I.
PENDAHULUAN
Salah satu permasalahan besar yang
dihadapi Indonesia saat ini adalah kelangkaan energi bahan bakar yang menjadi
semakin krusial karena semakin meningkatnya populasi masyarakat Indonesia.
Kebutuhan energi juga digunakan untuk memenuhi sarana transportasi dan
aktivitas industri selain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas ekonomi dan sosial
dalam skala rumah tangga. Semakin terbatasnya jumlah bahan bakar fosil mulai
dapat dirasakan dampaknya.
Oleh karena itu, sumber energi
terbarukan (renewable) dibutuhkan untuk penyediaan sumber energi secara
berkesinambungan (sustainable). Hal ini akan lebih baik lagi apabila
berasal dari limbah, sehingga dapat menurunkan biaya produksi dan mengurangi
efek negatif penumpukan limbah terhadap lingkungan.
Hal ini didukung dengan adanya peningkatan produksi pertanian yang
didorong untuk memenuhi permintaan dalam maupun luar negeri jika dilihat dari
satu sisi maka mampu menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Hal ini
diakibatkan oleh hasil pengolahan dalam berbentuk bahan baku yang tidak
terpakai lagi dan tidak diolah
atau biasa disebut limbah. Istilah limbah, khususnya bagi
hasil pertanian adalah bahan yang merupakan buangan dari proses perlakuan atau
pengolahan untuk memperoleh hasil utama dan hasil samping. Namun demikian yang
dimaksud limbah dalam dalam hal ini meliputi juga hasil samping, hal ini
disebabkan karena masih sulit memberi garis pemisah yang jelas antara limbah
dan hasil samping.
Limbah
secara ekonomi tidak menguntungkan, tetapi beberapa jenis limbah yang mengandung
senyawa tertentu dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan pangan. Seperti
limbah tanaman pangan yang sudah banyak dimanfaatkan. Untuk bahan baku
pembuatan produk pangan atau hanya sebagai pelengkap dan atau mixer.
Limbah kulit singkong adalah limbah yang
berasal dari perkebunan singkong, pabrik tepung tapioka, pabrik produk olahan
singkong, dan juga pabrik tape atau peuyeum di berbagai daerah di Indonesia.
Produksi singkong di Indonesia sangat besar karena Indonesia termasuk sebagai
negara kelima terbesar di dunia yang menghasilkan singkong. Jumlah industri
pengolahan singkong di Indonesia banyak sehingga dapat ditarik korelasi positif
bahwa tingginya jumlah olahan singkong akan menghasilkan semakin banyak limbah
kulit singkong. Setiap singkong dapat menghasilkan 10 – 15% limbah kulit
singkong. Limbah kulit singkong dalam jumlah besar ini dapat menyebabkan
penumpukkan yang berakibat pada perusakan lingkungan.
Jumlah kulit singkong yang berada
dalam jumlah masif ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku energi terbarukan
yang ramah lingkungan, karena berperan sebagai sumber energi terbarukan,
pemanfaatan limbah kulit ubi kayu yang dapat berdampak negatif pada lingkungan
serta memberikan nilai tambah pada limbah.
Kulit
singkong merupakan salah satu sumber bioetanol dari bahan berserat. Kulit
singkong bisa berpotensi untuk diproduksi menjadi bietanol yang digunakan
sebagai pengganti bahan bakar minyak. Adapun kulit singkong merupakan limbah
dari tanaman singkong yang memiliki kandungan serat yang dapat digunakan
sebagai sumber energi. Persentase jumlah limbah kulit bagian luar (berwarna
coklat dan kasar) sebesar 0,5-2% dari berat total singkong segar dan limbah
kulit bagian dalam (berwarna putih kemerah-merahan dan halus) sebesar 8-15%.
Teknologi
pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong melalui proses hidrolisa asam
dan enzimatis merupakan suatu alternatif dalam rangka mendukung program
pemerintah tentang penyediaan bahan bakar non migas yang terbarukan yaitu BBN (
bahan bakar nabati ) sebagai pengganti bensin, sehingga perlu dilakukan
penelitian tentang proses pembuatan bioetanol dari limbah kulit singkong
melalui proses hirolisa asam dan enzimatis yang berkualitas baik dan ramah
lingkungan.
Pembuatan
bioetanol dari limbah kulit singkong dapat dilakukan melalui dua tahap yaitu
proses hidrolisa asam yang kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi.
Proses hidrolisa dilakukan untuk mengubah selulosa dari kulit singkong menjadi
glukosa. Hidrolisa dengan asam akan memutuskan ikatan polisakarida dan sekaligus
memasukkan elemen H2O. Fermentasi alkohol merupakan proses pembuatan
alkohol dengan memanfaatkan aktivitas yeast (Saccharomyces cerevisiae). Proses fermentasi etanol ini dilakukan
secara anaerob, yaitu mengubah glukosa menjadi alkohol tanpa adanya oksigen
tetapi dalam pembuatan starter dibutuhkan suasana aerob dimana oksigen
diperlukan untuk pembiakan sel. Sehingga pada hasil akhirnya akan dihasilkan
cairan murni berupa bietanol.
Dengan
adanya penanganan limbah pertanian seperti ini, maka tidak akan perlu lagi
merasa bingung untuk mencari pemecahan dari masalah lingkungan ini. Sehingga
diharapkan malah akan meningkatkan hasil produk olahan baru atau pengalihan
fungsi yang lebih baik dari limbah-limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
pertanian ini.
II.
STUDI PUSTAKA
A. Ubi
kayu
Famili euphorbiaceae adalah famili tumbuhan berbunga yang
terdiri dari 300 genus dan meliputi 7.500 spesies tumbuhan dimana hampir
semuanya merupakan tumbuhan herba namun beberapa diantaranya, terutama yang
berada di daerah tropis adalah perdu dan pohon.
Tumbuhan ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) merupakan
tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau cassava.
Ubi kayu berasal dari negara amerika latin, atau tepatnya dari Brazil.
Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India,
serta China. Ketela pohon/ ubi kayu diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun
1852. Sistematika tanaman ketela pohon / ubi kayu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan
biji)
Kelas
: Dicotyledoneae (biji
berkeping dua)
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus
: Manihot
Spesies
: Manihot utilissima Pohl.
Ubi kayu sebagai bahan baku sumber energi alternatif memiliki
kadar karbohidrat sekitar 32-35% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses
menjadi tepung. Tanaman ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di
lahan yang kurang subur serta masa panennya tidak tergantung pada musim
sehingga panennya dapat berlangsung sepanjang tahun. Oleh karena itu, dikatakan
bahwa ubi kayu merupakan bahan baku yang potensial untuk pembuatan bioetanol.
Tabel
berikut ini menunjukkan produksi hasil pertanian
sekunder di Indonesia pada tahun 2004-2008 dalam satuan ton.
Tahun
|
Jagung
|
Kedelai
|
Singkong
|
Ubi
jalar
|
2004
|
11.225.243
|
723.483
|
19.424.707
|
1.901.802
|
2005
|
12.523.894
|
808.353
|
19.321.183
|
1.856.969
|
2006
|
11.609.463
|
747.611
|
19.986.640
|
1.854.238
|
2007
|
13.287.527
|
592.534
|
19.988.058
|
1.886.852
|
2008
|
16.323.922
|
776.491
|
21.593.053
|
1.876.944
|
Umumnya, ubi kayu atau yang
lebih dikenal dengan singkong ini dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk pangan,
misalnya untuk keripik, singkong goreng, industri tape dan industri tapioka.
Dari seluruh pemanfaatan tersebut, terdapat limbah padat yang dihasilkan, yaitu
onggok dari industri tapioka dan kulit singkong dari semua jenis penggunaan.
B. Bioetanol
Bioetanol adalah etanol
yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen gula, pati, maupun selulosa.
Dalam dunia industri, etanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri
turunan alkohol, campuran untuk minuman keras, serta bahan bakau farmasi dan kosmetika.
Berdasarkan kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade yaitu grade
industri dengan kadar alkohol 90-94 %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5%
(untuk minuman keras atau bahan baku farmasi), sedangkan grade bahan
bakar adalah dengan kadar alkohol di atas 99,5 % (Hambali, 2008).
Bioetanol memiliki
banyak keunggulan, diantaranya ketika harga BBM naik semakin tinggi, bioetanol
dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar kendaraan dengan cara
mencampurkannya dengan bensin. Bioetanol mempunyai tingkat oktan lebih tinggi
dibandingkan dengan bensin biasa. Begitu juga pada saat dicampur dengan bensin,
kadar oktan bensin akan meningkat dan hasilnya kinerja mesin juga akan
meningkat (Prihandana, 2008). Bioetanol merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan
karena secara signifikan dapat mengurangi gas berbahaya di atmosfer. Dalam
proses produksi dan pembakaran juga tidak meningkatkan efek rumah kaca
(Prihandana, 2008).
C. Fermentasi
Fermentasi adalah
pembangkitan energi dengan proses katabolisme senyawa-senyawa organik yang
berfungsi sebagai donor elektron atau proses produksi produk dengan menggunakan
mikroorganisme sebagai biokatalis (Riadi, 2007). Dalam lingkup proses
bioetanol, fermentasi berarti proses konversi glukosa (gula) menjadi etanol dan
CO2 (Prihandana, 2007).
Pada proses pembuatan
bioetanol, fermentasi berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi etanol.
Mikroorganisme yang digunakan adalah yeast (khamir). Khamir dapat
melakukan fermentasi alkohol, yaitu memecah glukosa melalui jalur glikolisis.
D. Destilasi
Destilasi adalah proses
pemisahan termal yang digunakan di bidang teknik untuk memisahkan campuran
(larutan) dalam jumlah yang besar. Destilasi dan rektifikasi dapat pula
diartikan sebagai proses pemisahan karena penguapan salah satu komponen
campuran (Bernasconi 1995).
Pada proses destilasi
bioetanol, pada suhu 79⁰ C ketika cairan
bioetanol mulai keluar, temperatur bagian atas kolom harus ditahan.
Pengontrolan temperatur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengatur aliran
air refluks dalam alat destilasi atau dengan cara mengatur api kompor
(Prihandana 2007). Setelah itu, fraksi bioetanol 90-95 % akan berhenti mengalir
secara perlahan.
III.
ANALISIS
DAMPAK
Ubi kayu yang juga
dikenal sebagai singkong merupakan tanaman yang banyak diperoleh di Indonesia.
Indonesia memanfaatkan ubi kayu sebagai makanan (singkong goreng, tape, keripik
singkong) dan bahan baku pembuatan produk-produk hasil fermentasi seperti asam
asetat, bio-etanol, poly-lactic acid untuk biodegradable plastic.
Umumnya, pembuatan produk-produk tersebut hanya memanfaatkan isi atau bagian
dalam dari ubi kayu tersebut dan tidak memanfaatkan kulitnya. Pemanfaatan kulit
ubi kayu sebagai produk makanan juga sulit untuk diterapkan karena kandungan
sianida produk yang tinggi. Sianida adalah komponen yang terdapat pada ubi kayu
yang dapat bersifat toksik bagi tubuh dan sehingga tidak baik untuk dikonsumsi
jika berada dalam konsentrasi yang tinggi.
Ketersediaan ubi kayu
juga banyak di Indonesia. Laporan United Nation Industrial Development Organizatin
(UNIDO) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu
terbesar kedua di Asia setelah Thailand, sementara di dunia menempati urutan
kelima setelah Nigeria, Brazil, Thailand, dan Kongo. Produksi ubi kayu di
Indonesia juga meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008, produksi ubi
kayu telah mencapai lebih dari dua puluh juta ton dan merupakan produk
pertanian sekunder yang paling tinggi produksinya.
Umumnya, pembeli ubi
kayu hanya memanfaatkan bagian dalam dari ubi kayu sehingga hampir semua kulit
ubi kayu dibuang. Kulit ubi kayu mempunyai berat sebesar 10-15% dari total
berat ubi kayu. Berdasarkan perhitungan, jumlah ubi kayu pada triwulan kedua
dapat menghasilkan sekitar 21.593.053 ton. Angka ini merupakan angka yang
sangat besar dan mempunyai potensi yang besar jika dimanfaatkan menjadi sesuatu
yang berdayaguna tinggi.
A. Dampak lingkungan
Penggunaan limbah kulit
singkong dapat mencegah penumpukkan limbah disekitar industri yang memanfaatkan
singkong sebagai bahan bakunya. Limbah kulit singkong tidak baik bagi
lingkungan karena kandungan sianida (toksik) yang tinggi sehinga dapat
mencemari tanah. Paparan sianida dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan
kerusakan otak, hati, bahkan koma dan kematian dalam jangka waktu yang pendek.
Namun, sianida ini dapat rusak oleh panas, sehingga dalam pemanfaatan limbah
kulit singkong, digunakan proses pemanasan. Pemanfaatan kulit singkong juga
jarang digunakan, sehingga banyak menumpuk di beberapa tempat khusunya
disekitar industri yang menggunakan bahan baku singkong.
Selain itu bioetanol
yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya
lebih ramah lingkungan, karena bahan bakar tersebut memiliki nilai oktan 92
lebih tinggi dari premium nilai oktan 88, dan pertamax nilai oktan 94. Hal ini
menyebabkan bioetanol dapat menggantikan fungsi zat aditif yang sering
ditambahkan untuk memperbesar nilai oktan. Zat aditif yang banyak digunakan
seperti metal tersier butil eter dan Pb, namun zat aditif tersebut sangat tidak
ramah lingkungan dan bisa bersifat toksik. Bioetanol juga merupakan bahan bakar
yang tidak mengakumulasi gas karbon dioksida (CO2) dan relatif
kompetibel dengan mesin mobil berbahan bakar bensin. Kelebihan lain dari
bioetanol ialah cara pembuatannya yang sederhana yaitu fermentasi menggunakan
mikroorganisme tertentu.
B. Dampak sosial
Masyarakat di sekitar
lingkungan industri yang tidak mempunyai pekerjaan mempunyai lebih banyak
peluang untuk bekerja karena berdirinya industri bioetanol di sekitar industri
yang menggunakan singkong sebagai bahan baku.
Dengan kata lain,
pengolahan limbah kulit singkong dapat mengurangi angka pengangguran di
masyarakat.
C. Dampak ekonomi
Pemanfaatan limbah kulit
singkong dapat mengurangi biaya penanganan limbah yang wajib dilakukan oleh
industri yang memanfaatkan singkong sebagai bahan baku. Dengan pemanfaatan
limbah ini, tidak hanya pemberian nilai tambah pada limbah tetapi juga dapat mengurangi
limbah yang dihasilkan oleh industri tersebut.
ok
ReplyDelete