Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang
dibawa sejak lahir sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, bukan pemberian
penguasa. Hak-hak warga negara di indonesia diakui dan dijunjung tinggi tetapi
dalam kerangka solidaritas indonesia, dalam konteks gotong royong. Kita telah
melihat juga bahwa sejak semula ketika para anggota BPUPKI menyusun konsep UUD
1945, mereka sudah menghadapi berbagai problem dan kesulitan. Kalau kita
memperhatikan secara sungguh-sungguh, maka masalah-masalah yang tumbuh berkisar
pada HAM di Indonesia cukup kompleks, baik teoritis maupun yuridis.
Undang-Undang Dasar negara kita dengan tegas mencantumkan
tentang hak-hak asasi manusia dan hak-hak asasi warga negara, sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 beserta penjelasannya. Dalam pasal-pasal tertentu dicantumkan secara
tegas (tersurat) dan dalam beberapa pasal tertentu hanya secara tersirat
tentang hak asasi manusia itu. Akan tetapi pencantuman hak-hak asasi manusia
kita telah mendahului pernyataan umum dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, sehingga
tidak cukup waktu untuk membicarakan masalah-masalah yang dihadapi termasuk
tentang masalah hak asasi manusia ini. Sebagaimana diketahui dan patut dicatat,
indonesia adalah negara yang pertama memerdekakan dirinya melakukan perjuangan,
kemudian disusul oleh negara-negara lain dari Asia dan Afrika. Tidak heran setelah
indonesia merdeka masalah HAM dicantumkan dengan tegas pada Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia. Kemerdekaan adalah hak bangsa, karena sesuai dengan rasa
keadilan dan rasa perikemanusiaan. Hak asasi manusia dan hak-hak serta
kewajiban-kewajiban warga negara, kita cantumkan bersama-sama dengan
kemerdekaan dan sehari kemudian secara resmi pada Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Masalah-masalah hak asasi manusia pada waktu penyusunan
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia pada dasarnya bertentangan dan pendapat
yang pada prinsip waktu itu antara Bung Karno dan Bung Hatta. Bung Karno
berpendapat bahwa pemikiran tentang hak asasi manusia merupakan sumber
individualisme dan liberalisme, karena sangat menekankan kepada kebebasan
manusia sebagai individu. Menurut Bung Karno pemujaan akan individu dan
liberalisme dianggap bertentangan dengan asas kekeluargaan atau kolektivitas
dan gotong-royong, oleh karena itu perlu ditolak, sebaliknya Bung Hatta
menganggap walaupun yang hendak kita bentuk adalah negara kekeluargaan, tetapi
perlu juga ditetapkan beberapa hak warga supaya tidak sampai menimbulkan negara
kekuasaan. Kita juga harus menjaga pandangan dari negara lain bahwa negara kita
bersifat ”cadaver” atau kekuasaan semata. Kalau kita memperhatikan UUD
1945, maka setidaknya yang membicarakan masalah hak asasi manusia antaranya
yang mencakup hak-hak di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, dan
pertahanan keamanan adalah jaminan UUD 1945 berkisar atas persamaan kedudukan
di depan hukum dan pemerintahan, dan atas pekerjaan yang layak. Hak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat, hak kebebasan beragama,
hak mendapatkan perlindungan ancaman, hak untuk mendapatkan pendidikan dan
pengajaran, hak untuk melakukan usaha bersama, hak untuk mendapatkan jaminan
bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hak yang paling hakiki dalam UUD
1945 adalah hak kebebasan beragama. Hak ini adalah hak individu yang langsung
berhubungan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, tanpa perantara ataupun direkayasa oleh penguasa. Hak atas kebebasan ini tidak
dapat diganggu gugat oleh siapa pun juga karena merupakan hak yang amat
pribadi, yang urusannya terutama menyangkut individu dengan penciptanya.
Masalah hak asasi manusia ini tampaknya semakin menjadi
perhatian pemerintah masyarakat. Perhatian ini diwujudkan dengan mendirikan
Komisi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Apakah komisi ini telah
menjalankan dan atau melaksanakan tugas atau misi yang diembannya, hanyalah
masyarakat yang dapat menilainya. Masyarkat mendambakan komisi dapat berperan
sesuai dengan tujuan dan misi sucinya dan tidak terasa dipaksakan atau
seolah-olah direkayasa. Patut dicatat bahwa beberapa hak seperti hak atas pangan,
pendidikan, pelayanan kesehatan walaupun belum memuaskan sudah terealisasi
melalui berbagai program-program pemerintah, seperti program wajib belajar
sembilan tahun, adanya pusat-pusat kesehatan (puskesmas, posyandu) telah
tersebar ke pelosok-pelosok desa, masalah upah buruh minimal yang ditetapkan
oleh pemerintah.
Masalah yang dihadapi adalah usaha-usaha untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan stabilitas politik yang
dibutuhkan untuk menunjang kegiatan ekonomi kadang-kadang menyampingkan atau
mengabaikan sama sekali perhatian terhadap pemenuhan hak-hak kebebasan politik,
kebebasan berkumpul dan berserikat, serta mengeluarkan pendapat.
Ketidakseimbangan antara kedua hal itu jelas sekali terlihat terutama pada
mereka yang berasal dari lapisan bawah seperti kaum buruh, petani, nelayan, dan
rakyat kecil lainnya seperti pedagang asongan, pedagang kaki lima, dsb. Mereka
pada umumnya belum mampu mengorganisasikan dirinya sendiri dan berpartisipasin
dalam setiap proses menyangkut kehidupannya. Walaupun secara yuridis formal
hak-hak tersebut sesungguhnya telah dijamin pada tingkat implementasi, hak-hak
ini senyatanya belum dapat dioperasionalkan dan atau disosialisasikan.
Penindasan, perlakuan sewenang-wenang terhadap mereka merupakan kenyataan yang
membutuhkan bahwa hak-hak tersebut belum dimiliki oleh mereka. Dalam keadaan
sehari-hari amatlah sulit bagi mereka untuk memperoleh hak itu, hak yang pada
dasarnya merupakan hak asasi merekja sendiri sebagai manusia. Kendala yang
dihadapi adalah proses-proses dan struktualisasi di dalam masyarakat yang
menghambat penegak hak-hak tersebut yaitu pengisapan ekonomi, manipulasi
ideologi dan penindasan politis.
Pelaksanaan hak-hak asasi manusia tidak dapat dituntut
pelaksanaannya secara mutlak karena penuntutan secara mutlak berarti melanggar
hak asasi yang sama dari orang lain. Pelaksanaan hak asasi manusia bagi setiap
bangsa merupakan suatu proyek dan dengan demikian merupakan proses yang
berlangsung untuk waktu panjang yang berkelanjutan. Hak asasi manusia
dilaksanakan tanpa berkesinambungan justru akan lebih menimbulkan kesusahan
daripada kebahagiaan. Pelaksanaan hak asasi manusia di Indonesia masih banyak atau hanya
menyoroti sisi negatifnya. Banyak karangan yang seringkali tidak ilmiah,
subjektif dan biasa sehingga tidak menggambarkan apa yang sesungguhnya
dilakukan dalam bidang hak asasi manusia.
Di atas telah diungkapkan bahwa pemerintah tidak akan
berdiam diri saja dalam masalah hak-hak asasi manusia ini. Segala langkah dan
upaya mengadakan perbaikan-perbaikan mengenai hal itu telah diambil walaupun
dalam bats-batas tertentu, misalnya dengan adanya Komosi Nasional Hak-Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM). Memang komisi ini bukan alat pemerintah akan tetapi
sebagai komisi menghimpun data dan peristiwa. Pemerintah dapat meminta
bukti-bukti temuan Komnas HAM akan tetapi tidak ikut campur tangan. Pemerintah
tidak akan ikut campur terhadap Komnas HAM.
Sebagai lembaga yang mandiri masyarakat mengharapkan agar Komnas HAM
benar-benar menemukan identitasnya sebagai lembaga yang benar-benar bebas dari
pengaruh luar, tidak ada pengaruh dari pihak mana pun juga. Masyarakat
benar-benar mengharapkan lembaga ini menunjukkan kemandirian dirinya. Kehadiran
lembaga ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan yang berkaitan dengan hak
asasi manusia seperti kalangan buruh, tani, mehasiswa, rakyat biasa, dan bahkan
kalangan omnas dan orpol serta kalangan di dalam dan di luar negeri.
Masalah dan pemecahan masalah hak asasi manusia di Indonesia tampaknya masih
rumit dan kompleks sebagai akibat warisan penjajahan. Walaupun secara yuridis
formal Indonesia telah mencantumkan hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar
1945, namun dalam pelaksanaannya hak-hak tersebut masih belum dimiliki oleh
seluruh warga negara secara merata. Diperlukan penjabaran rinci, dalam suatu
perundangan agar rakyat dapat memiliki hak-haknya. Kemauan politik pemerintah
dan dukungan kekuatan-kekuatan atau kelompok-kelompok sosial politik yang ada
akan memudahkan rakyat memiliki hak-haknya.
Pada akhirnya pelaksanaan hak-hak asasi manusia di
Indonesia, baik masalah pemecahannya yang harus diperhatikan adalah bahwa di
samping hak-hak asasi, terdapat juga kewjiban-kewajiban asasi. Hak-hak asasi
manusia dilaksanakan selaras dengan pemenuhan kewajibannya sebagai warga negara
terhadap masyarakat, bangsa dan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Widjaja.
2000, Penerapan Nilai-Nilai Pancasila dan Hak Asasi Manusia di Indonesia,
Penerbit PT Rinerka Cipta, Jakarta.
Setiardja,
A. Gunawan. 1993, Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila,
Cetakan ke-1, Penerbit Kanisius,
Jakarta.
No comments:
Post a Comment