1. Dukungan politik,
Adanya dukungan politik dari legislative
dan yudikatif pada program-program fortifikasi yang akan dijalankan. Alokasi
budget operasional yang berarti harus mendapat kepastian hokum yang jelas. Pemerintah Indonesia dalam mendukung
suksesnya program fortifikasi pangan Indonesia antara lain adalah adanya
Peraturan Menteri (Permen) Perindustrian Nomor 49/M-IND/PER/7/2008 Tentang
Pemberlakuan SNI Tepung Terigu sebagai Bahan Makanan Secara Wajib setelah
sebelumnya mencabut pemberlakuan SNI yang diadopsi sebagai regulasi teknis yang
diberlakukan wajib.
2. Dukungan industri,
Adanya dukungan industry, khususnya untuk
membantu produksi dan distribusi produk sampai ke pelosok dan target yang
dikehendaki. Harga yang terjangkau, mutu yang baik dan aman dikonsumsi
merupakan syarat mutlak. Dukungan industry contohnya yaitu penggunaan teknologi
yang tepat guna bertujuan untuk mendapatkan skala produksi ekonomis sehingga
biaya produksi persatuan cukup rendah dan harga jual produk memadahi atau
terjangkau.
lndustri pangan/makanan
juga dapat memainkan peranan yang nyata dalam strategi fortifikasi jangka panjang
melalui penyediaan tenik preservation yang dikembangkan dan melalui peningkatan
(promosi) pangan yang kaya zat gizimikro yang tersedia secara lokal atau
sebagai fortifikan. Spesifiknya, industri pangan (baik nasional manpun
multinasional) perlu untuk:
a)
Berpartisipasi sejak permulaam perencanaan
program, yang akan menetapkan strategi fortifikasi yang layak,
b)
Mengidentifikasi mekanisme untuk kolaborasi
antara pemerintah, industri pangan dan sistem pemasarannya, dan organisasi non
pemerintah dan perwakilan donor,
c)
Membantu dalam mengidentifikasi pangan pembawa
dan fortifikan yang sesuai,
d)
Menetapkan dan mengembangkan sistem jaminan mutu
(quality assurance system),
e)
Berpatisipasi
dalam dukungan-dukungan promosi dan edukasi untuk mencapai populasi sasaran.
3. Perangkat legislasi yang cukup termasuk
pengendalian kualitas eksternal
Semakin meningkatnya tuntutan konsumen akan keamanan
makanan yang akan mereka santap, maka perlu dilakukan upaya untuk
mengidentifikasi dan menganalisis HACCP dalam proses pengolahan makanan.
Banyaknya usaha kecil dan menengah di bidang pengadaan makanan seperti catering,
kantin, warung makan, lesehan di pinggir jalan dan di kaki lima yang kurang
terdidik dalam masalah keamanan makanan dapat mengakibatkan timbulnya
kasus-kasus keracunan makanan yang beberapa bulan terakhir ini banyak terjadi
di Indonesia. Untuk itu, perlu adanya upaya untuk memberikan pengertian dan
pemahaman kepada para pelaku di bidang pengadaan makanan.
Untuk mencegah terjadinya kasus keracunan makanan yang
semakin marak terjadi diperlukan sistem keamanan pangan terpadu yang melibatkan
tiga jejaring, yaitu Food Intelligence, yang mengkaji risiko keamanan
pangan; Food Safety Control, yang mengawasi keamanan pangan; dan Food
Safety Promotion, yang mengkomunikasikan keamanan pangan. Food
Intelligence adalah jejaring yang menghimpun informasi kegiatan pengkajian
risiko keamanan pangan dari lembaga terkait (data surveilan, inspeksi, riset
keamanan pangan, dsb).
Food Safety Control adalah
jejaring kerja sama antarlembaga dalam kegiatan yang terkait dengan pengawasan
keamanan pangan (standardisasi dan legislasi pangan, inspeksi dan sertifikasi
pangan, pengujian laboratorium, ekspor-impor, dan sebagainya). Food Safety
Promotion adalah jejaring keamanan pangan, meliputi pengembangan bahan
promosi (poster, brosur) dan kegiatan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan
keamanan pangan untuk industri pangan, pengawas keamanan pangan, dan konsumen.
4. Tingkat (taraf) fortifikasi yang tepat.
Tujuan dari taraf fortifikasi yang
tepat adalah agar bahan zat gizi yang ditambahkan dapat diterima dan tepat
sasaran sesuai dengan tujuan diadakannya fortifikasi pangan tersebut. Semakin
baik tingkat atau taraf fortifikasi maka akan semakin baik pula penerimaan
konsumen dan semakin tepat sasaran.
5. Bioavailibilitas yang baik dari campuran,
Fortifikasi membutuhkan aspek
kemampuan penerimaan terhadap suatu zat gizi yang dapat di serap oleh tubuh,
sehingga fortifikasi harus melihat dari kondisi tubuh penerimaan suatu zat
gizi, fortifikasi akan berhasil apabila zat gizi yang di fortifikasi dapat
diterima baik oleh tubuh. Misalkan pada zat besi (Fe) dan vit A. tetapi apabila
Fe dan di satu padukan dalam suatu bahan untuk di fortifikasi kemungkinan daya
serap akan terhambat karena menyebabkan terjadinya efek antagonism antara Fe
dengan Zn terhadap vitamin C.
6.
Tidak
ada efek penghambatan dari makanan asal (common
diet).
Untuk mensukseskan
program fortifikasi salah satu hal yang harus dipenuhi adalah menu makanan asal
dari target fortifikasi yang diharapkan tidak menghambat program fortifikasi
dari segi metabolisme atau penyerapan dalam tubuh manusia. Sehingga makanan
yang difortifikasi diharapkan dapat memenuhi ketersediaan zat gizi secara
biologik.
7.
Pelatihan
sumber daya manusia di tingkat industri dan pemasaran
Salah satu faktor yang dapat menentukan
keberhasilan program fortifikasi adalah diadakannya pelatihan terkait dengan
sumber daya manusia di tingkat industri pangan dan pemasaran. Pelatihan sumber daya manusia di tingkat industri dan pemasaran dimaksudkan untuk memberi pendidikan
tentang pentingnya fortifikasi, sehingga memberi motivasi kepada
industri-industri untuk menciptakan produk-produk fortifikasi dan mengenalkan
produknya melalui pengenalan-pengenalan yang mampu mendapat perhatian dari
masyarakat atau konsumen termasuk retailers.
8.
Penerimaan
Konsumen
Tingginya tingkat penerimaan konsumen terhadap program
fortifikasi dapat mendukung suksesnya program fortifikasi. Penerimaan konsumen
dapat dilihat dari tingginya penyerapan informasi dari program-program
fortifikasi, daya terima masyarakat terhadap produk pangan fortifikan dan
ketertarikan masyarakat terhadap program-program fortifikasi.
9.
Tidak
adanya pertentangan terhadap budaya tentang makanan yang difortifikasi
Makanan yang difortifikasi haruslah tidak
bertentangan dengan budaya masyakat yang ditagetkan. Karena budaya biasanya
sulit dihilangkan terlebih budaya yang sudah turun temurun. Produk pangan
fortifikan layaknya dapat diterima oleh masyarakat yang ditargetkan, sehingga
tidak terjadi benturan terhadap budaya setempat.
10.
Laboratorium yang memadai untuk penilaian status mikronutrien
Laboraturium sangat
mendukung suksesnya program fortifikasi pangan. Keberhasilan program
fortifikasi pangan di dukung dengan kelengkapan laboratorium yang memadai.
Program fortifikasi dapat dijalankan dengan adanya sarana pendukung, laboran
yang ahli serta teknologi tinggi yang sangat mendukung dalam penilaian status
mikronutrien.
11.
Design
studi atau evaluasi statistik yang memadai.
Studi terhadap
program fortifikasi perlu dipelajari lebih dahulu sebelum program fortifikasi
dijalankan. Penerapan design studi diperoleh dari pengamatan di masyarakat melalui data-data statistik dari
departemen kesehatan dan lembaga terkait dengan pelaksanaan program
fortifikasi. Hasil evaluasi tersebut kemudian dikaji lebih lanjut untuk
memperoleh hipotesa terhadap masalah yang ada di masyarakat.
12.
Tidak
ada kendala mengenai pengadaan mikronutrien
Pengadaan
mikronutrien merupakan salah satu program fortifikasi yang diharapkan dapat
memenuhi komponen gizi pada manusia.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMaaf, ada yg bisa dibantu Mba Risqiyatul Jannah ? semoga bermanfaat dan terima kasih telah berkunjung.
DeleteB
ReplyDelete