Monday, April 22, 2013

ORIENTALISME


Edward Said, seorang ilmuwan Palestina- Amerika ini cukup menuai kontroversi dan polemik  seiring diterbitkannya buku karangannya yang bertemakan tentang orientalisme pada tahun 1978. Dalam bukunya ini, Said yang bernama lengkap Edward Wadie Said mengungkapkan bahwa melalui orientalisme, dia dapat mengartikan beberapa hal yang kesemuanya  berhubungan dengan oriental studies atau area studies, model gagasan antara orient dan occident, sebuah gaya kebaratan guna mendominasi semua orient. Orient disini memiliki arti wilayah timur, bangsa timur, dan kebudayaan timur, sedangkan occident memiliki arti barat, bangsa barat, atau kebudayaan barat. Kata orientalisme itu sendiri berasal dari kata orient yang berarti timur dan isme yang berarti paham atau ideologi, sehingga orientalisme dapat diartikan sebagai ideologi ketimuran. Dalam pemikirannya, Said mengartikan bahwa orientalisme menunjukkan tentang bagaimana sebuah kekuasaan dapat beroperasi dalam pengetahuan. Hal ini tentunya sejalan dengan pemikiran yang digunakan oleh Michael Foucault yang diadopsinya bahwa pengetahuan dapat dikontrol oleh kekuatan-kekuatan dominan. Selain itu, Edward Said mengasumsikan bahwa orientalisme tidak lebih merupakan sebuah ajang pertukaran berbagai jenis kekuasaan. Kekuasaan dalam hal ini menurutnya dapat diklasfikasikan menjadi empat jenis yaitu, kekuasaan politis, intelektual, budaya dan moral. Menurutnya pula, pada prinsipnya orientalisme merupakan cara untuk mendefinisikan dan menemukan Eropa lain.
     Pemikir yang lahir di Yarussalem pada tanggal 1 November 1935 ini juga beranggapan bahwa orientalisme merupakan salah satu aliran dalam keilmuan barat yang memiliki tujuan membentuk hegemoni terhadap timur dan memperbaharui struktur kekuasaan di timur. Sehingga Said berpandangan bahwa sebelum pemerintah barat menguasai timur secara politis, fisik, dan militer, para orientalis terlebih dahulu telah menguasai timur secara budaya. Hegemoni muncul dari kekuasaan kelas yang berkuasa  untuk meyakinkan kelas lain yang kepentingannya dikatakan berguna demi kepentingan semua. Orientalisme ini dikembangkan agar barat dapat mempelajari kemajuan peradaban timur. Dalam tulisannya, Edward Said memberikan kritik tajam terhadap epistemologi orientalisme. Baginya, tidak ada orientalisme tanpa tujuan politik dan budaya, saat timur ditekstualisasikan oleh barat, maka pada saat itulah terdapat kepentingan peradaban guna menghadirkan inferioritas timur. Pemikiran Edward Said mengenai orientalisme memberikan pemahaman tentang usaha barat yang menuliskan timur dan barat dengan cara yang berbeda yang pada akhirnya melahirkan pengkutuban berupa barat sebagai “ diri “ dan timur sebagai “yang lain ( the others )”. Dimana timur digambarkan sebagai sesuatu yang mistik, tidak disiplin dan harus diberadabkan dengan cara dijadikan sebagai barat.
     Pembahasan orientalisme dibagi menjadi tiga bagian utama yakni yang pertama adalah penetapan luas dan kapasitas berbentuk orientalisme. Kedua, mengenai sebuah eksposisi dari orientalis struktur dan mengubah struktur serta yang ketiga adalah pemeriksaan orientalisme modern atau orientalisme masa kini. Pada bagian penetapan luas dan kapasitas berbentuk orientalisme, Said memfokuskannya untuk melihat gambaran persamaan keberagaman ide seperti despotism oriental, oriental sosialis, oriental cara produksi dan oriental kemegahan. Dalam eksposisi dari orientalis struktur dan mengubah struktur, Said berasumsi bahwa tradisi pengetahuan dapat memungkinkan digunakan untuk membangun dan mengendalikan timur. Sebab dalam pemikirannya, Edward Said mengadopsi kembali metode yang digunakan oleh Michael Foucault, yaitu bahwa orientalisme itu dibangun melalui konstruksi diskursif.
     Orientalisme ini juga berhubungan dengan adanya imperialis dan kolonialisasi. Dengan adanya paham dan pandangan mengenai budaya timur atau timur sebagai sesuatu yang harus diberadabkan sehingga ‘wajib’ dibenarkan oleh barat, maka muncullah imperialism, yakni dicirikan dengan adanya hubungan superior-inferior dimana negara timur harus tunduk dengan negara barat. Adanya paham ketimuran ini yang bertujuan menghegemoni timur, maka lahirlah pula sebuah kolonialisme. Studi orientalisme dan kolonialisme bertitik focus pada adanya eksplorasi terhadap kelompok-kelompok sosial dan kebudayaan yang dikucilkan dalam bahasan ini. Kolonialisme mensyaratkan kemapanan kekuasaan posisi pusat yang selalu didominasi oleh budaya kulit putih. Seperti apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa, perbedaan pandangan barat dalam menggambarkan timur dan barat yang seolah-olah dijadikan superior-inferior dapat mengakibatkan penguasaan suatu wilayah dan rakyatnya oleh negara lain untuk tujuan yang bersifat militer atau ekonomi, sehingga kolonialisme hanya memberikan keuntungan sepihak kepada negara colonial tersebut serta menyengsarakan rakyat di wilayah yang terjajah. Dalam pandangan Said, orientalisme mengungkapkan dan menampilkan bagian tersebut secara bahasa, budaya, serta doktrin-doktrin dengan gaya kolonialisme. 
            Edward Said dalam memandang orientalisme dapat dikatakan sepertinya lebih ingin mensejajarkan posisi kekuasaan antara barat dan timur yang sejauh ini selalu dipandang bahwa segala sesuatunya harus ‘berkiblat’ pada barat. Karena sebagai orang Palestina-Amerika, tentunya Said memiliki pandangan bahwa apa yang selama ini telah dilakukan oleh barat yang mengatakan bahwa orientalisme sebelumnya hanya sebagai penggalian ilmu di negara-negara timur ternyata mampu diangkat lebih lugas dan objektif dalam pemikirannya. Sebuah karya besar yang dihasilkan oleh Edward Said ini, telah mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam perkembangan kajian ilmu khususnya mengenai masalah orientalisme. Namun, bagi Said epistemology orientalisme yang menggambarkan bahwa barat merupakan eksistensi yang mutlak, dimana tetap saja diakui bahwa barat yang menggunakan standar berpikir ilmiah yang berhak menilai dan mendefinisikan kebudayaan lain. Dalam orientalisme ini, Said mengekspos sifat dan karakteristik dan antagonistik antara budaya islam Arab dab Barat. Pandangannya mengenai studi orientalisme ini terlalu ia pusatkan pada Amerika dan Palestina yang seolah –olah menyamaratakan kejadian tersebut apabila terjadi di negara lain, Edward Said kurang melihat dan terbuka mempelajari peranan penting kebudayaan lainnya. Selain itu, dalam perspektifnya, Said hanya memfokuskan Negara barat pada Amerika dan Negara timur pada Palestina, seolah mengabaikan keberadaan dan peranan Negara-negara barat lainnya dalam orientalisme ini.

No comments:

Post a Comment