Monday, April 22, 2013

Syarat – Syarat Ilmu Politik sebagai Ilmu Pengetahuan


Para sarjana ilmu sosial mengemukakan definisi tentang ilmu pengetahuan adalah “ keseluruhan dari pengetahuan yang terkoordinasi mengenai pokok pemikiran tertentu” (the sum of coordinated knowledge relative to a determined subject). Definisi serupa dikemukakan oleh  seorang ahli Belanda yang mengatakan bahwa :“Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun, sedangkan pengetahuan adalah pengamatan yang disusun secara sistematis”  (Wetenschap is geordende kennis; kennis is gesystematiseerde observative). Apabila perumusan-perumusan ini dipakai sebagai patokan , maka jelaslah bahwa ilmu politik bisa dinamakan sebagai suatu ilmu pengetahuan. Banyak sarjana ilmu politik tidak puas dengan perumusan yang luas, karena tidak mendorong para ahli untuk memperkembangkan metode ilmiah. Diharapkan oleh mereka agar ilmu politik menggunakan cara-cara baru untuk meneliti gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa politik secara lebih sistematis, bersandarkan pengalaman-pengalaman empiris dan dengan menggunakan kerangka teoritis yang terperinci dan ketat. Pendekatan ini terkenal dengan nama “Pendekatan Tingkah Laku” (behavioral approach). Pendekatan tingakah laku ini timbul sebagai gerakan pembaharuan yang ingin meningkatkan mutu ilmu politik. Salah satu pemikiran pokok dari pelopor pendekatan tingkah laku adalah bahwa tingkah laku politik lebih menjadi focus daripada lembaga-lembaga politik atau kekuasaan atau keyakinan politik. Akan tetapi yang lebih menonjol lagi ialah penampilan suatu orientasi tertentu yang mencakup beberapa konsep pokok. Konsep-konsep pokok dari kaum behavioralis dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Tingkah laku politik memperlihatkan keteraturan (regularities) yang dapat dirumuskan dalam generalisasi-generalisasi.
2.      Generalisasi-generalisasi ini pada azasnya harus dapat dibuktikan (verification) kebenarannya dengan menunjuk pada tingkah laku yang relevan.
3.      Untuk mengumpulkan dan menafsirkan data diperlukan teknik-teknik penelitian yang cermat.
4.      Untuk mencapai kecermatan dalam penelitian diperlukan pengukuran dan kwantifikasi.
5.      Dalam membuat analisa politik nilai-nilai pribadi si peneliti sedapat mungkin tidak main peranan (value-free).
6.      Penelitian politik mempunyai sikap terbuka terhadap konsep-konsep, teori-teori, dan ilmu sosial lainnya. Dalam proses interaksi dengan ilmu-ilmu social lainnya misalnya dimasukkan istilah baru seperti system politik, fungsi, peranan, struktur, budaya politik dan sosialisasi politik, disamping istilah lama seperti Negara, kekuasaan, jabatan, institute, pendapat umum dan pendidikan kewarganegaraan ( citizenship training).
Dalam rangka timbulnya pendekatan tingkah laku telah berkembang beberapa macam analisa yang mengajukan rumusan-rumusan baru tentang ilmu politik sebagai limu pengetahuan, diantaranya adalah
1.      Analisa struktural-fungsionil (structural functional analysis).
2.      Pendekatan analisa- sistim (systems analysis).
Pendekatan tingkah laku mempunyai keuntungan antara lain: memberi kesempatan untuk mempelajari kegiatan dan susunan politik di beberapa negara yang berbeda sejarah perkembangannya, latar belakang kebudayaan dan ideologi, dengan mempelajari bermacam-macam mekanisme yang menjalankan fungsi-fungsi tertentu, yang memang merupakan tujuan dari setiap kegiatan politik di mana pun terjadi. Dengan demikian Ilmu Politik perbandingan menjadi sangat maju.
Pelopor pendekatan tradisionil tidak tinggal diam dan terjadilah polemik yang sengit antara “pendekatan tingkah laku” dengan “pendekatan tradisionil”. Para sarjana memerangi pendekatan tingkah laku dengan argumentasi bahwa pendekatan tingkah laku terlalu lepas dari nilai dan tidak memberi jawaban atas pertanyaan yang berdasarkan pandangan hidup tertentu. pendekatan tingkah laku mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu politik dan menduduki tempat terhormat didalamnya. Pendektan tradisionil tetap memainkan peranan pokok, akan tetapi tidak lagi merupakan pendekatan tunggal yang dominan.Dalam hubungan ini perlu disebut timbulnya “revolusi post-behavioralisme”. Gerakan ini timbul ketika pengaruh berlangsungnya perang vietnam dan kemajuan-kemajuan teknologi antara lain di bidang persenjataan dan diskriminsi ras melahirkan gejolak-gejolak sosial yang luas. Reaksi dari kelompok ini berbeda daripada sikap kaum tradisionil; yang pertama lebih memandang ke masa depan, sedangkan kelompok kedua lebih memandang ke masa lampau. Reaksi post-behavioralisme terutama ditujukan kepada usaha untuk merubah penelitian dan pendidikan ilmu politik menjadi suatu ilmu pengetahuan yang murni sesuai dengan pola ilmu eksakta. Pokok-pokok reaksi ini dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Dalam usaha mengadakan penelitian yang empiris dan kwantitatif ilmu politik menjadi terlalu abstrak dan tidak relevan terhadap masalah sosial yang dihadapi. Padahal relevance dianggap lebih penting daripada penelitian yang cermat.
  2. Karena penelitian terlalu bersifat abstrak, ilmu politik kehilangan kontak dengan realitas-realitas sosial. Padahal ilmu politik harus melibatkdiri dalam usaha mengatasi krisis-krisis yang dihadapi manusia.
  3. Penelitian mengenai nilai-nilai harus merupakan tugas ilmu politik.
  4. Para cendekiawan mempunyai tugas yang historis dan unik untuk melibatkan diri dalam usaha mengatasi masalah-masalah sosial. Pengetahuan membawa tanggung jawab untuk tidak harus “engage” atau  “commited” untuk mencari jalan keluar dari krisi yang dihadapi


DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Meriam. 1993, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-15, Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Gani, Soelistyati I. 1984, Pengantar Ilmu Politik, Penerbit Ghalia Indonesia, Yogyakarta.

No comments:

Post a Comment