IbM Kelompok Tani Sayuran. Fakultas Biologi. Purwokerto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar