No.
|
Variabel Pembanding
|
PROGRAM WSSLIC
|
PAMSIMAS
|
1.
|
Pembangunan
Lembaga
|
Sentralistik
|
Desentralistik
|
2.
|
Perbedaan
antara das sollen dan das sein
|
Dalam
pelaksanaan program telah berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi penyimpangan program.
|
Antara
tujuan dengan kenyataan/pelaksanaan program telah sesuai, sehingga tidak ada
bentuk penyimpangan yang terjadi.
|
3.
|
Lokasi
atau daerah
|
Kabupaten Banyumas
|
Kabupaten Banyumas
|
4.
|
Stakeholder yang terlibat
|
Bappeda,
Dinkes, DPU
|
Bappeda,
Dinkes, DPU, Fasilitator, Konsultan
|
5.
|
Dimensi
struktur yang dibangun
|
Strukturnya
top
down
|
Strukturnya bottom up
|
6.
|
Dimensi
culture
|
Kemandirian masyarakat setempat
|
Keberlanjutan/kesinambungan sarana
|
7.
|
Outcome
|
Pelatihan pada masyarakat
|
Pemberdayaan masyarakat
|
Dari matrik diatas, maka dapat
dilihat bahwa keduanya merupakan salah satu program pembangunan yang diupayakan
pemerintah guna menanggulangi permasalahan air bersih dan sanitasi di
lingkungan pedesaan.
Program
WSLIC adalah program yang orientasi kegiatannya pada bidang air bersih dan
sanitasi yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang kurang dan
tidak mendapat akses air bersih dan sanitasi, sehingga program WSLIC ini lebih
banyak menyentuh daerah-daerah pedesaan. Program tersebut dilatar belakangi
oleh karena dari tahun ke tahun masalah kesehatan di Indonesia hingga saat ini
masih memerlukan perhatian serius antara lain rendahnya status kesehatan
penduduk miskin, kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan
yang masih rendah serta perilaku masrakat yang kurang mendukung pola hidup
bersih dan sehat.
Untuk
mendukung dan meningkatkan mutu kesehatan masyarakat itulah Indonesia
mengadakan proyek WSLIC, dimana proyek ini didanai Bank Dunia, Pemerintah dan
Masyarakat. Program ini memang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan,
produktivitas dan kualitas hidup masyarakat berpenghasilan rendah di pedesaan.
Melalui penyediaan air bersih, peningkatan kualitas ini juga diharapkan
tercapai dengan pendidikan perubahan perilaku serta pelayanan kesehatan
penyakit berbasis lingkungan. Tujuan
program ini adalah meningkatkan
derajat kesehatan, produktivitas dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah melalui
perubahan perilaku, pelayanan
kesehatan berbasis lingkungan, penyediaan air bersih dan sanitasi yang aman dan cukup
Program WSLIC (Water Supply and Sanitation for Low Income Coommunities)
dimulai sekitar tahun 2000-2005, sempat vakum beberapa tahun yang kemudian
digantikan oleh pamsimas. Dilihat dari tabel diatas, tentu ada perbedaan yang
signifikan antara WSLIC dan pamsimas. Dalam program WSLIC upaya yang dilakukan
hanya sekedar pelatihan saja pada masyarakat, tanpa ada upaya dari pemerintah
untuk lebih memberdayakan masyarakat agar program tersebut bisa belanjut. Program
WSLIC pembangunan lembaganya cenderung sentralistik, karena dilihat dari aturan
main program tersebut sudah diatur dari pusat, sehingga daerah tinggal
melaksanakan program tersebut, berbeda dengan pamsimas, dimana strukturnya
lebih desentralistik, karena sebelum program dilakukan ada perencanaan yang
dilakukan oleh tim fasilitator guna mendidentifikasi masalah yang ada di desa
tersebut, sehingga program dijalankan sesuai dengan kondisi desa yang ada.
Walaupun secara struktur program pamsimas telah ada standar khusus dari
pemerintah pusat, akan tetapi masyarakat diharapkan ikut berpartisipasi dalam
identifikasi tersebut guna merealisasikan kontribusi masyarakat (in-kind dan in-cash). Dari sinilah dapat
disebut juga struktur yang dibangun dari WSLIC cenderung top down, sedangkan pamsimas lebih mengarah pada bottom up.
Stakeholders
yang terlibat juga berbeda, dalam program WSLIC hanya dilakukan oleh pemerintah
yang terdiri dari Dinkes, DPU, Bappeda dan dinas setempat yang terkait, tanpa
ada partisipasi dari masyarakat langsung. Sedangkan pamsimas, selain Dinkes,
BPMD, DPU, Bappeda ada fasilitator dan konsultan juga yang ikut berpartisipasi.
Dimana fasilitator berperan sebagai pendamping masyarakat ketika program
tersebut diimplementasikan. Fasilitator biasanya terdiri dari masyarakat luar,
bisa mahasiswa atau orang awam yang telah diseleksi sebelumnya oleh Depkes. Tim
fasilitator terbagi menjadi tiga yaitu :
1. Fasilitator
Pemberdayaan, bertugas untuk mendampingi warga dalam merembug pengesahan AD,
pemilihan/pengukuhan anggota LKM serta merealisasi kontribusi masyarakat (in kind dan in cash).
2. Fasilitator
Teknik, bertugas untuk mengidentifikasi masalah desa/kelurahan, memilih opsi
kegiatan di masyarakat.
3. Fasilitator
Kesehatan, bertugas melaksanakan pemicuan dengan CLTS (Community Led Total Sanitation). Biasanya fasilitator CLTS ini
sebelum melakukan pemicuan, mereka harus mengikuti pelatihan dahulu terkait
dengan pemicuan yang akan dibaerikan untuk masyarakat.
Sedangkan konsultan berperan sebagai pihak yang
menangani apabila terjadi kendala dilapangan dalam proses implementasi.
Konsultan ini biasanya sudah ditentukan dari pemerintah daerah masing-masing.
Konsultan itu terdiri dari konsultan teknik, konsultan kesahatan, dan konsultan
as.pengolah data.
Dimensi culture yang dibangun dalam program WSLIC antara lain kemandirian
masyarakat setempat, maksud pernyataan ini adalah dengan adanya pelatihan yang
dilakukan untuk masyarakat diharapkan masyarakat menjadi lebih tahu dan paham
akan pentingnya pola hidup bersih sehingga setelah pelatihan selesai masyarakat
akan bisa menerapkan hasil dari pelatihan tersebut. Dengan adanya pelatihan,
pengetahuan masyarakat semakin bertambah sehingga mereka akan merasa lebih
mandiri dalam memperbaiki pola hidup sehat mereka. Keberpihakan pada masyarakat
miskin, artinya orientasi kegiatan dalam proses maupun pemanfaatan berguna bagi
masyarakat miskin. Sedangkan pamsimas, culture
yangdibangun antara lain kesinambungan/keberlanjutan sarana, maksudnya sarana
yang telah dibangun dapat menyediakan air bersih secara kontinyu dengan
kualitas yang dapat diterima (baik dari segi pengguna atau pemerintah) dan memenuhi
kebutuhan kuantitas domestik, serta masyarakat turut serta dalam memelihara
sarana tersebut agar tetap berfungsi. Selain itu, diharapkan program ini dapat
direplikasi atau diadaptasi oleh masyarakat lainnya agar dapat meningkatkan
pola hidup bersih. Culture lainnya,
kemitraan antara pemerintah daerah dengan masyarrakat setempat dalam
penyelenggaraan kegiatan pamsimas dan pemda berperan sebagai fasilitator.
Kegiatan
peningkatan kapasitas (capacity building)
masyarakat dan institusi dalam program WSLIC dilaksanakan melalui pelatihan dan pemberdayaan. Program Pelatihan dirancang
sesuai kebutuhan yang diidentifikasi dan dianalisis dengan metode yang sistematis dan partisipatif yaitu Methodology for Participatory Assesment (MPA) dan dikombinasikan dengan
teknik; observasi, wawancara, review dokumen yang berkaitan dengan tugas dari kelompok sasaran, tujuan dan fase kegiatan
(perencanaan, pelaksanaan dan
pasca konstruksi). Beberapa
kebutuhan dan topik pelatihan yang diidentifikasi secara umum pada tingkat masyarakat
yaitu:
a) Demand Responsive Approach/DRA dan pelatihan di tempat;
b) Pelatihan
pekerja di desa;
c) Pelatihan Bidan
Desa,
d) Pelatihan
Administrasi Keuangan,
e) Pelatihan
pengelolaan dan pemeliharaan sarana air bersih dan sanitasi
Berbeda dengan pamsimas, yang merupakan program pinjaman pemerintah pusat yang
dihibahkan langsung kepada masyarakat. Oleh karena itu dalam implementasinya
harus senantiasa melibatkan masyarakat, mulai tahap perencanaan, pelaksanaan
sampai dengan pengoperasian dan pemeliharaan. Hal ini agar masyarakat ikut
berpartisipasi dan merasa ikut memiliki program. Untuk itu kemudian
dipersyaratkan adanya kontribusi dana dari masyarakat sebesar 20% dari total
kebutuhan dana. Empat persen (4%) dalam bentuk uang tunai dan 16% dapat berupa
tenaga dan material. Program ini juga lebih diarahkan untuk memberdayakan
masyarakat agar senantiasa masyarakat bisa hidup lebih efektif lagi.
Program
Pamsimas merupakan lanjutan dari program WSLIC-2 yaitu kegiatan di bidang air
bersih dan sanitasi yang ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang
kurang/tidak mendapat akses air bersih dan sanitasi. Perbedaannya di WSLIC
lokasinya hanya di perdesaan sedangkan Pamsimas meliputi juga daerah urban.
Perbedaan lainnya adalah, adanya lokasi replikasi, yaitu penerapan dengan pola
yang sama di lokasi lain menggunakan dana APBN/APBD. Program Pamsimas akan
dilaksanakan pada 15 propinsi. Sebagai upaya penguatan badan pengelola yang
dapat menjamin keberlanjutan sarana air minum dan sanitasi, telah direncanakan
suatu upaya peningkatan kapasitas bagi TKM sebagai Badan Pengelola dan telah
disiapkan mekanisme penanganan pengaduan, untuk mengantisipasi adanya ketidakpuasan
para pihak terhadap program, dengan prinsip penanganan pengaduan adalah
rahasia, berjenjang, transparan partisipatif, proporsional dan obyektif.
Program
Pamsimas atau Program Penyediaan Air Bersih/Minum berbasis Masyarakat, merupakan
salah satu program pemberdayaan dimana masyarakat berperanserta
secara aktif dalam berkontribusi baik dalam bentuk tunai-In Cash maupun dalam bentuk tenaga/material-In Kind. Program yang perlu
didukung sepenuhnya, karena dalam pelaksanaannya mayarakat diajak dan secara
tidak langsung belajar bagaimana membuat, menyusun dan merealisasikan
kebutuhannya menyangkut Sarana Air Bersih/Minum, yang pendanaannya berasal dari
Masyarakat Incash sebesar 4% dan Masyarakat
Inkind 16% serta Pemerintah daerah
APBD 10% dan Pemerintah Pusat APBN 70%. Namun banyak hal yang perlu
dicermati terkait dengan sasaran/masyarakat penerima manfaat yang
diprioritaskan pada masyarakat yang berpenghasilan rendah antara
lain landasan hukum yang digunakan dalam proses pengadaan barang/jasa
ditingkat masyarakat. Tujuan pamsimas :
1.
meningkatkan
akses pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin perdesaan dan peri-urban;
2.
meningkatkan
nilai dan perilaku hidup sehat dengan membangun/menyediakan prasarana dan sarana air minum dan sanitasi berbasis masyarakat yang
berkelanjutan serta mampu diadaptasi
oleh masyarakat.
Salah satu komponen kegiatan program Pamsimas
adalah Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Kelembagaan Lokal. Komponen
kegiatan tersebut terdiri dari :
a. Pengembangan
program pelatihan bagi Fasilitator Masyarakat dalam memfasilitasi pembuatan RKM
di tingkat masyarakat; pengembangan program pelatihan (kesehatan, community development / social inclusion,
dan teknik penyediaan air minum dan sanitasi) di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota untuk mendukung proses CDD dan pendampingan Fasilitator
Masyarakat; dan pengarusutamaan pendekatan CDD untuk pengembangan pemberian
layanan air minum dan sanitasi.
b. Penguatan
manajemen program kepada unit manajemen dan pelaksana proyek, tim koordinasi
proyek, tim evaluasi RKM; pengembangan pedoman/petunjuk, manual dan pelatihan
untuk penguatan manajemen proyek dan peran pemerintah (provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan) dalam pengelolaan dan
operasional paska konstruksi.
c. Dukungan
peningkatan kapasitas kelembagaan dan kegiatan advokasi bagi pemerintah
(provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan) dan masyarakat untuk
meningkatkan pemberian layanan air minum dan sanitasi, termasuk upaya
peningkatan alokasi anggaran penyediaan air minum dan sanitasi berbasis
masyarakat (CDD-WSS), dan mendo-rong munculnya inovasi kesinambungan pengelolaan
dan operasional layanan paska konstruksi dalam jangka panjang.
Program pamsimas diharapkan akan menjadi model untuk
direplikasi, diperluas (scaling up) dan pengarusutamaan (mainstreaming) model di daerah lain, dalam upaya mencapai target MDG. Dalam
upaya melestarikan program secara berkelanjutan, maka diharapkan pada tahun
ke-2 pelaksanaan Pamsimas dapat dilanjutkan dengan replikasi program Pamsimas
di masing-masing kabupaten/kota.
a. Tujuan
Replikasi Program Pamsimas
:
·
Sebagai
salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk mempercepat pencapaian target Water Supply and Sanitation - Millenium
Development Goal (WSS-MDGs), melalui penetapan Kerangka Kebijakan Nasional
Pelayanan Air Minum dan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat;
·
Meningkatkan
peran pemerintah daerah untuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan
sanitasi bagi masyarakat miskin di daerahnya.
·
Meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk merencanakan, melaksa-nakan dan mengelola sarana air
minum dan sanitasi yang berbasis masyarakat.
b. Maksud dan Tujuan
Memperluas cakupan wilayah melalui pelaksanaan program
sejenis (cloning) di desa-desa yang
lain yang secara teknik dan kualitas yang sama dengan program Ppamsimas.
c. Jumlah Desa Replikasi Program Pamsimas
Jumlah desa replikasi disesuaikan
dengan kapasitas fiskal masing-masing kabupaten/kota, sebagai berikut :
1) Kabupaten/kota dengan kapasitas
fiskal rendah, minimal mereplikasi 1 desa/kelurahan untuk tiap 10
desa/kelurahan peserta Pamsimas
2)
Kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal sedang, minimal
mereplikasi 2 desa/kelurahan untuk tiap 10 desa/kelurahan
peserta Pamsimas
3)
Kabupaten/kota dengan kapasitas fiskal tinggi, minimal
mereplikasi 3 desa/kelurahan untuk tiap 10 desa/kelurahan peserta Pamsimas
d. Rencana
Pelaksanaan
Replikasi program Pamsimas ini direncanakan akan
dilaksanakan mulai tahun ke 2 program Pamsimas (2009), dengan kata lain setelah
program PAMSIMAS tahun pertama sukses dilaksanakan (untuk selanjutnya menjadi
contoh untuk direplikasi).
e. Sumber Dana
Pendanaan replikasi desa berasal dari APBD
dan sumberdaya lain di wilayah kabupaten/kota serta partisipasi masyarakat,
yang digunakan untuk membiayai pelatihan dan penyiapan masyarakat, pelaksanaan
fisik maupun fasilitator.
Selain dari itu program
Pamsimas memberikan dana insentif bagi kabupaten/kota yang berhasil dalam
pengarusutamaan dan perluasan/replikasi program dengan sumber dana APBN.
Jadi bila
dibedakan antara WSLIC dan pamsimas, dimana pamsimas diharapkan adanya
keberlajutan program untuk daerah lain, sedangkan WSLIC hanya sekedar bentuk
pelatihan untuk masyarakat saja, tanpa ada keberlanjutan program tersebut.
Apakah wslic bisa di kuasai secara pribadi dengan cara memanfaatkan partisipasi masyarakat dengan melakukan pemungutan yang tidak berdasar.
ReplyDeleteApa yang harus dilakukan masyarakat untuk mempertahankan hak nya terhadap wslic.