PENDAHULUAN
Kelapa (Cocos nucifera) terdiri
dari beberapa bagian yaitu sabut, tempurung, daging buah dan air. Daging
buahnya sebagai bahan dasar dalam pembuatan minyak kelapa. Mengandung bermacam-macam
zat yaitu air, lemak, karbohidrat, protein, serat dan mineral. Kandungan lemak
pada daging buah kelapa cukup tinggi sekitar 34%, sedangkan kandungan air,
karbohidrat, protein, serat dan mineral rata-rata adalah 50%; 7,3%; 3,5%; 3%;
dan 2,2% (Suhardiyono, 1995).
Menurut Adityawati (2004), VCO mengandung
asam laurat dengan kadar yang tinggi (kurang lebih 53%). Asam laurat ini
mempunyai khasiat sebagai antibiotik alami yang dapat membunuh berbagai jenis
kuman, virus dan parasit, termasuk HIV dan hepatitis virus C. Selain mengandung
lauric acid, VCO juga mengandung capric acid. Walapun kanungannya
hanya 6%, tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan.
Pembuatan VCO ada dua macam cara kering (Dry
process) dan cara basah (wet process) yang diproduksi dari buah
kelapa segar dibuat santan terlebih
dahulu. Proses kering biasanya dilakukan dengan dua cara yaitu proses hidraulik
dan proses kimia yang menggunakan pelarut organik (Woodroof, 1979).
Pada masa sekarang VCO sedang naik
daun seiring dengan diketahui banyaknya manfaat dari VCO. Oleh karena itu
tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan VCO cara basah
dengan berbagi cara dan untuk mengetahi sifat fisikokimianya. Dan akan
dibandingkan kualitas minyak VCO dengan laru tempe, paya, cara blender dan cara pancingan
dengan VCO standar yang telah ada di pasaran juga dengan minyak goreng bimoli,
vilma dan barco. Pengujian minyak/lemak yang sering dilakukan dalam analisa
sederhana adalah menentukan bilangan asam, bilangan peroksida dan pengukuran
indeks bias.
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa
Kelapa (Cocos nucifera) merupakan
salah satu hasil pertanian indonesia
yang cukup potensial. Hampir semua
bagian dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan oleh manusia. Banyak kegunaan yamg dapat diperoleh dari
kelapa dan salah satu cara untuk memanfaatkan buah kelapa adalah mengolahnya
menjadi minyak makan atau minyak goreng. Produk kelapa yang paling berharga
adalah minyak kelapa, yang dapat diperoleh dari daging buah kelapa segar atau
dari kopra (Suhardiyono, 1995).
Menurut Wodroof (1975), komposisi buah kelapa terdiri dari daging buah
28-34,9%; tempurung 12-13,1%; sabut 25-32,8%; dan air kelapa 19,2-25%. Daging
buah kelapa sebagai salah satu sumber lemak nabati, dengan kandungan lemak
sekitar 35%. Kandungan zat gizi lainnya adalah karbohidrat 14%, protein 3%,
beberapa vitamin dan mineral. Serta mempunyai kandungan asam-asam lemak utama
didalam minyak kelapa adalah laurat 45%, miristat 18%, palmitat 9,5%, oleat
8,2%, kaprilat 7,8%, kaprat 7,6%, dan stearat 5%.
Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan menjadi
minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya paling banyak dibandingkan
dengan asam lemak yang lain yaitu 44-52%. Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya
yang dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value) minyak kelapa dapat
dimasukkan kedalam golongan non drying oils karena mempunysi bilangan
iod kurang dari 90 yaitu 7,5-10 (Darwis dan Tarigans 1990 dalam urjadi et
al., 1995).
Tabel 1. Komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat
kematangan
Analisis (dlm 100 g) Buah
muda Buah ½ tua Buah tua
Kalori (kal) 68,0 180,0 359,0
Protein (g) 1.0 4.0 3.4
Lemak (g) 0.9 13.0 34.7
Karbohidrat (g) 14.0 10.0 14.0
Kalsium (mg) 17.0 8.0 21.0
Fosfor (mg) 30.0 35.0 21.0
Besi (mg) 1.0 1.3 2.0
Vitamin A (I.U) 0.0 10.0 0.0
Thiamin (mg) 0.0 0.5 0.1
Vitamin C (mg) 4.0 4.0 2.0
Air (g) 83.3 70.0 46.9
Bagian yg dpt dimakan (g) 53.0 53.0 53.0
Sumber :Thieme (1968) dalam Ketaren (1986)
Buah kelapa tua mempunyai kandungan lemak yang tinggi, akan tetapi daging
buah kelapa tidak kaya akan mineral dan vitamin. Tingginya kandungan lemak pada
daging buah kelapa yang sudah tua ini menjadikan buah tersebut banyak digunakan
sebagai bahan baku pembuatan minyak. didalam daging buah kelapa juga terdapat
enzim seperti peroksidase, dehidrogenase, katalase dan fosfatase. Pada buah
yang sudah dipetik, enzim ini akan mempercepat proses hidrolisis minyak,
sehingga terbentuk asam lemak bebas dan mempercepat oksidasi asam lemak tidak
jenuh yang menghasilkan peroksida dan peroksida ini kemudian dipecah menjadi
aldehid dan keton (Surjadi et al., 1995).
Minyak Kelapa
Minyak kelapa adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan
asam lemak. Trigliserida itu terdiri dari 96 persen asam lemak. Berdasarkan kandungan asam lemaknya, minyak
kelapa digolongkan menjadi minyak asam laurat, karena kandungan asam lauratnya
paling banyak dibandingkan dengan asam lemak yang lain yaitu 44-52%. Berdasarkan
tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value)
minyak kelapa dapat dimasukkan kedalam golongan non drying oils karena
mempunysi bilangan iod kurang dari 90 yaitu 7,5-10 (Darwis dan Tarigans 1990 dalam
urjadi et al., 1995).
Menurut Woodroof (1979), kandungan asam-asam lemak utama didalam minyak
kelapa adalah laurat 45%, miristat 18%, palmitat 9,5%, oleat 8,2%, kaprilat
7,8%, kaprat 7,6%, dan stearat 5%.
Tabel 2. Komposisi asam lemak minyak kelapa
Asam lemak Rumus Kimia Jumlah (%)
Asam Lemak Jenuh
As. Kaproat C5H11COOH 0.0 – 0.8
As.
Kaprilat C7H17COOH 5.5 – 9.5
As.
Kaprat C9H19COOH 4.5 – 9.5
As.
Laurat C11H23COOH 44.0 – 52.0
As. Miristat C13H27COOH 13.0 – 19.0
As. Pamitat C15H31COOH 7.5 – 10.5
As. Stearat C17H35COOH 1.0 – 3.0
As. Arachidat C19H39COOH 0.0 – 0.4
Asam Lemak Tak Jenuh
As. Palmitoleat C15H29COOH 0.0 – 1.3
As.
Oleat C17H33COOH 5.0 – 8.0
As. Linoleat C17H31COOH 1.5 – 2.5
Sumber :Thieme (1968) dalam Ketaren (1986)
Ketaren
(1986) menyatakan bahwa warna coklat pada minyak kelapa yang mengandung protein
dan karbohidrat bukan disebabkan oleh zat warna almiah, tetapi reaksi browning,
yang terjadi antara senyawa karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dan
asam amino pada suhu tinggi. Warna
pada minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya. Pada
pengolahan minyak menggunakan uap panas, maka warna kuning yang disebabkan oleh
karoten akan mengalami degradasi.
Mutu minyak kelapa ditentukan oleh sifat fisik dan kimianya. Mutu minyak
kelapa yang dihasilkan tergantung dari mutu bahan dasar dan cara pengolahannya.
Menurut Suhardiono (1995), mutu minyak kelapa ditetapkan dalam Standar Industri
Indonesia dengan persyaratan seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Mutu minyak kelapa berdasarkan Standar Industri Indonesia
Kadar air maksimal
0.5
Kotoran maksimal
0.5 %
Angka iod (mg iod / g sample) 8 – 10.0
Angka Penyabunan
(mg KOH / g sample) 255
- 265
Angka
peroksida (mg O2 / g sample) maksimal
5.0
Asam Lemak
Bebas (sebagai asam laurat) maksimal
5 %
Warna dan bau Normal
Kandungan logam berbahaya Tidak
ada
Pembuatan Minyak Kelapa
Proses untuk membuat minyak kelapa dari buah daging kelapa segar dikenal
dengan proses basah, karena pada proses ini ditambahkan air untuk mengekstraksi
minyak. Sedangkan pembuatan minyak kelapa dengan bahan kopra dikenal dengan
proses kering (Suhardiyono, 1995). Selain itu ada juga pembuatan minyak dengan
cara ekstraksi dengan menambahkan suatu pelarut, misal heksana, heptana,
sikloheksana, dan sebagainya. Cara ini membutuhkan perlatan yang relatif mahal
dengan pengamatan yang cukup teliti (Suhardiman, 1987).
Menurut Ketaren (1986), rendering merupakan cara ekstraksi minyak atau
lemak dari bahan yang mengandung minyak dengan kandungan air yang tinggi. Pada
cara rendering penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik yang bertujuan
untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding
sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung
didalmnya.
Pembuatan minyak secara enzimatis pada prinsipnya adalah pengrusakan
protein yang menyelubungi globula lemak mengunakan enzim proteolitik. Enzim
yang dimaksud adalah enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan tanaman yang
digunakan sebagai inokulum. Pemakaian enzim dalam pembuatan minyak kelapa belum
banyak dilakukan di masyarakat. Namun secara labolatorium penelitian pembuatan
minyak secara enzimatis atau fermentasi sudah dilakukan dan memberikan hasil
yang relatif baik dibandingkan pembuatan minyak kelapa dengan cara ekstraksi. Keuntungan
lain rendemen lebih banyak, pembuatannya relatif lebih singkat dan sederhana
(Anggraeni dan Dhalimi, 1993).
Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi reduksi dalam sistem biologi yang
menghasilkan energi, dimana donor dan aseptor adalah senyawa organik. Senyawa
organik yang biasa digunakan adalah zat gula. Senyawa tersebut akan diubah oleh
reaksi dengan katalis enzim menjadi senyawa lain, misalnya aldehid dan
selanjutnya dioksidasi menjadi asam (Winarno dan Fardiaz, 1984).
Selama dalam fermentasi akan terjadi
penurunan pH akibat terbentuknya asam-asam. Apabila pH sistem mencapai titik
isoelektrik protein dalam santan yaitu pada kisaran pH 3,8-3,9 maka protein
akan mengendap dan sistem emulsi akan rusak. Emulsi tersebut akan terpisah
menjadi 3 bagian, yaitu minyak, koagulan protein dan air. Untuk memisahkan
minynak, air, dan proteinnya maka dilakukan pemanasan singkat (Tazar et al.,
1998 dalam Setyawati et al., 2001).
Pembuatan Minyak Kelapa Secara Enzimatis
Pembuatan minyak kelapa secara enzimatis dapat dilakukan secara basah atau
kering dengan beberapa modifikasi. Pembuatan minyak kelapa secara enzimatis
dengan metode basah pada prinsipnya sama dengan cara ekstraksi. Kelapa yanng
relatif tua diparut kemudian dibuat santan. Santan yang diperoleh kemudian
ditambah enzim sebagai pemecah emulsi minyak yang pada cara ekstraksi umumnya
menggunakan energi panas. Dilakukan pemeraman (fermentasi) sekitar 24 jam.
Kemudian dilakukan pemisahan antara minyak dan air atau dengan melakukan
pemasakan 10-15 menit, sehingga dihasilkan minyak dan blondo (Srikandi et
al., 1995 dalam Erminawati, 1999).
Garis besar pembuatan minyak kelapa dengan metode kering adalah buah kelapa
relatif tua dibuang kulit dan airnya, selanjutnya diparut dan ditimbang. Ditambahkan
enzim inokulum, dicampur sampai homogen dan dimasukkan dalam wadah untuk
selanjutnya diinkubasi. Hasil inkubasi dijemur selama kurang lebih 6 jam dengan
pembalikan setiap jam. Kelapa parut yang sudah kering dimasukkan dalam kain
saring untuk selanjutnya dipres. Minyak yang dihasilkan disaring (Susanto dan
Saneto, 1994).
Sumber Enzim
1. Ragi Tempe
Ragi merupakan awetan mikrobia, berbentuk
padat dan kering. Mikrobia dalam ragi merupakan campuran dari yeast, dan
Mold. Suhadjiono dan Syamsiah (1987) menyatakan bahwa selama
pertumbuhannya, mikroorganisme dari ragi dalam emulsi mengadakan kegiatan untuk
menghasilkan enzim.
Misal genus Mucor
dan Rhizopus, menghasilkan enzim amilase, protease atau proteinase. Enzim
amilase menhidrolisis pati menjadi dekstrin dan senyawa-senyawa gula sederhana,
kemudian hasil-hasil ini diubah menjadi asam-asam organic. Enzim protease
memutus rantai-rantai peptida dari protein menjadi molekul-molekul protein
sederhana dan akhirnya menjadi peptida-peptida dan asam-asam amino. Adanya
aktivitas mikroorganisme tersebut aka menghasilkan asam sehingga akan
menurunkan pH. Pada pH tersebut tercapai titik isoelektrik dari protein yang
merupakan lapisan pelindung emulsi minyak. Protein menggumpal sehingga mudah
dipisahkan minyaknya.
2. Laru Tempe
Laru tempe merupakan inokulum yang
digunakan pada fermentasi kedelei menjadi tempe. Di dalam laru tersebut
terdapat mikroorganisme yang dominan yaitu jenis kapang yang termasuk species Rhizopus
sp. Dan Mucor sp., terdapat juga yeast dan bakteri.
Species kapang yang penting dalam pembuatan tempe adalah Rhizopus
oligosporus yang selama fermentasi mensintesis enzim protease dan Rhizopus
oryzae yang lebih banyak mensintesis enzim amilase (Kasmidjo, 1990).
Berbagai sifat penting
dari Rhizopus oligosporus diantaranya adalah aktivitas enzimatiknya,
menghasilkan antibiotik, biosintesis vitamin-vitamin B. Enzim-enzim yang
dihasilkan oleh enzim proteolitik stabil pada pH antara 3 – 6 dan memiliki
temperatur optimum 50 – 55 oC, sedangkan enzim lipase memiliki pH
optimum 7 dan temperatur 40oC.
3.Papain
Enzim ini mempunyai
sifat pengrusakan kuat. Bersifat proteolitik yang memecah molekul protein
dengan cara menghidrolisis ikatan peptida menjadi senyawa-senyawa yang lebih
sederhana seperti proteosa, peptone, polipeptida, dipeptida dan asam amino
(Eskin, et al.,1971 dalam Susanto dan Saneto 1994).
Enzim papain merupakan
salah satu enzim hidrolase yaitu yang mengkatalisis reaksi-reaksi hidrolisis
suatu substrat (protein) dan berdasarkan sifatnya dimasukan kedalam golongan
proteosa sulfidril (Muchtadi et al.,1992). Enzim ini mempunyai daya
tahan panas lebih tinggi dari enzim lain. Keaktifannya hanya menurun 20% pada
pemanasan 70oC selama 30 menit pada pH 7,0. Dan mempunyai keaktifan
sintetik yaitu kemampuan membentuk protein baru yang disebut plastein dari
hasil hidrolisis protein (Winarno, 1995).
BAHAN DAN ALAT
ALAT |
BAHAN |
11. Hot plate
|
1.
Kelapa parut
2.
Paya 3%
3.
Aquades
4.
Asam asetat
5.
Khloroform
6.
Larutan jenuh KI
7.
Amilum 1%
8.
Larutan Na2S2O3
9.
Alkohol netral 95%
10. Indikator
PP
11. NaOH
0,1N
12. KOH
0,1N
13. Indikator
BB
14. VCO
standar
15. Minyak
bimoli
16. Minyak
vilma
17. Minyak
barco
|
No comments:
Post a Comment