Kamis, 16 Mei 2013

Filsafat Pancasila & Pancasila Sebagai Dasar Negara


I.                 Filsafat Pancasila
Pengertian Filsafat
Kata dan istilah filsafat didalam bahasa Arab adalah Falsafah. Secara etimologi kata falsafah berasal dari bahasa Yunani philosophia, yang terdiri atas dua suku kata yakni philen yang artinya mencari atau mencintai dan sophia, artinya kebenaran atau kebijaksanaan.
Jadi philosophias berarti daya upaya pemikiran manusia untuk mencari kebenaran atau kebijaksanaan. Dari istilah tersebut jelas bahwa orang yang berfilsafat ialah  orang yang mencintai kebenaran atau  mencari kebenaran dan bukan memiliki kebenaran.
Sumber dari filsafat yang ada didunia ini sesuai dengan istilahnya adalah manusia, dalam hal ini akal dan pikiran manusia yang sehat, yang berusaha keras dengan sungguh-sunguh mencari kebenaran dan akhirnya mendekati kebenaran. Oleh karena itu manusia adalah mahluk Tuhan, meskipun manusia itu tinggi martabatnya, akan tetapi tidak sempurna. Maka kebenaran yang dapat dicapai oleh akal pikiran manusia tidak sempurna adanya. Bila dikaji kebenaran itu relatif sifatnya, karena apa yang dianggap benar pada waktu sekarang ini, mungkin pada masa mendatang hal itu tidak benar lagi. Ini tidak berarti bahwa setiap hasil pemikran manusia itu tak ada yang benar, semuanya serba salah. Tidak !! Hasil pemikiran manusia itu kebenarannya tidak mutlak. Jadi kebenaran mutlak adalah ditangan Tuhan Yang Maha Esa. Mencari kebenaran dan dan tidak memiliki kebanaran itulah tujuan semua filsafat, akhirnya mendekati kebenaran sebagai kesungguhan. Tetapi kebenaran yang sesungguhnya atau mutlak hanya ada pada Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan ajaran agama atau agama- agama samawi yang mempunyai kitab suci bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa, yang disampaikan kepada seluruh umat  manusia untuk menjadi pedoman hidupnya  melalui wahyu dengan perantara Rasul-rasul- Nya atau utusan Tuhan.Ajaran-ajaran agama mengandung kebenaran mutlak bersifat sempurna dan lengkap isinya serta berlaku secara universal, tidak terikat ruang dan waktu. Ajaran agama lebih luas dan lengkap isinya, baik kaidah-kaidah pokok, norma-norma kebenaran, petunjuk-petunjuk secara teknik maupun sanksi-sanksinya yang tegas dan jelas atau pahala dan dosa serta siksa tercantum didalamnya.
Dalam arti praktis, filsafat ialah alam berpikir atau alam pikiran. Berfilsafat ialah berpikir, tetapi berpikir secara mendalam, artinya berpikir sampai ke akar-akarnya dan sungguh-sungguh tentang hakikat sesuatu
Beberapa definisi Filsafat :
1.      Plato (427 SM-348 SM). Ahli Filsafat Yunani, Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.
2.      Aristoteles (382-322 SM), murid Plato : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, poltik dan estetika
3.      Al Farabi (870-950 M) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.

Fungsi Filsafat
·        Filsafat sangat berguna karena dengan belajar filsafat, kita semakin mampu mengani pertanyaan-pertanyaan mendasar (makna realitas dan tanggung jawab) yang tidak terletak dalamwewenang metode ilmu khusus.
·        Berfilsafat mengajak manusia bersikap arif, berwawasan luas terhadap berbagai problem yang dihadapi. Manusia diharapkan mampu memecahkan problem tersebut dengan cara mengientifikasikannya agar jawaban-jawaban dapat diperoleh dengan mudah
·        Filsafat dapat membentuk pengalaman kehidupan secara kreatif atas dasar pandangan hidup atau ide-ide yang muncul karena keinginannya.
·        Filsafat dapat membentuk  sikap kritis seseorang dalam  menghadapi  permasalahan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan lainnya secara lebih rasional, arif dan tidak terjebak dalam fanatisme yang berlebihan
·        Kemampuan menganalisis, yaitu analisi kritis secara komprehensif dan sintesis atas berbagai permasalahan ilmiah yang dituangkan dalam suatu riset atau kajian ilmiah lainnya. Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang mementingkan konterol atau pengawasan. Oleh karena itu, nilai ilmu pengetahuan timbul dari fungsinya, sedangkan fungsi filsafat timbul dari nilainya.
Pancasila  Dalam Pendekatan Filsafat
Untuk mengetahui secara memndalam tentang Pancasila, perlu pendekatan filosofis. Pancasila dalam pendekatan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mendalam mengenai Pancasila. Filsafat Pancasila dapat didefenisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia ( Syarbaini dalam Winarno). Untuk mendapatkan pengertian yang mendalam dan mendasar, kita harus mengetahui sila-sila yang membentuk Pancasila itu.  Berdasarkan pemikiran filsafati, Pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya merupkan suatu nilai ( Kaelan dan Winarno). Rumusan Pancasila sebagaimana terdapat dalam pembukaan UUD 1945 Alenia IV adalah sebagai berikut :
1.      Ketuhanan Yang Maha ESa
2.      Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3.      Persatuan Indonesia
4.      Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam  Permusuwaratan / Perwakilan
5.      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Kelima sila dari Pancasila pada hakikat nya adalah satu nilai. Nilai-nilai merupakan perasan dari Pancasila tersebut adalah :
1.      Nilai Ketuhanan
2.      Nilai Kemanusiaan
3.      Nilai Persatuan
4.      Nilai Kerakyatan
5.      Nilai Keadilan
Nilai itu selanjutnya menjadi sumber nilai bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara Indonesia. Apakah nilai itu sebenarnya? Secara etimologi, nilai berasal dari kata value (Inggris) yang berasal dariu kata valere (Latin) yang berarti : kuat, baik, berharga. Dengan demikian secara sederhana, nilai (value) adalah sesuatu yang berguna. Nilai bersifat abstrak, seperti sebuah ide, dalam arti tidak dapat ditangkap melalui indra, yang dapat ditangkap adalah objek yang memiliki nilai. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu yang diinginkan. Nilai bersifat normative, suatu keharusan (das sollen) yang menuntut diwujudkan dalam tingkah laku. Nilai juga menjadi pendorong/motivator hidup manusia.
Dalam filsafat Pancasila terdapat 3 (tiga) tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktis.
1.      Nilai Dasar
Nilai yang mendasari nilai instrumental. Nilai dasar  yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-Nilai dasar sandiri dalam Pancasila adala Nilai-nilai dari sila-sila Pancasila. Nilai dasar itu mendasari semua aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai dasar bersifat fundamental dan tetap
2.      Nilai Instrumental
Nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya terbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
3.      Nilai Praksis
Nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai Praksis sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.

II.               Pancasila Sebagai Dasar Negara
Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)adalah sebagai dasar negara. Pernyataan demikian berdasarkan ketemtuan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan sebagai berikut :…”maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Kata “berdasarkan” tersebut secara jelas menyatakan bahwa Pancasila merupakan dasar dari NKRI.  Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena tertuang dalam ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada Pembukaan Alenia IV. Secara historis pula dinyatakan bahwa Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa (the founding fathers)  itu dimaksudkan untuk menjadi dasarnya Indonesia merdeka.
Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan bernegara. Pancasila sebagai dasar negara berarti nilai-nilai Pancasila menjadi pedoman normatif  bagi penyelenggaraan bernegara.
Konsekuensi dari rumusan demikian berarti seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintah negara Indonesia termasuk peraturan perundang-undangan merupakan pencerminan dari nilai-nilai Pancasila. Penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan. Oprasionalisasi Pancasila sebagai dasar negara diwujudkan dengan pembentukan sistem hukum nasional dalam suatu tertib hukum (legal order) dimana Pancasila menjadi norma dasarnya.
Pancasila sebagai dasar Negara mengandung makna bahwa Pancasila harus diletakkan keutuhannya dalam Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya, yaitu :
·        Dimensi Realitasnya, dalam arti nilai yang terkandung didalamnya dikonkretisasikan sebagai cerminan objektif yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
·        Dimensi idealitasnya, dalam arti idealisme yang terkandung didalamnya bukanlah sekedar utopi tanpa makna, melainkan diobjektifkan sebagai sebuah “kata kerja” untuk menggairahkan masyarakat dan terutama para penyelenggara Negara menuju hari esok yang lebih baik.
·        Dimensi Fleksibilitasnya, dalam arti Pancasila bukan  barang yang beku, dogmatis dan sudah selesai. Pancasila terbuka bagi Tafsir baru untuk memenuhi kebutuhan zaman yang terus berubah. Pancasila tanpa kehilangan nilai dasarnya yang hakiki tetap actual, relevan dan fungsional sebagai tiang penyangga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Referensi :
Kansil, CST. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pradnya Paramita. Jakarta : 2005
Winarno, S.PD, M.Si, Paradigma Baru : Pendidikan Kewarganegaraan. Bumi Aksara. Jakarta : 2007
Rahayu, Minto. Pendidikan Kewarganegaraan : Perjuangan Menghidupi Jati Diri Bangsa. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta: 2007

2 komentar: