Sunday, April 28, 2013

PENGOLAHAN LIMBAH KULIT SINGKONG MENJADI BIOETANOL part 1


I.          PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan besar yang dihadapi Indonesia saat ini adalah kelangkaan energi bahan bakar yang menjadi semakin krusial karena semakin meningkatnya populasi masyarakat Indonesia. Kebutuhan energi juga digunakan untuk memenuhi sarana transportasi dan aktivitas industri selain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas ekonomi dan sosial dalam skala rumah tangga. Semakin terbatasnya jumlah bahan bakar fosil mulai dapat dirasakan dampaknya.
Oleh karena itu, sumber energi terbarukan (renewable) dibutuhkan untuk penyediaan sumber energi secara berkesinambungan (sustainable). Hal ini akan lebih baik lagi apabila berasal dari limbah, sehingga dapat menurunkan biaya produksi dan mengurangi efek negatif penumpukan limbah terhadap lingkungan.
Hal ini didukung dengan adanya peningkatan produksi pertanian yang didorong untuk memenuhi permintaan dalam maupun luar negeri jika dilihat dari satu sisi maka mampu menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Hal ini diakibatkan oleh hasil pengolahan dalam berbentuk bahan baku yang tidak terpakai lagi dan tidak diolah atau biasa disebut limbah. Istilah limbah, khususnya bagi hasil pertanian adalah bahan yang merupakan buangan dari proses perlakuan atau pengolahan untuk memperoleh hasil utama dan hasil samping. Namun demikian yang dimaksud limbah dalam dalam hal ini meliputi juga hasil samping, hal ini disebabkan karena masih sulit memberi garis pemisah yang jelas antara limbah dan hasil samping.
Limbah secara ekonomi tidak menguntungkan, tetapi beberapa jenis limbah yang mengandung senyawa tertentu dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan pangan. Seperti limbah tanaman pangan yang sudah banyak dimanfaatkan. Untuk bahan baku pembuatan produk pangan atau hanya sebagai pelengkap dan atau mixer.
Limbah kulit singkong adalah limbah yang berasal dari perkebunan singkong, pabrik tepung tapioka, pabrik produk olahan singkong, dan juga pabrik tape atau peuyeum di berbagai daerah di Indonesia. Produksi singkong di Indonesia sangat besar karena Indonesia termasuk sebagai negara kelima terbesar di dunia yang menghasilkan singkong. Jumlah industri pengolahan singkong di Indonesia banyak sehingga dapat ditarik korelasi positif bahwa tingginya jumlah olahan singkong akan menghasilkan semakin banyak limbah kulit singkong. Setiap singkong dapat menghasilkan 10 – 15% limbah kulit singkong. Limbah kulit singkong dalam jumlah besar ini dapat menyebabkan penumpukkan yang berakibat pada perusakan lingkungan.
Jumlah kulit singkong yang berada dalam jumlah masif ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku energi terbarukan yang ramah lingkungan, karena berperan sebagai sumber energi terbarukan, pemanfaatan limbah kulit ubi kayu yang dapat berdampak negatif pada lingkungan serta memberikan nilai tambah pada limbah.
Kulit singkong merupakan salah satu sumber bioetanol dari bahan berserat. Kulit singkong bisa berpotensi untuk diproduksi menjadi bietanol yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak. Adapun kulit singkong merupakan limbah dari tanaman singkong yang memiliki kandungan serat yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Persentase jumlah limbah kulit bagian luar (berwarna coklat dan kasar) sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam (berwarna putih kemerah-merahan dan halus) sebesar 8-15%.
Teknologi pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hidrolisa asam dan enzimatis merupakan suatu alternatif dalam rangka mendukung program pemerintah tentang penyediaan bahan bakar non migas yang terbarukan yaitu BBN ( bahan bakar nabati ) sebagai pengganti bensin, sehingga perlu dilakukan penelitian tentang proses pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hirolisa asam dan enzimatis yang berkualitas baik dan ramah lingkungan.
Pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong dapat dilakukan melalui dua tahap yaitu proses hidrolisa asam yang kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi. Proses hidrolisa dilakukan untuk mengubah selulosa dari kulit singkong menjadi glukosa. Hidrolisa dengan asam akan memutuskan ikatan polisakarida dan sekaligus memasukkan elemen H2O. Fermentasi alkohol merupakan proses pembuatan alkohol dengan memanfaatkan aktivitas yeast (Saccharomyces cerevisiae). Proses fermentasi etanol ini dilakukan secara anaerob, yaitu mengubah glukosa menjadi alkohol tanpa adanya oksigen tetapi dalam pembuatan starter dibutuhkan suasana aerob dimana oksigen diperlukan untuk pembiakan sel. Sehingga pada hasil akhirnya akan dihasilkan cairan murni berupa bietanol.
Dengan adanya penanganan limbah pertanian seperti ini, maka tidak akan perlu lagi merasa bingung untuk mencari pemecahan dari masalah lingkungan ini. Sehingga diharapkan malah akan meningkatkan hasil produk olahan baru atau pengalihan fungsi yang lebih baik dari limbah-limbah yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian ini.

II.          STUDI PUSTAKA
A.  Ubi kayu
Famili euphorbiaceae adalah famili tumbuhan berbunga yang terdiri dari 300 genus dan meliputi 7.500 spesies tumbuhan dimana hampir semuanya merupakan tumbuhan herba namun beberapa diantaranya, terutama yang berada di daerah tropis adalah perdu dan pohon. 
Tumbuhan ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau cassava. Ubi kayu berasal dari negara amerika latin, atau tepatnya dari Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, serta China. Ketela pohon/ ubi kayu diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852. Sistematika tanaman ketela pohon / ubi kayu adalah sebagai berikut:
Kingdom           : Plantae
Divisi                : Spermatophyta (tumbuhan biji)
Kelas                : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo                 : Euphorbiales
Famili               : Euphorbiaceae
Genus               : Manihot
Spesies             : Manihot utilissima Pohl.
Ubi kayu sebagai bahan baku sumber energi alternatif memiliki kadar karbohidrat sekitar 32-35% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses menjadi tepung. Tanaman ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di lahan yang kurang subur serta masa panennya tidak tergantung pada musim sehingga panennya dapat berlangsung sepanjang tahun. Oleh karena itu, dikatakan bahwa ubi kayu merupakan bahan baku yang potensial untuk pembuatan bioetanol.
Tabel berikut ini menunjukkan produksi hasil pertanian sekunder di Indonesia pada tahun 2004-2008 dalam satuan ton.
Tahun
Jagung
Kedelai
Singkong
Ubi jalar
2004
11.225.243
723.483
19.424.707
1.901.802
2005
12.523.894
808.353
19.321.183
1.856.969
2006
11.609.463
747.611
19.986.640
1.854.238
2007
13.287.527
592.534
19.988.058
1.886.852
2008
16.323.922
776.491
21.593.053
1.876.944
Umumnya, ubi kayu atau yang lebih dikenal dengan singkong ini dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pangan, misalnya untuk keripik, singkong goreng, industri tape dan industri tapioka. Dari seluruh pemanfaatan tersebut, terdapat limbah padat yang dihasilkan, yaitu onggok dari industri tapioka dan kulit singkong dari semua jenis penggunaan.

B.  Bioetanol
Bioetanol adalah etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen gula, pati, maupun selulosa. Dalam dunia industri, etanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras, serta bahan bakau farmasi dan kosmetika. Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade yaitu grade industri dengan kadar alkohol 90-94 %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5% (untuk minuman keras atau bahan baku farmasi), sedangkan grade bahan bakar adalah dengan kadar alkohol di atas 99,5 % (Hambali, 2008).
Bioetanol memiliki banyak keunggulan, diantaranya ketika harga BBM naik semakin tinggi, bioetanol dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar kendaraan dengan cara mencampurkannya dengan bensin. Bioetanol mempunyai tingkat oktan lebih tinggi dibandingkan dengan bensin biasa. Begitu juga pada saat dicampur dengan bensin, kadar oktan bensin akan meningkat dan hasilnya kinerja mesin juga akan meningkat (Prihandana, 2008). Bioetanol merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan karena secara signifikan dapat mengurangi gas berbahaya di atmosfer. Dalam proses produksi dan pembakaran juga tidak meningkatkan efek rumah kaca (Prihandana, 2008).

C.  Fermentasi
Fermentasi adalah pembangkitan energi dengan proses katabolisme senyawa-senyawa organik yang berfungsi sebagai donor elektron atau proses produksi produk dengan menggunakan mikroorganisme sebagai biokatalis (Riadi, 2007). Dalam lingkup proses bioetanol, fermentasi berarti proses konversi glukosa (gula) menjadi etanol dan CO2 (Prihandana, 2007).
Pada proses pembuatan bioetanol, fermentasi berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi etanol. Mikroorganisme yang digunakan adalah yeast (khamir). Khamir dapat melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa melalui jalur glikolisis.

D.  Destilasi
Destilasi adalah proses pemisahan termal yang digunakan di bidang teknik untuk memisahkan campuran (larutan) dalam jumlah yang besar. Destilasi dan rektifikasi dapat pula diartikan sebagai proses pemisahan karena penguapan salah satu komponen campuran (Bernasconi 1995).
Pada proses destilasi bioetanol, pada suhu 79C ketika cairan bioetanol mulai keluar, temperatur bagian atas kolom harus ditahan. Pengontrolan temperatur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengatur aliran air refluks dalam alat destilasi atau dengan cara mengatur api kompor (Prihandana 2007). Setelah itu, fraksi bioetanol 90-95 % akan berhenti mengalir secara perlahan.

III.          ANALISIS DAMPAK
Ubi kayu yang juga dikenal sebagai singkong merupakan tanaman yang banyak diperoleh di Indonesia. Indonesia memanfaatkan ubi kayu sebagai makanan (singkong goreng, tape, keripik singkong) dan bahan baku pembuatan produk-produk hasil fermentasi seperti asam asetat, bio-etanol, poly-lactic acid untuk biodegradable plastic. Umumnya, pembuatan produk-produk tersebut hanya memanfaatkan isi atau bagian dalam dari ubi kayu tersebut dan tidak memanfaatkan kulitnya. Pemanfaatan kulit ubi kayu sebagai produk makanan juga sulit untuk diterapkan karena kandungan sianida produk yang tinggi. Sianida adalah komponen yang terdapat pada ubi kayu yang dapat bersifat toksik bagi tubuh dan sehingga tidak baik untuk dikonsumsi jika berada dalam konsentrasi yang tinggi.
Ketersediaan ubi kayu juga banyak di Indonesia. Laporan United Nation Industrial Development Organizatin (UNIDO) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbesar kedua di Asia setelah Thailand, sementara di dunia menempati urutan kelima setelah Nigeria, Brazil, Thailand, dan Kongo. Produksi ubi kayu di Indonesia juga meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, produksi ubi kayu telah mencapai lebih dari dua puluh juta ton dan merupakan produk pertanian sekunder yang paling tinggi produksinya.
Umumnya, pembeli ubi kayu hanya memanfaatkan bagian dalam dari ubi kayu sehingga hampir semua kulit ubi kayu dibuang. Kulit ubi kayu mempunyai berat sebesar 10-15% dari total berat ubi kayu. Berdasarkan perhitungan, jumlah ubi kayu pada triwulan kedua dapat menghasilkan sekitar 21.593.053 ton. Angka ini merupakan angka yang sangat besar dan mempunyai potensi yang besar jika dimanfaatkan menjadi sesuatu yang berdayaguna tinggi.

A.  Dampak lingkungan
Penggunaan limbah kulit singkong dapat mencegah penumpukkan limbah disekitar industri yang memanfaatkan singkong sebagai bahan bakunya. Limbah kulit singkong tidak baik bagi lingkungan karena kandungan sianida (toksik) yang tinggi sehinga dapat mencemari tanah. Paparan sianida dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan otak, hati, bahkan koma dan kematian dalam jangka waktu yang pendek. Namun, sianida ini dapat rusak oleh panas, sehingga dalam pemanfaatan limbah kulit singkong, digunakan proses pemanasan. Pemanfaatan kulit singkong juga jarang digunakan, sehingga banyak menumpuk di beberapa tempat khusunya disekitar industri yang menggunakan bahan baku singkong.
Selain itu bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya lebih ramah lingkungan, karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92 lebih tinggi dari premium nilai oktan 88, dan pertamax nilai oktan 94. Hal ini menyebabkan bioetanol dapat menggantikan fungsi zat aditif yang sering ditambahkan untuk memperbesar nilai oktan. Zat aditif yang banyak digunakan seperti metal tersier butil eter dan Pb, namun zat aditif tersebut sangat tidak ramah lingkungan dan bisa bersifat toksik. Bioetanol juga merupakan bahan bakar yang tidak mengakumulasi gas karbon dioksida (CO2) dan relatif kompetibel dengan mesin mobil berbahan bakar bensin. Kelebihan lain dari bioetanol ialah cara pembuatannya yang sederhana yaitu fermentasi menggunakan mikroorganisme tertentu.

B.  Dampak sosial
Masyarakat di sekitar lingkungan industri yang tidak mempunyai pekerjaan mempunyai lebih banyak peluang untuk bekerja karena berdirinya industri bioetanol di sekitar industri yang menggunakan singkong sebagai bahan baku.
Dengan kata lain, pengolahan limbah kulit singkong dapat mengurangi angka pengangguran di masyarakat.
 
C.  Dampak ekonomi
Pemanfaatan limbah kulit singkong dapat mengurangi biaya penanganan limbah yang wajib dilakukan oleh industri yang memanfaatkan singkong sebagai bahan baku. Dengan pemanfaatan limbah ini, tidak hanya pemberian nilai tambah pada limbah tetapi juga dapat mengurangi limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut.

1 comment: