Jumat, 07 November 2014

Kajian Tentang Fungsi Partai Politik: Fokus Pada Sosialisasi Partai Nasional Demokrat (NasDem)

Politik adalah aspek dari semua perbuatan yang berkenaan dengan usaha kolektif bagi tujuan-tujuan kolektif. Politik juga melekat dalam lingkungan hidup manusia, baik sadar atau tidak politik  hadir dimana-mana, politik mempengaruhi kehidupan individu maupun kelompok manusia. Di dalam kehidupan politik, seperti halnya dalam wilayah-wilayah kehidupan lain, sosialisasi merupakan suatu kunci bagi perilaku dalam politik. Sosialisasi politik merupakan proses bagaimana memperkenalkan sistem politik pada seseorang dan bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik.
A.        Pendahuluan
Partai politik berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan. Secara umum partai politik terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Di Indonesia, partai politik telah merupakan bagian dari kehidupan politik. Partai politik telah muncul jauh sebelumnya sebagai sarana partisipasi bagi beberapa kelompok masyarakat, yang kemudian meluas, menjadi partisipasi seluruh masyarakat dewasa[1]. Keberadaan organisasi membuat aspirasi kolektif sekelompok masyarakat menjadi lebih kuat posisinya dalam menghadapi kepentingan kelompok yang bersebrangan Inilah yang menjadi dasar pendapat mengapa partai politik memiliki peran penting dalam proses dinamika pelembagaan demokrasi. Tujuannya adalah untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan program-program yang telah mereka susun sesuai dengan ideologi tertentu dan memperoleh kekuasaan dan kedudukan politik.
Menurut Miriam Budiardjo (2003), ada empat fungsi partai politik. Yaitu:
a. Komunikasi Politik
b. Sosialisasi Politik
c. Rekrutmen Politik
d. Pengelolaan Konflik              
      
      a.      Parpol sebagai sarana komunikasi politik

Komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi politikdari pemerintah kepada masayarakatdan sebaliknya dari masyarakat kepada pemerintah. Parpol disini berfungsi untuk menyerap, menghimpun (mengolah, dan menyalurkan aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan an menetapakan suatu kebijakan.

      b.      Parpol sebagai sarana sosialisasi politik     

Sosialisasi politik adalah proses pembentukan sikap dan orientasi politik mengenai suatu fenomena politik yang sedang dialami suatu negara. Proses ini disampaikan melalui pendidikan politik. Sosialisai yang dilakukan oleh parpol kepada masyarakat berupa pengenalan program-program dari partai tersebut. Dengan demikian, diharapkan pada masyarakat dapat memilih parpol tersebut pada pemilihan umum. Contohnya penyampaian program politik parpol pada acara kampanye menjelang pemilu. Hal tersebut merupakan salah satu fungsi papol sebagai sarana sarana sosialisasi politik.

     c.      Parpol sebagai sarana rekrutmen politik
     
Rekrutmen politik adalah proses seleksi dan pengangkatan seseorang atau kelompok untuk melaksanakan sejumlah peran dalam istem politik ataupun pemerintahan. Atau dapat dikatakan proses seleksi dan pengangkatan seseorang atau kelompok untuk menduduki suatu  jabatan ataupun beberapa jabatan politik ataupun mewakili parpol itu dalam suatu bidang.  Rekrutmen politik gunanya untuk mencari otang yang berbakat aatupun berkompeten untuk aktif dalam kegiatan politik. Contohnya misal seperti pada contoh komuikasi politik tadi, dilingkungan sekolah. OSIS akan mengganti ketua dan anggotanya karena masa jabatannya sudah habis. Nah proses OSIS tersubut dalam mencari ketua dan anggota OSIS baru merupakan suatu proses rekrutmen. Entah itu melalui penujukan dan penyeleksian ataupun melalui pemilihan. Sama hal nya dengan Papol, parpol akan mencari, menyeleksi, dan mengangkat suatu anggota baru untuk menduduki suatu jabatan partai atau di pemerintahan, ataupun untuk mewakili dalam pemilu.

      d.      Parpol sebagai sarana pengelolaan konflik

Pengelolaan konflik adalah mengendalikan atau pengatur suatu konflik (dalam hal ini adanya perbedaan pendapat atau pertikaian fisik) mengenai suatu kebijakan yang dilakukan pemerintah. Pengendalian konflik ini dilakuakan dengan cara dialog, menampung dan selanjutnya membawa permasalahan tersebut kepada badan perwakilan rakyat (DPR/DPRD/Camat) untuk mendapatkan keputusan politik mengenai permasalahan tadi. Contohnya di dalam masyarakat terjadi masalah mengenai naiknya harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah. Banyak terjadi demo menentang kebijakan tersebut. Dalam kasus ini parpol sebagai salah satu perwakilan dalam masyarakat di badan pewakilan rakyat (DPR/DPRD), mengadakan dialog bersama masyarakat mengenai kenaikan harga BBM tersebut. Parpol  dalam hal ini berfungsi sebagai  mengendalikan konflik dengan cara menyampaikan kepada pemerintah guna mendapatkan suatu putusan yang bijak mengenai kenaikan harga BBM tersebut. 
  
Kelemahan Partai Politik

Yang dimaksud dengan kelemahan partai politik adalah potensi negatif yang dapat menghambat fungsi partai politik sebagaimana disebutkan diatas sehingga tidak berjalan sebagaimana mestinya. Diantara kelemahan yang diungkapkan Asshiddiqie antara lain adalah budaya oligarki, yaitu kecenderungan suatu partai politik untuk memperjuangkan kepentingan pengurusnya diatas kepentingan masyarakat secara umum. Potensi negatif oligarki ini dapat diatasi dengan adanya beberapa mekanisme penunjang, yaitu:

         Mekanisme internal yang mendorong proses demokratisasi dengan cara meningkatkan partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan partai. Selain perlu dirumuskan secara formal dalam AD/ART, mekanisme ini perlu ditradisikan sebagai suatu rule of law yang berjalan secara informal. Bersama dengan AD dan ART diperlukan suatu panduan kode etik internal organisasi yang ketiganya menjadi panduan bagi seluruh anggota dalam menyelesaikan konflik dan perselisihan di internal partai secara demokratis.

         Menyediakan suatu mekanisme keterbukaan partai yang memungkinkan warga masyarakat di luar partai untuk dapat berpartisipasi dalam penentuan kebijakan yang diperjuangkan partai politik. Keberadaan pengurus harus dapat berfungsi sebagai pelayan aspirasi dan kepentingan bagi konstituennya.


         Adanya suatu penyelenggaraan negara dengan kualitas pelayanan publik yang baik sebagai penunjang bagi terciptanya suatu sistem politik yang sehat. Dengan terbentuknya tata pemerintahan yang berintegritas dan profesional, peluang bagi para elite partai politik untuk memanfaatkan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dapat diminimalisir.

         Kebebasan pers yang disertai profesionalisme pers dan semangat mendidik masyarakat luas. Keberadaan pers menjadi suatu umpan balik dari sikap atau kebijakan yang diambil oleh pengambil keputusan di internal partai politik.

Fenomena Partai Politik di Indonesia

Partai baru banyak bermunculan dengan wajah-wajah lama dari era perpolitikan terdahulu atau bahkan merupakan sosok yang “dibuang” dari partai sebelumnya. Dalam hal ini saya mencontohkah Partai Hanura dan Gerindra, dimana partai ini juga termasuk partai baru yang cukup sukses didalam pemilu tahun 2009. Partai politik yang tergolong baru juga tergolong mempunyai kans yang kuat untuk meraih massa dengan pandangan baru yang mengatasnamakan kekecewaan publik terhadap kinerja parta politik yang ada saat ini, karena memang sulit dibantah keadaan partai politik yang ada saat ini semakin membuat publik kurang percaya dengan kredibilitas partai yang ada mengingat banyaknya kasus yang membelit satu per satu partai yang ada saat ini.

Selain itu ada semacam trend fenomena yang terjadi dalam era reformasi sekarang ini dimana banyak kita temukan antara lain :

• Politkus “Bajing Loncat” atau Kutu Loncat. Sering kita temukan beberapa politkus yang pindah-pindah partai menurut selera dan analisis mereka terhadap peluang yang dapat diraih untuk mencapai karier dalam dunia politik. Partai politik berganti-ganti nama. Beberapa partai politik harus mengganti namanya untuk membedakan ketua umum dan partai tersebut dengan rival politiknya dalam partai induk (sebelumnya).

• Partai politik mengusung nilai-nilai keagamaan. Apapun dilakukan untuk menjadi “kendaraan” politik agar tujuan mendominasi kekuasaan mencapai sasaran.

• Politikus yang indisipliner semakin merajalela dan tak terkendali lagi keberaniannya. Mereka kini berani terang-terangan membohongi rakyat yang mempercayainya dan memberi amanah untuk menyampaikan pesan dan aspirasi sebagaimana yang dijanjikan dalam sumpah jabatan dan selama pemilihan menuju karir politiknya.

• Konsentrasi politkus kita kebanyakan mengurusi obyek-obyek yang memberikan pemasukan ketimbang mengutamakan visi dan misi yang  dibebankan kepadanya sebelum  mereka mencapai posisi tersebut. Proses tercetaknya kader secara instan dan sistem rekrutmen calon politikus dan diplomat akhir-akhir ini ditengarai sebagai kontributor utama menghasilkan “rombongan”  politikus bermasalah di negeri ini.

Terjadinya perpindahan kader dari satu partai ke partai lainnya menunjukan pola penerimaaan kader partai di Indonesia masih sangat lemah. Boleh dikatakan bahwa partai belum memiliki sistem penerimaan kader partai yang baik. Pola penerimaan kader yang harus dimulai dari bawah dan dilanjutkan dengan pendidikan kepartaian yang berkesinambungan  sering terabaikan. Pada sisi lain masuknya orang kesatu partai tidak jarang karena ingin mendapat perlindungan baik itu bisnis ataupun jabatan. Akibatnya kader yang masuk dengan murni dan mengawali dari tingkat paling rendah serta memiliki kapabilitas yang tinggi sering terabaikan, karena kesempatan mereka telah direbut oleh kader “kutu loncat”. Memang akhir-akhir ini banyak pengamat yang berpendapat bahwa telah terjadinya kemunduran pengaruh partai politik itu sendiri terhadap masyarakat. Beberapa sebab yang dapat dikemukakan antara lain, partai dan parlemen dianggap tidak lagi mewakili rakyat banyak. Hal itu disebabkan karena kehidupan politik modern telah menjadi begitu kompleks dengan bertumbuhnya globalisasi di bidang ekonomi dan bidang-bidang lainnya, baik nasional maupun internasional. Akibatnya, baik partai maupun parlemen tidak mampu menyelesaikan beragam masalah. Lagi pula banyak masalah baru, seperti lingkungan dan hak peempuan, yang kurang mendapat perhatian. Kritik yang dilontarkan ialah bahwa anggota-anggotanya sering korup, cenderung lebih mengutamakan kepentingan sendiri di atas kepentingan umum dan mengejar mengutamakan kedekatan dengan pusat-pusat kekuasaan[2]. Partai politik seharusnya dapat menunjukkan gagasan-gagasan untuk membangun Indonesia dan menunjukkan  cara berpolitik yang sesuai etika dan norma politik.
Etika dan norma politik sangat penting untuk pendidikan politik masyarakat Indonesia. Pendidikan merupakan upaya penyadaran akan pentingnya sebuah proses politik. Apalagi ditengah tingginya apatisme dan peluang anarkisme yang tinggi. Masyarakat akan terbiasa dengan sikap profesional dan ikut aktif dalam proses politik yang terjadi. Segala bentuk anarkisme yang terjadi selama masa pemilu maupun tingkat pemilih yang abstain dapat ditekan. Peningkatan hubungan solidaritas dan rasa kesetiakawanan yang didasarkan pada kepentingan politik harus digalakkan. Disamping itu pola untuk menarik simpati masyarakat yang dilakukan oleh elit politik, cenderung telah menjadikan masyarakat sebagai objek dari pada sebagai subjek. Implikasinya dalam kehidupan politik, yang tumbuh dan berkembang adalah partisipasi politik yang dimobilisikan bukan partisipasi politik yang otonom, yang tumbuh atas kesadaran yang rasional.
Diharapkan dengan adanya tahap-tahap konsolidasi sistem politik yang dilakukan sebagai respons atas banyaknya pengalaman pahit selama periode reformasi dan didukung keputusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilihan umum dengan sistem suara terbanyak sebagai sistem yang dianggap paling sesuai dengan maksud UUD 1945 mengatur tentang pelaksanaan pemilihan umum.

B.        Pembahasan

            Dalam ilmu politik, sosialisasi politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada. Ia adalah bagian dari proses yang menentukan sikap politik sesorang. Misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hak dan kewajiban. Dimensi lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yang melalui masyarakat menyampaikan “budaya politik” yaitu norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dengan kata lain, sosialisasi politik merupakan faktor penting dalam terbentuknya budaya politik (political culture) suatu bangsa.
           
Sisi lain dari fungsi sosialisasi politik partai adalah upaya menciptakan citra (image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting jika dikaitkan dengan tujuan partai untuk menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum. Karena itu partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan agar para pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya. Tapi tidak dapat disangkal, ada kalanya partai mengutamakan kepentingan partai atas kepentingan nasional. Loyalitas yang diajarkan adalah loyalitas kepada partai melebihi loyalitas kepada negara. Pandangan ini dapat mengakibatkan pengotakan dan tidak membantu proses integrasi. Proses sosialisasi berjalan seumur hidup, terutama dalam masa kanak-kanak. Ia berkembang melalui keluarga, sekolah, peer group, tempat kerja, pengalaman sebagai dewasa, organisasi keagamaan, dan partai politik. Ia juga penghubung yang mensosialisasikan nilai-nilai politik generasi yang satu ke generasi yang lain. Di sinilah letaknya partai dalam memainkan peran sebagai suatu sarana sosialisasi politik.

Sosialisasi politik biasa dilakukan para politis menjelang event pemilu, baik pemilihan legislatif, Kepala daerah, maupun pemilihan Presiden. Kebijakan politik dalam penentuan anggota legislatif, Kepala daerah dan Presiden memang mengalami perubahan yang fundamental. Sosialisasi politik  ini ada seiring dengan memulai diterapkannya sistem demokrasi liberal yang dianut proses politik di Indonesia. Selanjutnya jabatan dipilih langsung oleh rakyat melalui mekanisme Pilpres, Pilkada dan Pileg yang ditentukan berdasarkan perolehan suara terbanyak.

Bercermin dari berbagai kasus, tingkat popularitas seseorang ternyata memberi andil besar yang menentukan bagi keterpilihan sorang kandidat. Maka tidak mengherankan bursa pemilihan jabatan publik ini, sering disebabkan oleh faktor popularitas. Bahkan, ada kalanya faktor ini mengabaikan faktor lain seperti kapasitas dan moralitas seorang kandidat.

Melihat posisi penting popularitas, maka kegiatan sosialisasi politik menjadi hal prioritas yang harus dilakukan oleh siapapun yang menghendaki kemenangan politik. Sosialisasi politik sebenarnya merupakan bagian dari kegiatan pencitraan, karenanya tim sukses harus bisa jeli membaca citra tokoh seperti apa yang dikehendaki oleh masyarakat. Pembacaan yang tepat terhadap keinginan masyarakat akan menjadikan sosialisasi politik semakin efisien.

Dalam sosialisasi politik terdapat tahap-tahap untuk menunjang kelancaran bersosialisasi politik. Ada 4 tahap dalam sosialisasi politik menurut Easton & Dennis, yaitu:

1.         Pengenalan otoritas melalui individu tertentu seperti orang tua, Presiden, dan Polisi.
2.         Perkembangan pembedaan antara otoritas internal & yang eksternal seperti antara pejabat pemerintah dengan pejabat swasta.
3.         Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impresional seperti Mahkamah Agung, Pemilu.
4.         Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang disosialisasikan.
Tahapan sosialisasi politik yang dimaksud dalam kegiatan belajar ini adalah fase-fase sosialisasi politik yang dialami manusia sepanjang hidupnya. Berikut adalah sosialisasi politik pada berbagai tipe masyarakat:

A.        Sosialisasi politik pada masyarakat demokratis
           
Sosialisasi politik tidak pernah benar-benar berhenti. Begitu kita lihat dalam kelompok dan peranan sosial baru, berpindah dari satu daerah ke daerah lain. Bergeser ke atas  dan ke bawah dalam jenjang tangga sosial dan ekonomi, menjadi orang tu, mendapatkan atau menghilangkan pekerjaan, bertambah umur. Semua pengalaman ini cendrung untuk merubah persepsi politik sekarang. Sosialisasi berfungsi untuk mempertahankan atau merubah orientasi, nilai-nilai, sikap-sikap dan tingkah laku politik. Sosialisasi politik tergantung  pada rezim yang berlangsung pada saat sosialisasi itu berlangsung.

B.        Sosialisasi politik pada masyarakat totaliter
           
Negara totaliter adalah negara berusaha untuk mengontrol semua aspek kehidupan masyarakatnya. Dalam negara demikian ideologi negara menjadi basis resmi bagi semua tindakan dan aktivitas. Sosialisasi politik tidak dapat mencari salurannya sendiri. Peralihan dari non-totaliter kepada totaliter menggambarkan adanya perbedaan yang terdapat dalam sosialisasi politik.

C.        Sosialisasi politik pada masyarakat berkembang
           
Negara-negara berkembang pada umumnya adalah negara-negara bekas koloni atau jajahan negara-negara barat.pada saat penjajahan berlangsung negara-negara kolonial tersebut memperkenalkan lembaga-lembaga politik barat, birokrasi, kubudayaan, dan pendidikan. Persamaan dalam sosialisasi politik antara negara-negara berkembang dan negara-negara demokrasi modern adalah dalam hal identifikasi partai, penelitian terhadap sosialisasi politik dijamaika menemukan identitas partai yang kuat dikalangan anak-anak sekolah, dimana anak-anak dari kalangan tertentu berkecenderungan pada partai-partai tertentu dan anak-anak lain berkecenderungan pada partai lainnya.
    
Le vine mengemukakan bahwa ada 3 faktor penting dalam sosialisasi politik ditengah masyarakat yaitu :
1.                     Pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembang dapat melampaui kapasitas mereka yang memodernisir keluarga tradisonal lewat industrialisasi pendidikan.

2.                     Sering terdapat perbedaan yang besar dalam pendidikan dan nilai-nilai tradisional antara jenis-jenis kelamin sehingga kaum wanita lebih erat terikat pada nialai tradisional.

3.                     Pengaruh urbanisasi, yang selalu dianggap sebagai satu kekuatan perkasa untuk menumbangkan nilai-nilai tradisional, paling sedikitnya secara parsial juga terimbangi oleh peralihan dari nilai-nilai kedalam perkotaan, khususnya dengan pembentukan komunitas-komunitas kesukuan dan etnis di daerah ini.

            Persoalan yang telah terjadi menjadi tantangan bagi partai politik terutama persiapan dalam menjelang pemilu 2014. Paling tidak partai politik harus membuat suatu gebrakan yang revolusioner untuk mendapatkan simpati rakyat. Saat ini rakyat cukup cerdas dan melek politik. Partai politik dapat menunjukkan akuntabilitas dan menjadikan partainya “bersih”. Momentum ini agaknya tepat di kala masyarakat Indonesia gencar melawan korupsi. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan komitmen bersama untuk memberantas korupsi dan bersifat kooperatif terhadap penegakan hukum. Partai hendaknya tidak segan-segan untuk memberi sanksi tegas terhadap anggotanya yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Lebih jauh lagi, akuntabilitas terhadap dana kampanye partai juga diperlukan. Ini akan menjadi pencitraan bagi partai politik dan modal untuk mengambil hati para konstituennya. Persiapan yang dilakukan oleh masing-masing partai politik beraneka ragam. Partai politik yang telah menduduki DPR dapat langsung mengikuti pemilu 2014 tanpa melakukan verivikasi administrasi partai politik. Lain hanya dengan partai-partai guremmaupun partai politik yang baru seperti Nasional Demokrat dan Partai Sri yang harus melewati seleksi administratif. Walaupun demikian masing-masing partai memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan suara. Seperti salah satu partai yang mengusung tema gerakan perubahan, cukup menimbulkan banyak ketertarikan di kalangan masayarakat saat ini. Partai NasDem adalah sebuah partai politik di Indonesia yang baru diresmikan pada tanggal 26 Juli 2011[1]. Partai ini didukung oleh Surya Paloh yang merupakan pendiri organisasi bernama sama yaitu Nasional Demokrat. Hal ini terlihat dari bisnis media yang dipimpinnya, Metro TV, yang selalu memberikan berita terbaru seputar aktivitas Partai NasDem. Meskipun demikian, ormas tersebut mengatakan bahwa partai tersebut tidak memiliki kaitan apapun dengan partai ini.
       Sosialisasi politik yang diterapkan oleh slah satu partai, yaitu Nasional Demokrasi (NasDem), dengan pencanangan program gerakan perubahan, cukup menyita banyak perhatian terhadap publik sekaligus kontroversi di kalangan pejabat dan petinggi partai lainnya maupun para ahli. Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis kesuksesan partai Nasional Demokrat (NasDem) dalam mencuri hati publik. Partai belum genap empat bulan disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM ini berhasil menempati posisi emat besar. Kemunculan Nasdem ini mengejutkan, dan berhasil menempati papan tengah dengan suara 5,9 persen pemilih. Penyumbang suara terbesar Nasdem ini berasal dari pemilih mengambang dan pemilih pemula. Nasdem juga dianggap berhasil merebut suara pemilih partai-partai yang tidak masuk parlemen pada pemilu 2009. Suara Nasdem itu mungkin dianggap belum mengganggu sembilan partai yang sudah punya wakil di parlemen. Namun dengan modal yang dimiliki sekarang, dalam dua tahun mendatang partai yang dilahirkan Suryo Paloh itu bisa menjadi pesaing yang kuat dalam pemilu 2014. Nasdem potensial mengubah peta kekuatan partai di tingkat nasional. Cepatnya Nasdem mendapat simpati masyarakat diduga karena gencarnya kampanye di media massa khususnya televisi milik Surya Paloh yakni MetroTV dan jaringan MNC Group milik Harry Tanoe. Keduanya memang petinggi partai tersebut. Nasdem juga dinilai cukup kuat dalam membangun jaringan di akar rumput.
Dari survei yang dilakukan LSI terhadap 2.418 responden di 33 provinsi pada 25 Februari-5 Maret 2012, Nasdem berhasil menempati urutan keempat di bawah Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dan Demokrat. Pada survei itu ketiga besar partai ini meraih suara 17,7 persen, 13,6 persen dan 13,4 persen. Survei menunjukkan Partai Nasdem dengan suara 5,9 persen meninggalkan seniornya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan 5,3 persen, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 4,2 persen, Gerindra, PAN dan Hanura berada di bawahnya dengan suara dukungan kurang dari 4 persen. Dukungan terhadap Nasdem ini menurut LSI jauh lebih baik dibanding yang diperoleh PKS dan Demokrat sebelum pemilu 2004 digelar. Sebagai partai baru, pada enam bulan menjelang pemilu, PKS baru meraup 4 persen suara dan Demokrat dengan 3 persen suara. Sedangkan capaian Nasdem dengan 5,9 suara masih berjarak dua tahun dari Pemilu 2014. Sedangkan partai baru lainnya, Nasional Republik, belum mampu meraup dukungan dan baru meraih 0,9 persen suara. Dalam survei kali ini LSI meminta seluruh responden memilih partai melalui surat suara yang berisi sembilan partai pemenang pemilu 2009 ditambah dua partai baru, Nasdem dan Nasional Republik.
Pilihan berpartai adalah dialektika dari realitas masa kini termasuk partai NasDem yang mengintrodusir cara2 baru berpartai. Cara baru berpartai diantaranya, meninggalkan pola transaksional dalam promosi jabatan internal dan publik, partai yang modern harus berbasis pada kinerja sebagai indikator keberhasilan dan promoting jabatan, mendirikan organisasi mahasiswa sebagai rekruitmen political officer yang berbasis scientific on development outlook.
 Partai Nasional Demokrat (NasDem) akan memfokuskan kerja membangun infrastruktur yang kuat agar bisa menjalankan fungsi dan peran parpol secara nyata. Para kader dan caleg NasDem pun akan dihadirkan secara fisik di tengah-tengah masyarakat. Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai NasDem Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, parpol memiliki kewenangan besar dalam membangun sebuah bangsa. Namun sayangnya, peran tersebut belum bisa dijalankan dengan baik,bahkan kehadiran parpol tidak dirasakan oleh masyarakat. Karena itu, ujarnya, kehadiran Partai NasDem harus benar- benar bisa memastikan bahwa akan ada perbaikan dan perubahan terhadap kondisi masyarakat. Partai imi menerapkan pola yang terbuka dalam merekrut figur caleg, yakni dengan metode talent scouting. Pasalnya, salah satu misi NasDem adalah kehadiran sebuah partai harus menjadi tools yang mampu merekrut figur yang kapabel, berintegritas, dan berkualitas agar bisa bekerja untuk masyarakat. Partai bukan justru menjadi tools yang menyingkirkan, apalagi melenyapkan potensi anak bangsa yang mumpuni. Itulah yang sering terdengar bahwa Partai NasDem bukan sekadar partai baru, dan partai NasDem sudah cukup menerapkan cara baru berpartai. Faktor ideologi juga tidak akan bisa mendongkrak suara partai karena tipikal pemilih di Indonesia masih sangat cair. Masyarakat masih sangat susah bahkan tidak bisa membedakan ideologi partai satu dengan partai lainnya secara lebih nyata. Sebab dalam praktiknya, semua partai sama saja di mata masyarakat. Yang dibutuhkan sekarang adalah figur-figur yang bekerja nyata di masyarakat.
         Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem Harry Tanoe menyebutkan kehadiran partainya adalah bentuk kejenuhan masyarakat atas kondisi yang ada di Indonesia saat ini. Menurutnya, Nasdem hadir kerena masyarakat menginginkan perubahan yang substantif bukan janji semata. Intinya Partai Nasdem itu memberikan misi gerakan perubahan karena bagaimanapun ingin melihat Indonesia menjadi lebih baik. Baik dari segi hukumnya, masalah ekonominya kemudian masalah ketertiban, kemanan, masih banyak. Kehadiran partai biru-kuning itu menurut Harry akan memfokuskan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pendidikan yang layak sehingga terciptalah restorasi bangsa ini. Nasdem akan coba program yang menyentuh persoalan bangsa ini. Yang tentunya membawa kesejahteraan kepada masyarakat. Patrice Rio Capella, Ketua Umum Partai NasDem, ingin menginformasikan kepada publik bahwa partainya lebih menarik dan lebih tinggi tingkat elektabilitasnya dibandingkan Partai Demokrat, terbukti kader parpol yang hendak menjadi “kutu loncat” tersebut memilih Partai NasDem dibandingkan partai lainnya, namun jika tidak diantisipasi dengan baik, maka dapat membentuk opini publik yang merugikan NasDem. Setidaknya parpol tersebut akan dinilai publik “mau memberi tempat” kepada kader “kutu loncat” dan berbagai penilaian kurang baik lainnya.
Beberapa para ahli mengatakan partai NasDem sudah memiliki sebagian prestasi seperti, lolosnya Partai Nasional Demokrat (NasDem) dalam pengumuman hasil verifikasi administrasi partai oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, Minggu (28/10/2012) lalu. Hal ini memunculkan kebanggaan tersendiri bagi kader dan anggota partai. Sebagaimana target partai NasDem akan berusaha menjadi pemenang dalam pemilu 2014 mendatang, maka pihak NasDem terus berupaya berkonsolidasi membangun kekuatan partai hingga tingkatan paling bawah yakni kelurahan dan desa. Lainnya lagi yaitu, partai NasDem merupakan satu-satunya partai baru yang lolos verifikasi faktual dan akan bertarung dengan sembilan partai lama di Pemilu 2014, sehingga Partai Nasdem akan menjadi jadi alternatif pilihan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Partai NasDem juga telah diumumkan lolos dari tingkat Provinsi Kepri sebagai peserta Pemilu 2014. Di Provinsi lain, partai itu telah dinyatakan juga lolos 100 persen seperti di Kepri. Menyusul kesuksesan itu, NasDem harus sukses merekrut calon legislatif dari setiap tingkatan. Ada juga pergerakan seperti mengajukan gugatan uji materi Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang tentang Pemilihan Umum. Hal ini dikarenakan ada ketentuan yang dinilainya diskriminatif dengan memerintahkan partai politik baru untuk melakukan verifikasi. Parpol yang sudah memiliki kursi di DPR tidak perlu verifikasi. Gugatan uji materi ini menurut Effendy, Ketua Badan Advokasi Hukum Partai Nasdem, tidak dimaksudkan untuk mengilangkan Pasal 8 Ayat (1) UU Pemilu, tetapi MK harus memberikan penegasan bahwa seluruh partai harus diverifikasi.
Ketua Umum Ormas Nasional Demokrat Surya Paloh menegaskan belum berminat untuk bergabung ke dalam Partai NasDem. Sebab, mantan tokoh Partai Golkar tersebut masih ingin berkonsentrasi untuk membesarkan Ormas Nasional Demokrat. Selama ini, pihaknya melihat Partai Nasdem banyak diisi tokoh muda yang memiliki kemampuan, daya juang, dan militansi kokoh. Hal itu dinilainya menjadikan partai lebih bersemangat. Sebagai partai muda, Nasdem juga pasti memiliki idealisme. Diharapkan, mereka tidak cepat berpuas diri atas pencapaian yang dilakukan selama ini. Ketika ditanya kesiapan dalam menghadiri undangan Partai Nasdem di daerah-daerah, pihaknya mengaku siap hadir seperti halnya dalam konsolidasi di Kota Semarang. Namun, bila tidak ada waktu, hal itu diharapkan bisa dimaklumi. Surya Paloh mengaku sempat menanyakan kesiapan Nasdem sebagai partai yang baru dilahirkan. Pada situasi politik seperti ini, image partai mengalami proses perubahan. Di mana, tingkat harapan masyarakat terhadap partai yang ada selama ini menurun. Pihaknya berpesan supaya Nasdem bisa memberikan sesuatu yang berbeda dan berarti terhadap masyarakat. Partai tersebut juga diminta menjaga hubungan dan merancang program yang baik dengan berorientasikan kemasyarakatan. Bila hal ini tidak dilakukan, maka apa bedanya dengan partai yang ada sekarang ini.
Dalam hal ini, bukan membenarkan apa yang dikatakan tokoh-tokoh politik di dalam partai itu sendiri, tetapi dalam hal ini di sisi lainnya partai NasDem yang telah cukup membuat interest kepada publik, NasDem memikul tanggung jawab yang besar. Artinya, sebuah partai yang baru dilahirkan telah bisa membuat pergerakan-pergerakan yang cukup efisien dibalik pengembangan program partai itu sendiri dalam membawa gerak perubahan. Termasuk dari mulai cara mereka bersosialisasi politik terhadap publik di dalam media masa seperti televisi, radio, dan media cetak lainnya. Cukup terlihat bahwa mereka ingin dinilai benar-benar berbeda dalam memandang gaya berpolitik dengan dukungan tokoh-tokoh politik yang sudah dikenal beberapa sebelumnya. Ketertarikan masyarakat tentu dari segi subjek, yang menimbulkan banyak pertanyaan. Siapa, kenapa, dan ada apa dengan gerakan yang baru berjalan beberapa tahun silam ini. Hukumnya, mereka bertanya-tanya dan memiliki rasa keingintahuan terhadap sesuatu yang baru, kemudian meninjau serta menilai apa yang sudah dibuktikan dalam kinerja yang mereka buat sejalan dengan programnya. Lalu, mulai membandingkan dengan partai-partai yang sudah ada sebelumnya.
Kondisi partai di Indonesia mungkin salah satu jawaban dari serangkaian pertanyaan yang dilontarkan. Pasalnya, kita sendiri tahu bahwa mulai maraknya disintegrasi anggota bahkan sampai ketua partainya yang terlibat beberapa kasus yang mulai menurunkan citra partai.
Di samping tanggung jawab, tantangan partai NasDem dalam hal kekonsistenan juga dituntut setelah melakukan gerak cepat dalam waktu singkat yang sekarang sudah berjalan. Di sinilah, setelah publik menelisik ada apa di dalam partai baru ini, mereka juga secara mengalir berpikir bahwa bisakah sesuatu yang baru yang telah mampu menunjukkan tren positif terhadap pendahulu-pendahulunya mempertahankan pencanangan program rencana serta citra yang baik secara terus menerus di hadapan publik. Memang tidak menutup kemungkinan ada kalanya segelintir anggota-anggota dalam partai yang terlibat masalah, justru karena hal itu yang seharusnya dipikirkan bagaimana caranya mengatasi agar tidak adanya orang-orang yang terlibat kasus dalam partai maupun negara, atau hanya sekedar disoerientasi fungsi partai yaitu menjadikan partai sebagai wadah kepentingan pribadi di atas kepentingan umum.

C.        Kesimpulan
            Saat ini bangsa Indonesia merindukan pemimpin-pemimpin yang mampu membawa perubahan, partai politik dituntut untuk membuat sebuah gebrakan yang revolusioner dan menata partai politiknya. Upaya tersebut ditunjukkan dengan kinerja profesional anggota partai dalam parlemen maupun pemerintah dan menunjukkan akuntabilitasnya.
            Istilah hukum psikologi mengatakan kalau orang kecewa dengan barang lama, maka akan beralih ke yang baru. Sekalipun belum tentu bagus, Partai NasDem barang baru, belum kelihatan belangnya. Wajar bila jadi partai alternatif. Memang hanya segelintir kader dari partai-partai lama yang tersandung kasus korupsi. Tapi publik tetap mempersepsikan partainya korup. Publik mengasosiasikan tindakan individu kader ke partai tempatnya bernaung. Yang ada di masyarakat itu persepsi partai, bukan individu. Persepsi buruk publik terhadap partai lama bukan hanya muncul karena adanya kader-kader partai tersebut yang terjerat korupsi dan ditahan penegak hukum. Tapi juga karena informasi-informasi yang dipublikasi soal korupsi oleh lembaga-lembaga negara. Masalahnya, bisa tidak Partai Nasdem mengoptimalkan momentum ini. Persepsi buruk terhadap partai lama, harus dijawab sebaliknya oleh Partai Nasdem. Agar dipilih rakyat, Partai Nasdem harus mencitrakan diri sebagai partai bersih, diisi figur-figur yang berkualitas dan bermutu, serta bisa mewujudkan harapan rakyat. Partai Nasdem harus bisa memanfaatkan psikologis buruknya citra masyarakat terhadap partai-partai lama.
Tapi akan lebih mantap lagi di sisa waktu yang ada, Partai Nasdem betul-betul fokus dengan penguatan jaringan partai di tingkat masyarakat bawah, tidak sibuk mengurus masalah yang bisa menghasilkan perpecahan. Apalagi, pengurus yang ada tentunya sulit bekerja melebarkan dan menguatkan jaringan kalau konsentrasi kerja mereka terus diganggu dengan isu perombakan.
Kekonsistenan dalam hal fokus membangun infrastruktur seperti yang telah dijelaskan dalam tujuan dan sasaran politiknya, partai NasDem juga harus bisa benar-benar mewujudkannya demi kepercayaan publik untuk masa y6ang akan datang. Jika melihat peta kekuatan partai besar maka akan terlihat bahwa mereka besar karena infrastrukturnya sudah tumbuh kuat sejak lama.
Diharapkan, partai politik dapat sejalan dengan birokrasi partai, pungli, administrasi, korupsi, kesadaran dan pengertian orang yang semakin menemukan jati diri: common sense, keterbukaan, kebersamaan untuk sesuatu yang dianggap baik perubahan dan pembaharuan agar ketika pra pemilu masyarakat telah bisa benar-benar melihat dan bersiap-siap akan ikut ke arah yang mana. Berharap memang benar jika pemilihan dengan sistem suara terbanyak peranan individu wakil rakyat akan berkembang menjadi semakin penting. Sementara itu, peranan partai politik sebagai organisasi dalam penentuan nomor urut menjadi semakin kurang penting, oleh karenanya siapapun yang akan menjadi wakil rakyat diharapkan dapat semakin dekat dengan rakyat dan partai politik juga bisa lebih bergerak kearah yang lebih profesional sesuai dengan fungsinya. Karena dengan paradigma ini akan menimbulkan kesan bahwa menjadi pengurus partai politik tidak lagi menarik, justru lebih penting adalah bagaimana membuat calon wakil rakyat dikenal oleh para calon pemilih sehingga pada saat pemilu nanti, calon wakil rakyat dapat memperoleh kemungkinan yang lebih besar untuk terpilih.
Kedepannya partai politik harus lebih terurus dan diurus oleh pengurusnya, bukan saja pada saat menjelang pemilu tetapi sepanjang lima tahun masa kerja pengurus itu harus aktif menjadikan partai politik dekat kepada rakyat. Perlu dibuka cara-cara baru yang membuat generasi penerus Republik ini untuk mulai melihat bahwa lingkungan politik tak selamanya penuh dengan kotoran dan kebusukan. Oleh karena itu, diperlukan generasi politik sebagai tenaga ampuh yang dapat melakukan perubahan terhadap kerusakan partai politik di Republik ini.


Daftar Pustaka

Asshiddiqie, Jimly, (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara – Jilid II, Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
Budiardjo, Miriam, (2003). Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Arikunto, Suharsimi, (2000). Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta
Amirin, Tatang M., (2009). “Subjek penelitian, responden penelitian, dan informan (narasumber) penelitian“, tatangmanguny.wordpress.com
Nobertus Jegalus. Partisipasi Masyarakat dalam Menggunakan Hak Politiknya pada Pilpres 8 Juli 2009



[1] Sekalipun Golkar dalam masa Orde Baru tidak secara resmi menganggap dirinya partai politik, akan tetapi dalam pembahasan ini Golkar tercakup dalam istilah “partai politik” pada umumnya.
[2] Lihat juga Axford et al., Politics: An Introduction, hlm. 380-381, dan Heywood, Key Concepts in Politics, hlm. 265-266.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar