Pada dasarnya yang mempunyai wewenang melakukan pengawasan dan
pemeriksaan terhadap Notaris adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang
dalam pelaksanaannya Menteri membentuk Majelis Pengawas Notaris. Menteri
sebagai kepala Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia mempunyai tugas membantu
Presiden dalam menyelenggarakan sebagian urusan pemerintah di bidang hukum dan
hak asasi manusia. Dengan demikian kewenangan pengawasan terhadap Notaris ada pada
pemerintah, sehingga berkaitan dengan cara pemerintah memperoleh wewenang
pengawasan tersebut.
Atibusi merupakan pembentukan wewenang tertentu dan pemberiannya kepada
organ tertentu atau juga dirumuskan pada atribusi terjadi pemberian wewenang
pemerintahan yang barn oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Atribusi pembentukan atau pemberian wewenang pemerintahan didasarkan aturan
hukum yang dapat dibedakan dari asalnya, yakni yang asalnya dari pemerintah di
tingkat pusat bersumber dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Undang-Undang
Dasar (UUD) atau undang-undang, dan yang asalnya dari pemerintah daerah
bersumber dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) atau Peraturan Daerah
(Perda). Atribusi wewenang dibentuk atau
dibuat atau diciptakan oleh aturan hukum yang bersangkutan atau atribusi
ditentukan aturan hukum yang menyebutkan di dalamnya.
Delegasi merupakan pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan
atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara
atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Dalam rumusan lain bahwa
delegasi sebagai penyerahan wewenang oleh pejabat pemerintahan (Pejabat TUN)
kepada pihak lain dan wewenang menjadi tanggungjawab pihak lain tersebut, Pendapat yang pertama, bahwa delegasi itu
harus dari Badan atau jabatan TUN kepada badan atau Jabatan TUN lainnya,
artinya balk delegator maupun delegans harus sama-sama Badan atau Jabatan TUN. Pendapat
yang kedua bahwa delegasi dapat terjadi dari Badan atau Pejabat TUN kepada
pihak lain yang belum tentu Badan atau Jabatan TUN. Dengan ada kemungkinan bahwa Badan atau
Jabatan TUN dapat mendelegasikan wewenangnya (delegans) kepada Badan atau
Jabatan yang bukan TUN (delegataris). Suatu delegasi selalu didahului oleh
adanya suatu atribusi wewenang. Badan atau Jabatan TUN yang tidak mempunyai
atribusi wewenang tidak dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pihak lainnya.
Delegasi harus memenuhi syarat-syarat :
a.
Delegasi
harus definitif, artinya delegans tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang
yang telah dilimpahkan;
b.
Delegasi
harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya delegasi
hanya dimungkinkan jika ada ketentuan untuk itu dalam peraturan
perundang-undangan;
c.
Delegasi
tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki kepegawaian tidak
diperkenankan adanya delegasi;
d.
Kewajiban
memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang untuk meminta
penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;
e.
Peraturan
kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi (petunjuk)
tentang penggunaan wewenang tersebut.
1.
Majelis Pengawas Notaris Sebagai Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara
Kedudukan Menteri selaku Badan atau Jabatan TUN yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku membawa konsekuensi terhadap Majelis Pengawas, yaitu Majelis Pengawas
berkedudukan pula sebagai Badan atau Jabatan TUN, karena menerima delegasi dari
badan atau Jabatan yang berkedudukan sebagai Badan atau Jabatan TUN .
Dengan demikian secara kolegial Majelis Pengawas
sebagai:
a.
Badan
atau Pejabat TUN;
b.
Melaksanakan
urusan pemerintahan;
c.
Berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu melakukan pengawasan terhadap Notaris
sesuai UUJN.
2.
Surat Keputusan Majelis Pengawas Notaris Sebagai Objek Sengketa Tata
Usaha Negara
Majelis pengawasan dalam kedudukan sebagai Badan atau
Jabatan TUN mempunyai kewenangan untuk membuat atau mengeluarkan Surat
Keputusan atau Ketetapan yang berkaitan dengan hasil pengawasan, pemeriksaan
atau penjatuhan sanksi yang ditujukan kepada Notaris yang bersangkutan.
Dalam kedudukan seperti itu, Surat Keputusan atau
Ketetapan Majelis Pengawas dapat dijadikan objek gugatan oleh Notaris ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai sengketa tata usaha negara jika
Notaris merasa bahwa keputusan tidak tepat atau memberatkan Notaris yang
bersangkutan atau tidak dilakukan yang transparan dan berimbang dalam pemeriksan.
Peluang untuk mengajukan ke PTUN tetap terbuka setelah semua upaya administrasi
yang disediakan baik keberatan administrat maupun banding administrasi telah
ditempuh. Hal tersebut dapat dilakukan rneskipun aturan hukum yang bersangkutan
telah menentukan bahwa putusan, dari badan atau Jabatan TUN tersebut telah menyatakan
final atau tidak dapat ditempuh upaya hukum lain karena pada dasarnya bahwa
penggunaan upaya administratif dalam sengketa tata usaha negara bermula dari
sikap tidak puas terhadap perbuatan tata usaha negara. Aspek positif yang
didapat dari upaya ini adalah penilaian perbuatan tata usaha negara yang
dimohonkan tidak hanya dinilai dari segi penerapan hukum, tapi juga dari segi
kebijaksanaan serta memungkinkan dibuatnya keputusan lain yang menggantikan
keputusan tata usaha negara terdahulu.
No comments:
Post a Comment