PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan negara-negara dunia
ketiga yaitu kelompok negara-negara berkembang, hubungan sipil militer masih
menunjukkan ketidakteraturan. Hubungan keduanya belum mempunyai pemisahan
kekuasaan yang jelas. Dalam hal ini militer selain berkuasa dalam bidang
pertahanan dan keamanan negara, juga menjalankan suatu fungsi non militer yaitu
misalkan ikut terjun dalam kehidupan politik.
Di indonesia sendiri sejak lahirnya
tentara, tentara telah menempatkan dirinya sebagai kekuatan militer maupun
kekuatan politik. Hal ini mungkin dikarenakan oleh peranannya pada saat
perjuangan kemerdekaan. Militer selain berjuang secara militeristik juga
mengambil alih kekuasaaan sipil, sehingga dapat dikatakan bahwa tindakan
politik dan militer saling menjalin tak terpisahkan.
. Seiring dengan semakin intensnya
hubungan sipil militer, hal tersebut melahirkan suatu konsep Dwi fungsi ABRI
yang dicetuskan oleh Kepala staf
Angkatan Darat Mayor Jendral Abdul Haris Nasution. Beliau membuat suatu konsep
bahwa tentara tidak akan mencari kesempatan untuk mengambil alih pemerintahan,
namun juga tidak akan bersikap acuh tak acuh dalam kehidupan politik. Hal ini
berarti militer juga mempunyai peranan dalam bidang politik.
Namun untuk mencapai suatu negara
demokrasi hendaknya perlu di capai suatu pemisahan hubungan antara sipil dan
militer. Dalam hal ini berarti hubungan kekuasaan antara sipil dan militer
telah jelas. Sipil mempunyai kekuasaan dalam bidang-bidang ideologi politik,
sosial, ekonomi,maupun kebudayaan, sedangkan militer mempunyai kekuasaan untuk
menjaga bidang pertahanan dan keamanan negara.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah hal yang melatarbelakangi
keterlibatan militer dalam kehidupan
politik ?
2. Bagaimana hubungan antara sipil dan milter
pada masa Orde Baru ?
3. Bagaimanakah hubungan antara sipil dan
militer pasca Orde Baru ?
C.
Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis peran militer dalam kehidupan
politik
2. Menganalisis hubungan sipil militer pada
masa Orde Baru
3. Menganalisis hubungan antara sipil dan
militer pasca Orde Baru.
D.
Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini bermanfaat untuk :
1. Mengetahui apakah hal-hal yang mendasari
militer melakukan kegiatan dalam bidang politik
2. Mengatahui hubungan antara sipil dan
militer pada masa Orde Baru
3. Mengetahui bagaimanakah seharusnya
hubungan sipil dan militer dalam suatu negara demokrasi.
PEMBAHASAN
A. KETERLIBATAN MILITER DALAM KEHIDUPAN POLITIK
Salah satu gejala yang muncul dalam kehidupan negara-negara berkembang adalah ketika militer menjalankan dua fungsi
yaitu militer dan non militer (misalnya dalam bidang politik).Ada beberapa
faktor yang melatarbelakangi keterlibatan militer dalam kehidupan politik yamg
diantaranya adalah :
1.
Rangkaian
sebab yang menyangkut adanya ketidakstabilan sistem politik. Keadaanm yang
demikian ini akan menyebabkan terbukanya kesempatan dan peluang yang besar
untuk menggunakan kekerasan di dalam kehidupan politik.
2.
Rangkaian
sebab yang bertalian dengan kemampuan golongan militer untuk mempengaruhi
atmosfer kehidupan politik, bahkan untuk memperoleh peranan-peranan politik yang menentukan Militer akan
melakukan intervensi politik untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar yang
oleh korps perwira dianggap lebih sesuai dengan struktur-struktur plitik yang
ada dalam masyarakat.
3.
Adanya
kepentingan bersama dan kesempatan Kepentingan ini dapat berupa kepentingan
militer sebagai satu institusi, satu kepentingan kelas, kepentingan daerah dan
juga dapat sebagai kepentingan pribadi prajurit militer yang berupa ambisi
untuk memajukan karier atau pangkatnya sendiri. Oleh karena itu, alasan
kepentingan nasional yang digunakan didalam meraih peranan politik sering
bersifat hipokrit. Dalam artian kaum militer kadang-kadang terjun ke dalam
dunia politik untuk alasan kepentingan nasional, namun selain itu ada
kepentingan lain yang lebih kuat yaitu suatu tujuan untuk kepentingan
pribadinya.
Besar kecilnya, intens, dan longgarnya
peranan yang dilakukan oleh militer dalam kehidupan politik sangat berbeda
antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Hal ini tergantung pada
tingkat kebudayaan politik masyarakat yang bersangkutan. Tingkat kebudayaan
politik yang ini di tentukan oleh kemauan seluruh anggota masyarakat, baik
sipil maupun militer, dalam mengikatkan diri pada atau dalam menghargai
lembaga-lembaga sipil dan pemerintahan beserta perundang-undangan serta
prosedur yang membentuksemua itu. Semakin tinggi tingkat penghargaan , atau
semakin kuat pengikatan anggota masyarakat terhadap hal-hal tersebut maka semakin
tinggi tingkat kebudayaan politiuk masyarakat yang bersangkutan, begitu pula
sebaliknya. Dan semakin tinggi tingkat kebudayaan politik yang ada pada suatu
masyarakat maka semakin kuat adanya faktor-faktor yang mencegah dan membatasi
militer untuk memainkan peranan-peranan politik. Sebaliknya, semakin rendah
tingkat kebudayaan politiknya, maka semakin besar peluang dan kesempatan kaum
militer untuk memainkan peranan politik secara dominan.
B. HUBUNGAN SIPIL MILITER PADA MASA ORDE BARU
Masa lalu, terutama pada masa
Orde Baru, peran militer jauh melampaui peran spesifiknya di bidang pertahanan
nasional. Salah satu di antara peran non-pertahanan yang dimainkan militer
adalah peran sosial-politik. Melalui konsep kekaryaan, peran militer yang
mencolok dibuktikan dengan banyaknya perwira militer yang menduduki
jabatan-jabatan politik dan pemerintahan.
Perwira-perwira
militer, termasuk yang aktif, mulai dari menjadi kepala desa/lurah, camat,
bupati/walikota, gubernur, sampai menjadi menteri. Selain itu, militer
menduduki jabatan-jabatan lain yang seharusnya diduduki oleh birokrat sipil
mulai dari kepala dinas, kepala kantor departemen, inspektur jenderal, direktur
jenderal, sampai sekretaris jenderal.
Selain
itu, militer mengisi kursi di lembaga legislatif, baik di DPR maupun DPRD, yang
diperoleh melalui penjatahan, bukan melalui pemilihan umum yang kompetitif.
Jumlah kursi di DPR yang dijatahkan untuk militer pernah mencapai 100 kursi,
kemudian dikurangi menjadi 75, dan sekarang menjadi 38. Berapapun jumlahnya,
praktek ini telah melecehkan norma demokrasi yang mengharuskan semua kursi
legislatif diisi melalui pemilihan umum.
Tidak cukup sampai di situ saja, militer
juga hadir di badan-badan ekonomi seperti badan usaha milik negara dan
koperasi. Organisasi politik, organisasi kepemudaan, dan organisasi kebudayaan
serta olahraga juga terbuka bagi militer. Praktek pengkaplingan jabatan-jabatan
sipil yang diberikan kepada militer, baik di tingkat pusat maupun daerah,
berjalan lancar.
Lebih lanjut, praktek yang tidak
selaras dengan spesialisasi fungsi militer di atas ditopang dan dibenarkan
dengan mengeksploitasi tafsiran-tafsiran historis, ideologis, dan
konstitusional. Disebutkan bahwa peran yang dominan itu selaras dengan fakta
bahwa militer adalah tentara rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat.
Konsekuensinya, dikotomi sipil-militer tidak dikenal dalam sistem politik
Indonesia dan kedudukan militer .
Banyak orang tahu bahwa Orde Baru
dilahirkan dan dibesarkan oleh ABRI.
Orde Baru adalah buah karya ABRI, dan mungkin juga imajinasi ABRI
atas dirinya dan bangsa Indonesia secara
keseluruhan. sebagaimana bisa di simak bahwa Pak Harto sendiri adalah
seorang perwira tinggi.
Pejabat pemerintah tingkat pusat hingga
daerah, bahkan di tingkat desa, tidak sedikit yang berasal dari ABRI. ABRI juga memiliki staf atau badan yang
menangani soal gubernur, bupati dan jabatan lain di lingkungan pemerintahan
yang kita kenal sebagai tugas kekaryaan. Bahkan ABRI juga memiliki wakil di lembaga
legislatif meskipun tidak pernah menjadi partai politik dan ikut pemilu.
Di samping itu, masih ada Golkar -
organisasi osial politik yang ikut pemilu dan selalu tampil sebagai pemenang
selama enam kali pemilu - dimana ABRI
juga mempunyai andil didalamnya Pendek kata, tangan ABRI telah merambah ke
segenap ruang Orde Baru. Keberadaannya
lalu tidak hanya dalam batas-batas fungsi ke militeran saja, tapi juga menjadi
aktor penting yang memegang kendali kehidupan politik rakyat Indonesia.
Karena itu, tidaklah berlebihan jika
secara institusional sebenarnya ABRI
adalah pihak yang juga bertanggung jawab terhadap baik buruknya Orde Baru, dan
logis pula kalau turunnya Pak Harto
tersebut bisa juga ditafsirkan sebagai akhir "kedigdayaan ABRI”
C.
HUBUNGAN SIPIL MILITER PASCA ORDE BARU
Sejak turunnya
Soeharto dari kursi kepemimpinannya, di mulailah suatu era baru yaitu yang di
sebut dangan Era Reformasi. Tonggak kekuasaan kemidian berpindah dari Soeharto
ke Habibie. Pada masa keperintahan Habibie sudah mulai nampak kehidupan yang
demokratis, namun sisa-sisa dari kekuasaan Soeharto masih tetap saja ada. Hal
ini di buktikan dengan peran ganda ABRI
masih dapat dijumpai pada masa kepemerintahan Habibie.Indikator ini menunjukkan
bahwa militer masih mempunyai peran dalam bidang sipil.
Pemerintahan
Habibie kemudian di gantikan oleh Abdurahman wachid. Abdurahman wachid
merupakan presiden hasil pemilu 2004. Dia mengungguli perolehan suara atas
Megawati. Aburahman wachid adalah presiden terpilih dari kalangan sipil, pada
masa kepemimpinannya Abdurahman wachid membuat suatu kebijakan untuk
menghapuskan konsep dwi fungsi ABRI. Menurutnya militer dan sipil mempunyai
spesifikasi bidang yang berbeda. ABRI mengurus masalah pertahanan dan keamanan,
sedangkan sipil mengurus masalah dalam bidang non militer seperti dalam bidang
politik. Oleh karena itu, antara sipil dan militer harus dipisahkan. Abdurahman
wachid kemudian membuat kebijakan untuk memisahkan Fraksi ABRI dari keanggotaan
legislatif. Selain itu dia juga memecat Wiranto dari kedudukannya sebagai panglima
ABRI. Abdurahman Wachid menganggap bahwa Wiranto adalah aktor pengokoh dibalik
kekuasaan orde baru. Dengan pencabutan atau penghapusan konsep dwi fungsi ABRI,menunjukkan
bahwa peran dari masing- masing semakin jelas.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Faktor yang menyebabkan militer
terlibat dalam kehidupan politik adalah karena adanya ketidakstabilan dalam sistim
politik, kemampuan golongan militer untuk mempengaruhi atmosfer kehidupan
politik, dan adanya kepentingan bersama.
2. Kehidupan antara sipil dan militer pada masa orde baru, masih lebih dominan
militer dari pada sipil. Hal ini dapat kita lihat dari jabatan- jabatan
strategis pada masa orde baru banyak di kuasai oleh militer bahkann kekuasaan
legislativepu bmendapat intervensi dari militer.
3.. Hubungan sipil militer pasca orde baru mulai
ada pemisahan yang jelas. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya penghapusan
peran Dwi fungsi ABRI.
B.
Saran
1.Dalam era demokrasi sekarang ini, perlu adanya pemisahan kekuasaan antara
sipil dan militer. Sehingga peran
dari sipil dapat di maksimalkan
2.Bidang dari militer adalah dalam hal
pertahanan dan keamanan, sedangkan bidang dari sipil adalah dalam bidang non
militer yang meliputi sosial-politik
DAFTAR PUSTAKA
Abar, akhmad zaini. 1990. Orde Baru. Solo : CV. Ramadhani
Crouch,Harold.
1999. Militer dan Politik Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Imam, Robert Hariono.1996. Dwi fungsi ABRI. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
No comments:
Post a Comment