Para
sarjana ilmu sosial mengemukakan definisi tentang ilmu pengetahuan adalah “
keseluruhan dari pengetahuan yang terkoordinasi mengenai pokok pemikiran
tertentu” (the sum of coordinated knowledge relative to a determined subject).
Definisi serupa dikemukakan oleh seorang
ahli Belanda yang mengatakan bahwa :“Ilmu adalah pengetahuan yang tersusun,
sedangkan pengetahuan adalah pengamatan yang disusun secara sistematis” (Wetenschap is geordende kennis; kennis is
gesystematiseerde observative). Apabila perumusan-perumusan ini dipakai sebagai
patokan , maka jelaslah bahwa ilmu politik bisa dinamakan sebagai suatu ilmu
pengetahuan. Banyak sarjana ilmu politik tidak puas dengan perumusan yang luas,
karena tidak mendorong para ahli untuk memperkembangkan metode ilmiah.
Diharapkan oleh mereka agar ilmu politik menggunakan cara-cara baru untuk
meneliti gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa politik secara lebih sistematis,
bersandarkan pengalaman-pengalaman empiris dan dengan menggunakan kerangka
teoritis yang terperinci dan ketat. Pendekatan ini terkenal dengan nama
“Pendekatan Tingkah Laku” (behavioral approach). Pendekatan tingakah laku ini
timbul sebagai gerakan pembaharuan yang ingin meningkatkan mutu ilmu politik.
Salah satu pemikiran pokok dari pelopor pendekatan tingkah laku adalah bahwa
tingkah laku politik lebih menjadi focus daripada lembaga-lembaga politik atau
kekuasaan atau keyakinan politik. Akan tetapi yang lebih menonjol lagi ialah
penampilan suatu orientasi tertentu yang mencakup beberapa konsep pokok. Konsep-konsep
pokok dari kaum behavioralis dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Tingkah laku politik memperlihatkan keteraturan
(regularities) yang dapat dirumuskan dalam generalisasi-generalisasi.
2.
Generalisasi-generalisasi ini pada azasnya harus dapat
dibuktikan (verification) kebenarannya dengan menunjuk pada tingkah laku yang
relevan.
3.
Untuk mengumpulkan dan menafsirkan data diperlukan
teknik-teknik penelitian yang cermat.
4.
Untuk mencapai kecermatan dalam penelitian diperlukan
pengukuran dan kwantifikasi.
5.
Dalam membuat analisa politik nilai-nilai pribadi si
peneliti sedapat mungkin tidak main peranan (value-free).
6.
Penelitian politik mempunyai sikap terbuka terhadap
konsep-konsep, teori-teori, dan ilmu sosial lainnya. Dalam proses interaksi
dengan ilmu-ilmu social lainnya misalnya dimasukkan istilah baru seperti system
politik, fungsi, peranan, struktur, budaya politik dan sosialisasi politik,
disamping istilah lama seperti Negara, kekuasaan, jabatan, institute, pendapat
umum dan pendidikan kewarganegaraan ( citizenship training).
Dalam rangka timbulnya pendekatan tingkah
laku telah berkembang beberapa macam analisa yang mengajukan rumusan-rumusan
baru tentang ilmu politik sebagai limu pengetahuan, diantaranya adalah
1. Analisa struktural-fungsionil (structural
functional analysis).
2. Pendekatan analisa- sistim (systems
analysis).
Pendekatan tingkah laku mempunyai keuntungan antara lain: memberi
kesempatan untuk mempelajari kegiatan dan susunan politik di beberapa negara
yang berbeda sejarah perkembangannya, latar belakang kebudayaan dan ideologi,
dengan mempelajari bermacam-macam mekanisme yang menjalankan fungsi-fungsi
tertentu, yang memang merupakan tujuan dari setiap kegiatan politik di mana pun
terjadi. Dengan demikian Ilmu Politik perbandingan menjadi sangat maju.
Pelopor pendekatan tradisionil tidak tinggal diam dan terjadilah polemik
yang sengit antara “pendekatan tingkah laku” dengan “pendekatan tradisionil”.
Para sarjana memerangi pendekatan tingkah laku dengan argumentasi bahwa
pendekatan tingkah laku terlalu lepas dari nilai dan tidak memberi jawaban atas
pertanyaan yang berdasarkan pandangan hidup tertentu. pendekatan tingkah laku
mempunyai pengaruh yang besar atas ilmu politik dan menduduki tempat terhormat
didalamnya. Pendektan tradisionil tetap memainkan peranan pokok, akan tetapi
tidak lagi merupakan pendekatan tunggal yang dominan.Dalam hubungan ini perlu
disebut timbulnya “revolusi post-behavioralisme”. Gerakan ini timbul ketika pengaruh berlangsungnya
perang vietnam dan kemajuan-kemajuan teknologi antara lain di bidang
persenjataan dan diskriminsi ras melahirkan gejolak-gejolak sosial yang luas.
Reaksi dari kelompok ini berbeda daripada sikap kaum tradisionil; yang pertama
lebih memandang ke masa depan, sedangkan kelompok kedua lebih memandang ke masa
lampau. Reaksi post-behavioralisme terutama ditujukan kepada usaha untuk
merubah penelitian dan pendidikan ilmu politik menjadi suatu ilmu pengetahuan
yang murni sesuai dengan pola ilmu eksakta. Pokok-pokok reaksi ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
- Dalam usaha mengadakan penelitian yang empiris dan kwantitatif ilmu politik menjadi terlalu abstrak dan tidak relevan terhadap masalah sosial yang dihadapi. Padahal relevance dianggap lebih penting daripada penelitian yang cermat.
- Karena penelitian terlalu bersifat abstrak, ilmu politik kehilangan kontak dengan realitas-realitas sosial. Padahal ilmu politik harus melibatkdiri dalam usaha mengatasi krisis-krisis yang dihadapi manusia.
- Penelitian mengenai nilai-nilai harus merupakan tugas ilmu politik.
- Para cendekiawan mempunyai tugas yang historis dan unik untuk melibatkan diri dalam usaha mengatasi masalah-masalah sosial. Pengetahuan membawa tanggung jawab untuk tidak harus “engage” atau “commited” untuk mencari jalan keluar dari krisi yang dihadapi
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Meriam. 1993, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan ke-15,
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
No comments:
Post a Comment