Background
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki iklim
tropis dan dianugerahi kekayaan alam yang melimpah, keadaan tanah yang subur
untuk bercocok tanam serta wilayah perairan yang terbentang luas. Sehingga
Indonesia memiliki keberagaman produk pertanian dibandingkan dengan
negara-negara lain. Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati
terbesar kedua di dunia sehingga menjadikan pertanian sebagai salah satu mata
pencaharian bagi sebagian besar penduduknya.[1] Selain
itu sektor pertanian juga memberikan kontribusi yang cukup besar pada
pembentukan PDB di Indonesia, maka pembangunan pada sektor pertanian menjadi
prioritas utama karena sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor penyangga
ekonomi nasional.[2]
Namun perjalanan pembangunan sektor pertanian Indonesia
hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat
dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional.
Pembangunan sektor pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan
pembangunan nasional.
Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan
sektor pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain: potensi
sumber daya alam yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional
yang cukup besar, besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk
Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam
penyediaan pangan masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Oleh
karena itu pembangunan sektor pertanian dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif solusi untuk mengatasi masalah pengangguran di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 yang menunjukkan penyerapan tenaga kerja per sektor di Indonesia.
alternatif solusi untuk mengatasi masalah pengangguran di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 yang menunjukkan penyerapan tenaga kerja per sektor di Indonesia.
Tabel 1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
Yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama di Indonesia Tahun 2011–2013 (Dalam juta orang)
Lapangan Pekerjaan Utama
|
2011
|
2012
|
2013
|
||
Februari
|
Agustus
|
Februari
|
Agustus
|
Februari
|
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
1. Pertanian
|
42,48
|
39,33
|
41,20
|
38,88
|
39,96
|
2. Industri
|
13,70
|
14,54
|
14,21
|
15,37
|
14,78
|
3. Konstruksi
|
5,59
|
6,34
|
6,10
|
6,79
|
6,89
|
4. Perdagangan
|
23,24
|
23,40
|
24,02
|
23,16
|
24,81
|
5. Transportasi, Pergudangan, dan
komunikasi
|
5,58
|
5,08
|
5,20
|
5,00
|
5,23
|
6. Keuangan
|
2,06
|
2,63
|
2,78
|
2,66
|
3,01
|
7. Jasa Kemasyarakatan
|
17,02
|
16,65
|
17,37
|
17,10
|
17,53
|
8. Lainnya *
|
1,61
|
1,70
|
1,92
|
1,85
|
1,81
|
Jumlah
|
111,28
|
109,67
|
112,80
|
110,81
|
114,02
|
*) Lapangan pekerjaan utama/sektor lainnya terdiri
dari: Sektor Pertambangan, Listrik, Gas, dan
Air
Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional
(SAKERNAS) Tahun 2013.
Tabel 1 menunjukkan komposisi
penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan hingga Februari 2013 tidak
mengalami perubahan, dimana Sektor Pertanian, Perdagangan, Jasa Kemasyarakatan,
dan Sektor Industri secara berurutan masih menjadi penyumbang terbesar
penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Jika
dibandingkan dengan keadaan Februari 2012, jumlah penduduk yang bekerja mengalami
kenaikan terutama di Sektor Perdagangan sebanyak 790 ribu orang (3,29 persen),
Sektor Konstruksi sebanyak 790 ribu orang (12,95 persen), serta Sektor Industri
sebanyak 570 ribu orang (4,01 persen). Sedangkan sektor-sektor yang mengalami penurunan adalah Sektor
Pertanian dan Sektor Lainnya, masing-masing mengalami penurunan jumlah penduduk
bekerja sebesar 3,01 persen dan 5,73 persen.
Sektor pertanian Indonesia terdiri dari lima subsektor
yaitu, subsektor tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor
peternakan, subsektor kehutanan, dan subsektor perikanan (Dumairy, 1996).
Dimana masing-masing sektor tersebut memberikan kontribusi tersendiri bagi
perekonomian Indonesia. Seperti dapat dilihat pada Tabel 2 bahwa kontribusi
sektor pertanian terhadap pembentukan PDB dari tahun 2007-2011 semakin
meningkat, pada tahun 2011 mencapai Rp 313.727,8
milyar. Sektor pertanian dapat menjadi salah satu sektor unggulan yang dapat
memberikan kontribusi bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia.
Tabel 2. KontribusiSektor Pertanian dalam membentuk
Produk Domestik Bruto Indonesia Atas
Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2007-2011 (Rp. Miliar/Rp. Billion )
Sektor-Subsektor
|
Tahun
|
||||
2007
|
2008
|
2009
|
2010*
|
2011**
|
|
Sektor Pertanian
|
271.509,3
|
284.619,1
|
295.883,8
|
304.736,7
|
313.727,8
|
a. Pertanian Sempit
|
211.308,4
|
222.209,6
|
231.265,1
|
236.825,3
|
242.301,7
|
-Tanaman Bahan Makanan
|
133.888,5
|
142.000,4
|
149.057,8
|
151.500,7
|
153.408,5
|
-Tanaman
Perkebunan
|
43.199,2
|
44.783,9
|
45.558,4
|
47.110,2
|
48.964,0
|
-Peternakan
dan hasil-hasilnya
|
34.220,7
|
35.425,3
|
36.648,9
|
38.214,4
|
39.929,2
|
b. Kehutanan
|
16.548,1
|
16.543,3
|
16.843,6
|
17.249,6
|
17.361,8
|
c. Perikanan
|
43.652,8
|
45.866,2
|
47.775,1
|
50.661,8
|
54.064,3
|
Keterangan : *)Angka Sementara, **)Angka Sangat
Sementara
Sumber :
Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2012
Dari beberapa subsektor, subsektor tanaman bahan makanan
yang memberikan kontribusi paling besar untuk lebih jelas dapat dilihat pada
Gambar 1. Tanaman bahan makanan meliputi komoditas-komoditas bahan makanan
seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kedelai
(Dumairy, 1996), termasuk didalamnya beberapa komoditas hortikultura seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan. Subsektor inilah yang menjadi sandaran nafkah
utama, terutama bagi masyarakat pedesaan. Karena di pedesaan masih terdapat
banyak lahan pertanian seperti sawah, ladang, dan lain-lain dibandingkan dengan
daerah perkotaan yang sudah banyak dipenuhi oleh areal perkantoran, kawasan
industri, dan perumahan.[3]
Sumber
: Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2012
Gambar 1. PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga
Konstan 2000
Tahun
2007-2011
Hortikultura berasal dari kata “hortus” (= garden
atau kebun) dan “colere” (= to cultivate atau budidaya).
Secara harfiah istilah hortikultura diartikan sebagai usaha membudidayakan
tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Janick, 1972 ; Edmond et al.,
1975), sehingga hortikultura merupakan suatu cabang dari ilmu pertanian yang
mempelajari budidaya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias. Dalam GBHN
1993-1998 selain buah-buahan, sayuran dan tanaman hias, yang termasuk dalam
kelompok hortikultura adalah tanaman obat-obatan.
Konsumsi perkapita akan sayuran dan buah di Indonesia
tahun 1990 – 2011 selalu meningkat setiap tahun, namun konsumsi perkapita akan
sayuran di Indonesia mengalami peningkatan yang jauh lebih besar seperti yang
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Rekapitulasi Konsumsi Perkapita Sayuran
dan Buah
Tahun 1990 – 2011
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Sumber : Departemen Pertanian Indonesia
Indonesia
mempunyai berbagai macam komoditas sayuran binaan yang dapat dilihat pada tabel
4. Dalam tabel 4 terdapat 80 macam komoditas sayuran binaan yang terdapat di
Indonesia.
Tabel 4. Komoditas Sayuran Binaan Direktorat Jenderal Hortikultura
Direktorat Jenderal Hortikultura
|
|
1. Andewi (Chicorium endiva)
|
41. Kentang (Solanum tuberosum)
|
2. Asparagus (Asparagus
officinalis)
|
42. Kluwih (Artocarpus incise L.f.)
|
3. Bligo (Benincasa hispida)
|
43. Koro Benguk
(Monocharia vaginalis)
|
4. Bawang Bakung
(Allium
ampeloprasum Var. parrum)
|
44. Koro Karatok (Phaseolus lunatus L)
|
5. Bawang Bombay (Allium cepa)
|
45. Koro Pedang / Kara
(Canavalia ensiformis)
|
6. Bawang daun (Allium
fistulosum)
|
46. Kubis (Brassica sp)
|
7. Bawang Kucai (Allium
schoenoprasum)
|
47. Kubis Bunga (Brassica o.v botrytis)
|
8. Bawang Merah
(Allium
Cepa var. ascolonium)
|
48. Kubis Tunas
(Brassica o.v gemmifera)
|
9. Bawang Prei (Allium porrum)
|
49. Labu Putih (Benincasa hispida)
|
10. Bawang Putih (Allium sativum L.)
|
50. Labu Putih / Air
(Lagenaria vulgaris)
|
11. Bayam (Amaranthus sp)
|
51. Labu Siem (Sechium edule)
|
12. Bit (Beta vulgaris)
|
52. Lobak (Raphanus sativus L)
|
13. Blimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)
|
53. Melinjo (Gnetum gnemon L)
|
14. Brokoli (Brassica oleracea cv italica)
|
54. Mentimun (Cucumis sativus)
|
15. Bustru (Luffa cylindrical)
|
55. Okra (Abelmoschus esculentus)
|
16. Cabai Merah (Capsicum annum)
|
56. Oyong / Gambas (Luffa acutangula)
|
17. Cabai Rawit (Capsicum frutecens)
|
57. Pak Choi (Brassica rapa)
|
18. Gandaria (Bovea macrophylia)
|
58. Paprika
(Capsicum annum CV grossum)
|
19. Genjer (Limnocharis flava Buch.)
|
59. Pare belut
(Trichosanthes anguina Linn.)
|
20. Bobo (Arctsicum lappa. L)
|
60. Paria (Momardica charantina)
|
21. Jagung baby (Zea mays sp)
|
61. Parsley (Petroselimum hortenses)
|
22. Jagung Manis (Zea mays var rugosa)
|
62. Petai (Parkia speciosa)
|
23. Jamur (Volvariela sp)
|
63. Petsai / sawi putih
(Brassica peckinensis)
|
24. Jamur kancing/champignon
(Agaricus
bisporus)
|
64. Poh-pohan (Pile melastomoides)
|
25. Jamur kuping (Auricularia auricula)
|
65. Ranti (Solanum nigrum L)
|
26. Jamur Merang (Volvariela volvaceae)
|
66. Rebung (Dendrocalamus aspers)
|
27. Jamur shitake (Lentinus edodes)
|
67. Sawi (Brassica yuncea)
|
28. Jamur tiram (Picorotus citirnapealus)
|
68. Seledri (Apium graveolens)
|
29. Jengkol (Pithecolobium jiringan)
|
69. Semanggi (Marsilea crenata Pres L)
|
30. Kacang Aci (Vigna umbrella)
|
70. Sintrong (Erechietes valerianifolia)
|
31. Kacang Babi (Vicia faba)
|
71. Slada (Lactuca sativa)
|
32. Kacang Bogor
(Voandzeia
subterranean (L) Thou.)
|
72. Slada Air (Rorippa nasturtium)
|
33. Kacang Buncis (Phaseolus Vulgaris)
|
73. Spinach (Spinaceae oleracea)
|
34. Kacang Kapri (Pisum Sativum)
|
74. Takokak (Solanum torvum Sw)
|
35. Kacang Panjang (Vigna sinensis)
|
75. Terong (Solanum melongena)
|
36. Kailan (Brassica oleracea var achepala)
|
76. Tespong Abroma augusta)
|
37. Kangkung (Ipomea aquatica)
|
77. Tomat (Lycopersicum esculentum)
|
38. Katuk (Sauropus androgines)
|
78. Waluh (Cucurbita sp)
|
39. Kecipir (Phospocarpus tetragonolobus)
|
79. Wortel (Daucus carrota L)
|
40. Kenikir (Cosmos caudatus)
|
80. Zueehini Blossom
(Cucurbiala Maaxima)
|
Sumber : Departemen
Pertanian Indonesia
Sawi merupakan jenis sayur yang digemari oleh masyarakat
Indonesia. Konsumennya mulai dari golongan masyarakat kelas bawah hingga
golongan masyarakat kelas atas. Kelebihan lainnya sawi mampu tumbuh baik di
dataran rendah maupun dataran tinggi. Sawi mempunyai nilai ekonomi tinggi
setelah kubis krop, kubis bunga, dan brokoli. Sawi diduga berasal dari Tiongkok
(Cina), tanaman ini telah dibudidayakan sejak 2500 tahun lalu, kemudian
menyebar luas ke Filipina dan Taiwan (Rukmana, 2002).
Ditinjau dari aspek klimatologis Indonesia sangat tepat
untuk dikembangkan untuk bisnis sayuran. Laju pertumbuhan produksi sayuran di
Indonesia berkisar antara 7,7-24,2% /tahun. Beberapa jenis sayuran, seperti
bawang merah, petsai/sawi, dan mentimun peningkatan produksinya merupakan
dampak dari penerapan teknologi budidaya (Suwandi, 2009).
Sawi bila ditinjau dari aspek ekonomis dan
bisnisnya layak untuk dikembangkan atau diusahakan untuk memenuhi permintaan
konsumen serta adanya peluang pasar. Kelayakan pengembangan budidaya sawi
antara lain ditunjukkan oleh adanya keunggulan komparatif kondisi wilayah
tropis Indonesia yang sangat cocok untuk komoditas tersebut, disamping itu,
umur panen sawi relatif pendek yakni 40-50 hari setelah tanam dan hasilnya
memberikan keuntungan yang memadai (Rahman dkk, 2008).
Selain itu,
aspek teknis, ekonomi dan sosial juga sangat mendukung pengusahaan sayur di
negeri kita. Ditinjau aspek teknis, budidaya sawi tidak terlalu sulit (Haryanto
dkk, 2006). Sawi hijau, sering kita
temui dalam menu makan sehari-hari. Biasanya sawi diolah menjadi tumisan sayur
atau pelengkap makan bakso. Sayuran sehat ini tentu punya banyak manfaat. Sawi
hijau mengandung banyak antioksidan dan memiliki banyak vitamin. Menurut pakar,
sawi seperti juga sayur hijau lainnya berfungsi sebagai pencegah kanker. Bagi
perempuan sawi punya banyak manfaat di masa menopouse, karena bisa melindungi
kaum hawa dari penyakit jantung dan kanker payudara.
Kandungan nutrisi seperti kalsium, asam folat, dan magnesium
juga dapat mendukung kesehatan tulang. Sawi tidak hanya bisa dimakan sebagai
sayur, namun juga diramu menjadi minuman sehat yang menyegarkan (Zatnika,
2010).
Menurut
Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2011 produksi sawi di Indonesia
berfluktuasi dari waktu ke waktu dan tetap menunjukkan trend yang menurun. Pada
Tabel 5 dapat dilihat rata-rata pertumbuhan produksi sawi dari tahun 2006
hingga tahun 2010 sekitar –0,19%, hal ini menunjukkan bahwa produksi sawi di
Indonesia setiap tahun mengalami penurunan.
Tabel 5. Produksi Sawi (Petsai) di Indonesia Tahun
2006 – 2010
Tahun
|
Petsai / Sawi
|
Pertumbuhan Produksi
(%)
|
|
(Ton)
|
(Kw)
|
||
2006
|
590.401
|
5.904.010
|
-
|
2007
|
564.912
|
5.649.120
|
-4,32
|
2008
|
565.636
|
5.656.360
|
0,13
|
2009
|
562.838
|
5.628.380
|
-0,49
|
2010
|
583.770
|
5.837.700
|
3,72
|
Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia Tahun 2006 - 2010
Kondisi
produksi sawi di Indonesia sangat berbanding terbalik dengan produksi sawi di
provinsi jawa tengah yang terus mengalami peningkatan setiap tahun dengan
rata-rata pertumbuhan produksi dari tahun 2006 hingga tahun 2010 sekitar 7,46%.
Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 produksi sawi
selama periode tahun 2006 sampai tahun 2010 terus mengalami peningkatan seiring
dengan meningkatnya luas panen.
Seperti yang dapat dilihat pada tabel 5, tahun 2010 produksi sawi sebesar 714.767 Kw, naik sebesar 75.291 Kw, bila
dibandingkan produksi sawi pada tahun 2009 sebesar 639.476 Kw (lihat tabel 6). Sawi terdapat hampir di semua daerah
di Jawa Tengah.
Tabel
6. Luas Panen, Rata – rata Produksi, dan Produksi Sawi (Petsai) di Jawa Tengah
Tahun 2006 – 2010
Tahun
|
Luas Panen
(Ha)
|
Rata-rata Produksi
(Kw/Ha)
|
Produksi
(Kw)
|
Pertumbuhan Produksi
(%)
|
2006
|
5.348
|
93,87
|
502.041
|
-
|
2007
|
5.558
|
95,39
|
533.046
|
6,18
|
2008
|
5.961
|
102,92
|
613.493
|
15,09
|
2009
|
6.294
|
101,60
|
639.476
|
4,24
|
2010
|
6.611
|
108,12
|
714.767
|
11,77
|
Catatan : *) angka sementara
Sumber : Badan
Pusat Statistik Jawa Tengah Tahun 2006 – 2010
Oleh karena itu di Provinsi Jawa
Tengah banyak terdapat daerah sentra sawi (petsai).
Salah satu daerah sentra sawi (petsai) di Provinsi Jawa
Tengah adalah Kabupaten Purworejo (lihat tabel 7).
Tabel 7. Daerah Sentra Sawi (Petsai) di
Indonesia
No
|
Provinsi
|
Kabupaten
|
1
|
Riau
|
Kota Pekanbaru, Kampar, Siak, Pelalawan
|
2
|
Kepri
|
Kota Batam
|
3
|
Jawa Barat
|
Sukabumi,
Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Karawang, Bekasi, Cirebon, Bogor
|
4
|
Jawa Tengah
|
Purworejo,
Banjarnegara, Wonosobo, Magelang, Semarang, Batang
|
5
|
Jawa Timur
|
Trenggalek,
Malang, Jember, Bayuwangi, Sidoarjo, Magetan
|
6
|
NTB
|
Lombok Tengah
|
7
|
NTT
|
Kupang
|
8
|
Sulawesi
Utara
|
Minahasa
|
9
|
Sulawesi
Tengah
|
Palu
|
10
|
Sulawesi
Selatan
|
Gowa,
Enrekang
|
11
|
Maluku
|
Ambon
|
Sumber
: Departemen Pertanian Indonesia
Menurut
Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo pada Tahun 2010 produktivitas sayuran
sawi (Petsai) sebesar 113,89 kw/ha
lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas sayuran sawi (Petsai) tingkat Jawa Tengah yang hanya
sebesar 108,12 kw/ha (lihat tabel 8).
Tabel
8. Perbandingan Luas Panen, Produktivitas dan Jumlah produksi Sawi (Petsai)
Kabupaten Purworejo dan Provinsi Jawa
Tengah Pada Tahun 2010
Wilayah
|
Luas Panen (ha)
|
Produktivitas (kw/ha)
|
Jumah Produksi (kw)
|
Purworejo
|
106
|
113,89
|
12.072
|
Jawa Tengah
|
113,89
|
108,12
|
714.767
|
Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Tengah 2011
Budidaya sayuran di Desa Raseng, Kecamatan Karangcegak,
Kabupaten Purworejo telah lama di lakukan. Komoditas sayuran dari Desa Raseng
meliputi kubis, caisim, pakchoy, sawi, tomat, bawang daun, wortel, buncis,
cabe, dan kentang. Sebagai sentra
penghasil sayuran, Desa Raseng dapat memasok kebutuhan sayuran di wilayahnya serta kabupaten – kabupaten sekitarnya seperti Kabupaten Banyumas,
Cilacap, Pemalang, bahkan sampai Tegal.[4]
Untuk meningkatkan produktivitas sawi dari
setiap lahan, petani dihadapkan pada suatu masalah penggunaan modal dan
teknologi yang tepat. Dalam menghadapi pilihan tersebut kombinasi penggunaan
modal seperti benih, pupuk dan obat-obatan disamping tenaga kerja yang tepat akan
menjadi dasar dalam melaksanakan pilihan tersebut.
Pilihan terhadap
kombinasi penggunaan tenaga kerja, benih, pupuk, obat-obatan yang optimal, akan
mendapatkan hasil yang maksimal. Dengan kata lain suatu kombinasi input dapat
menciptakan sejumlah produksi dengan cara yang lebih efesien (Soekartawi,
2002).
Namun
dalam kenyataannya, masalah penggunaan faktor produksi yang terdapat pada usahatani
masalah utama yang selalu dihadapi petani disamping faktor produksi juga
masalah keahlian. Seperti diketahui bahwa pendapatan mempunyai hubungan
langsung dengan hasil produksi usahatani, sedangkan produksi yang dihasilkan
ditentukan oleh keahlian seseorang dalam mengelola penggunaan faktor produksi
yang mendukung usahatani seperti tanah, tenaga kerja, modal dan manejemen.
Menurut Soekartawi (2002), usahatani pada hakekatnya adalah perusahaan, maka
seorang petani atau produsen sebelum mengelola usahataninya akan
mempertimbangkan antara biaya dan pendapatan, dengan cara mengalokasikan
sumberdaya yang ada secara efektif dan efesien, guna memperoleh keuntungan yang
tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat
mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya, dan
dikatakan efesien bila
pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input).
Berdasarkan hal tersebut, mendorong melakukan penulisan mengenai analisis efisiensi
penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani sawi (petsai) di Desa Raseng Kecamatan Karangcegak Kabupaten Purworejo.
Hasil akhir dari penulisan ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan rujukan
maupun informasi bagi perkembangan usahatani sawi dimasa yang akan datang.
[1] Michelia, Widya, Agri, 2011. Posisi Daya Saing Hortikultura Indonesia di
Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Dunia.
[2] Nova, Hartanto, 2011. Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi di Desa
Bekonang Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sekoharjo.
[3]
Michelia, Widya, Agri, 2011. Posisi Daya Saing Hortikultura Indonesia di
Sepuluh Negara Tujuan Utama dan Dunia.
[4]
Trisnowati Budi Ambaningrum, Endang
Warih Minarni, dan Irma Suryahani, 2012. IbM
Kelompok Tani Sayuran. Fakultas Biologi.
Purwokerto.
No comments:
Post a Comment