Harga
obat di Indonesia memang bukan yang termahal di ASEAN. Hal ini wajar
dikarenakan dari segi pendapatan per kapita indonesia termasuk pada peringkat
bawah. Namun dibanding Cina, India, Pakistan dan Kuba yang relatif bukan lebih
miskin, harga obat kita jauh lebih mahal.
Sebenarnya harga obat yang mahal bukan
semata-mata kesalahan pemerintah, tetapi kesalahan dari masyarakat juga.
Seringkali dari masyarakat justru lebih bangga dan merasa lebih nyaman bila
diberi obat yang mahal. Hal semacam ini yang mungkin menjadikan salah satu
alasan mengapa obat bermerk menjadi sangat mahal, mungkin bisa sampai lebih
dari 30 kali harga obat generik berlogo. Padahal seperti yang kita ketahui
bahwa obat yang mahal belum tentu lebih berkualitas.
Tidak
selamanya obat mahal itu obat bagus. Semuanya itu tergantung dari jenis
penyakit dan diagnosa yang tepat. Sebagai contoh orang yang menderita penyakit
flu mendapat obat dengan harga sebesar Rp.500.000, yang terdiri
dari antibiotika generasi terakhir dan obat yang lain. Ternyata orang tersebut
tidak segera sembuh walaupun obatnya mahal dan kita katahui bahwasanya penyakit
flu itu disebabkan oleh virus yang bisa sembuh sendiri (self limited) dengan
kondisi tubuh yang prima. Misalnya dengan penggunaan vitamin C yang meningkatkan
daya tahan tubuh dan gizi yang baik serta istirahat yang cukup.
Yang
dimaksud obat bagus adalah obat yang mempunyai efek terapi. Untuk mendapatkan
efek terapi yang tepat haruslah dengan diagnosa yang tepat, dosis yang tepat,
waktu yang tepat, artinya menggunakan obat secara rasional; tidak harus obat
yang mahal-mahal.
Untuk meningkatkan
keterjangkauan obat bagi masyarakat dalam memperoleh obat yang murah,
pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menurunkan harga obat kembali dan
membuat aturan tentang harga jual obat generik di apotik melalui SK Menteri
Kesehatan Nomor 720/MENKES/SK/IX/2006 tentang Harga Obat Generik, tetapi pada
kenyataannya masih dijumpai adanya variasi dalam harga jual obat. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan dalam perhitungan persentase keuntungan yang
diambil oleh pihak apotik sehingga terjadi perbedaan harga jual obat di
masing-masing apotik. Selain itu, obat yang diturunkan harganya di bawah HET
berperan sebagai penyeimbang dari obat yang dinaikkan harganya.
Harga yang terjangkau merupakan suatu hal yang penting untuk
menjamin akses obat essensial di sektor pemerintah dan sektor swasta.
Keterjangkauan adalah komponen kebijakan obat nasional yang membutuhkan
dukungan politik dan legislatif yaitu dalam hal mengurangi pajak impor obat
essensial, kebijakan harga obat, kebijakan obat generik dan substitusi obat
generik dan persamaan harga. Adanya perbedaan harga jual obat generik pada
apotik disebabkan pleh karena apotik dapat menentukan harga obat secara bebas
atas berbagai pertimbangan bahwa harga jual obat ditentukan oleh provider secara bebas. Dengan demikian
harga obat di tingkat pengecer seperti apotik akan dipengaruhi oleh faktor
besarnya marjin ataupun biaya operasional lainnya yang diambil oleh provider apotik.
Sebenarnya
terdapat beberapa cara agar harga obat di Indonesia menjadi lebih murah, yaitu
:
1.
Impor
dan distribusi bahan baku obat dilakukan oleh pemerintah, bila perlu pemerintah
memproduksi sendiri bahan baku obat. Dengan harapan pemerintah akan lebih mudah
mengkontrol ataupun dalam memberikan subsidi agar harga produk jadi obat lebih
dapat dikendalikan. Seperti kenyataan sekarang ini, HET (Harga Eceran
Tertinggi) yang diterapkan pemerintah tidak sepenuhnya berdampak menurunkan
harga obat. Mungkin tidak perlu semua jenis bahan baku obat yang dikontrol
pemerintah, tetapi bahan baku yang patennya sudah habis dan banyak dibutuhkan
oleh masyarakat luas. Dengan pendistribusian bahan baku obat satu
pintu,pemerintah juga akan lebih mudah mengontrol kualitas bahan baku obat yang
beredar,sehingga kontrol terhadap kualitas obat yang beredar akan menjadi lebih
mudah. Selanjutnya penerapan HET yang terjangkau bisa menjadi lebih rasional.
2.
Melarang
segala macam bentuk iklan obat. Bagaimanapun juga yang namanya iklan harganya
tidak murah dan bebannya tentu saja akan kembali kemasyarakat. Apalagi bila
iklan tidak rasional atau menyesatkan, tentu akan berdampak pada pemborosan
pemakaian obat. Dan yang ditakutkan lagi iklan justru menjadi pembodohan kepada
masyarakat. Mungkin kita para apoteker sebagai tenaga kesehatan juga akan
dibodohkan juga dengan promosi yang berupa diskon atau potongan harga sehingga
akan mempengaruhi kita dalam memberikan kebijakan pelayanan. Mungkin dampak
iklan ini juga akan mempengaruhi tenaga kesehatan lain seperti dokter juga akan
terpengaruhi dengan bentuk-bentuk kerjasama yang cenderung meningkatkan harga
yang sekali lagi akan merugikan Masyarakat sebagai pasien. Oleh karena itu akan
sangat baik dampaknya bila segala bentuk iklan dihapuskan terhadap obat bebas sampai
obat keras agar terjadi penurunan harga obat.
3.
Mengasuransikan
kesehatan terhadap semua penduduk. Bila semua penduduk diasuransikan, obat akan
dibeli oleh perusahaan asuransi berdasarkan lelang termurah. Dengan cara
seperti ini, maka industri obat akan cenderung berlomba-lomba menjual obat
dengan harga yang murah agar dibeli oleh perusahaan asuransi. Disini pemerintah
dan masyarakat tidak perlu lagi memikirkan harga obat karena yang memikirkan
pindah pada perusahaan asuransi.
No comments:
Post a Comment