Di masa mendatang, kerangka hukum seperti UU No.37/1999 tentang Hubungan
Luar Negeri harus memuat ketentuan-ketentuan yang eksplisit mengenai peran
lembaga legislatif dalam politik luar negeri.
Pernyataan
tersebut dikemukakan oleh Sekretaris Penasehat dan Utusan Khusus Presiden RI
Yayan GH Mulyana pada acara seminar mengenai telaah UU No.37/1999 di Gedung
Departemen Luar Negeri (Deplu) Jakarta, Kamis (13/07).
"Pelaku
yang belum dirujuk secara eksplisit dalam UU No.37/1999 tetapi perannya semakin
mengemuka dalam penanganan isu-isu internasional adalah lembaga
legislatif," katanya.
UUD
1945 yang diamandemen, kata dia, memberi wewenang kepada lembaga legislatif
untuk ikut membentuk politik luar negeri Indonesia, pasal 20 (1) UUD 1946
memberi wewenang kepada DPR untuk menyentuh tiga aspek politik luar negeri
yakni aspek legislasi, anggaran dan pengawasan.
"Hal
lain yang belum muncul dalam peran lembaga legislatif Indonesia adalah `foreign
policy entrepreneurs` yakni anggota-anggota badan legislatif yang secara
proaktif mengambil prakarsa dalam menetapkan tanggapan yang tepat, konstruktif
dan tidak emosional terhadap isu-isu politik luar negeri tanpa menunggu
langkah-langkah yang diambil lembaga eksekutif," katanya.
Dia
juga mengungkapkan bahwa partisipasi lembaga legislatif Indonesia dalam inter-parliamentary
diplomacy merupakan langkah yang patut didukung.
"Sebuah
UU tentang hubungan dan politik luar negeri juga perlu mengantisipasi munculnya
peran Dewan perwakilan Daerah (DPD) yang kedudukannya sebanding dengan senat
dalam Konggres AS, dalam hubungan dan politik luar negeri Indonesia,"
katanya.
Sementara
itu pada kesempatan yang sama, Menteri Luar Negeri (Menlu) Hassan Wirajuda
mengingatkan setiap aktor hubungan luar negeri Indonesia untuk tetap berpegang
teguh pada Undang-Undang No 37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri.
"Harus
diingat bahwa UU Hubungan Luar Negeri memandatkan kerjasama luar negeri yang
dilakukan banyak aktor tersebut tidak boleh menyimpang dari kebijakan politik
luar negeri," kata Menlu.
Menurut
Hassan, antusiasme dan semangat untuk meningkatkan kerjasama dengan luar negeri
mengakibatkan munculnya penyimpangan itu.
"Begitu
antusiasnya untuk mengembangkan kerja sama ekonomi ada pemerintah daerah yang
membuat MoU dan membuat kantor perwakilan yang artinya mengibarkan merah putih
di negara yang Indonesia tidak punya hubungan diplomatik," katanya.
Menlu
menyebutkan bahwa kerja sama yang dijalin langsung oleh para aktor tersebut
juga hendaknya menjamin keamanan baik dari sisi tehnis, politis, hukum ataupun
pertahanan.
"Ada
kerja sama antara suatu lembaga penelitian dengan counter part mereka di AS
mengenai penelitian di bawah laut Banda, kesannya tehnis untuk ilmu
pengetahuan. Hal-hal ini kurang diperhatikan," katanya.
Menurut Menlu, kini di bidang politik dan
hubungan luar negeri Indonesia mempunyai lebih banyak aktor di tingkat
pemerintahan tidak hanya eksekutif yang mempunyai peran besar sekarang DPR RI
(legislatif), pemerintah daerah ataupun individual pun memiliki peran-peran
tertentu.
No comments:
Post a Comment