I. TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa (Cocos
nucifera) merupakan salah satu hasil pertanian Indonesia yang cukup
potensial. Hampir semua bagian dari tanaman tersebut dapat dimanfaatkan oleh
manusia. Banyak kegunaan yang dapat diperoleh dari kelapa dan salah satu cara
untuk memanfaatkan buah kelapa adalah mengolahnya menjadi minyak makan atau
minyak goreng. Produk kelapa yang paling berharga adalah minyak kelapa, yang
dapat diperoleh dari daging buah kelapa segar atau dari kopra (Suhardiyono,
1995).
Buah
kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih sebesar kepala
manusia. Buah terdiri dari sabut (ekskarp dan mesokarp), tempurung (endocarp),
daging buah (endosperm) dan air buah
(Ketaren, 1986).
Berdasarkan
kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan menjadi minyak asam laurat,
karena kandungan asam lauratnya paling banyak dibandingkan dengan asam lemak
yang lain yaitu 44-52%. Berdasarkan ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan
bilangan iod (iodine value) minyak
kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan
non drying oils karena mempunyai bilangan iod kurangdari 90 yaitu 7,5-10
(Darwis dan Tarigans 1990 dalam Surjadi et
al, 1995).
Tabel
1. komposisi kimia daging buah kelapa pada berbagai tingkat kematangan
Analisis
(dlm 100 g)
|
Buah
muda
|
Buah
½ tua
|
Buah
tua
|
Kalori
(kal)
|
68,0
|
180,0
|
359,0
|
Protein
(g)
|
1,0
|
4,0
|
3,4
|
Lemak
(g)
|
0,9
|
13,0
|
34,7
|
Karbohidrat
(g)
|
14,0
|
10,0
|
14,0
|
Kalsium
(mg)
|
17,0
|
8,0
|
21,0
|
Fosfor
(mg)
|
30,0
|
35,0
|
21,0
|
Besi
(mg)
|
1,0
|
1,3
|
2,0
|
Vitamin
A (I. U)
|
0,0
|
10.0
|
0,0
|
Thiamin
(mg)
|
0,0
|
0,5
|
0,1
|
Vitamin
C (mg)
|
4,0
|
4,0
|
2,0
|
Air
(g)
|
83,3
|
70,0
|
46,9
|
Bagian
yang dpt dimakan
|
53,0
|
53,0
|
53,0
|
Minyak
Kelapa
Minyak
kelapa adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan asam
lemak. Trigliserida itu terdiri dari 96%
asam lemak. Menurut Woodroof (1979),
kandungan asam-asam lemak utama di dalam minyak kelapa adalah laurat 45%,
miristat 18%, palmitat 9,5%, oleat 8,2%, kaprilat 7,8%, kaprat 7,6%, dan
stearat 5%.
Tabel 2. komposisi asam
lemak minyak kelapa
Asam
lemak
|
Rumus
kimia
|
Jumlah
(%)
|
Asam
lemak jenuh
|
||
As.
Kaproat
|
C5H11COOH
|
0,0-0,8
|
As.
Kaprilat
|
C7H17COOH
|
5,5-9,5
|
As.
Kaprat
|
C9H19COOH
|
4,5-9,5
|
As.
Laurat
|
C11H23COOH
|
44,0-52,0
|
As.
Miristat
|
C13H27COOH
|
13,0-19,0
|
As.
Palmitat
|
C15H31COOH
|
7,5-10,5
|
As.
Stearat
|
C17H35COOH
|
1,0-3,0
|
As.
Arachidat
|
C19H39COOH
|
0,0-0,4
|
Asam
lemak tak jenuh
|
||
As.
Palmitoleat
|
C15H29COOH
|
0,0-1,3
|
As.
Oleat
|
C17H33COOH
|
5,0-8,0
|
As.
Linoleat
|
C17H33COOH
|
1,5-2,5
|
Sumber: Thieme (1968) dalam Ketaren (1986).
Ketaren
(1986) menyatakan bahwa warna coklat pada minyak kelapa yang mengandung protein
dan karbohidrat bukan disebabkan oleh zat warna alamiah, tetapi reaksi browning
yang terjadi antara senyawa karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dan
asam amino pada suhu tinggi. Warna pada
minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya. Pada pengolahan minyak menggunakan uap panas,
maka warna kuning yang disebabkan oleh karoten akan mengalami degradasi.
Mutu
minyak kelapa ditentukan oleh sifat fisik dan kimianya. Mutu minyak kelapa yang
dihasilkan tergantung dari mutu bahan dasar dan cara pengolahannya. Menurut
Suhardiono (1995), mutu minyak kelapa ditentukan dalam Standar Industri
Indonesia dengan persyaratan seperti pada tabel 3.
Tabel 3. Mutu minyak
kelapa berdasarkan Standar Industri Indonesia
Kadar
air
|
Maksimal
0,5
|
Kotoran
|
Maksimal
0,5%
|
Angka
iod (mg iod/g sampel)
|
8-10,0
|
Angka
penyabunan (mg KOH/g sampel)
|
255-265
|
Angka
peroksida (mg O2/g sampel)
|
Maksimal
5,0
|
Asam
lemak bebas (sbg asam laurat)
|
Maksimal
5%
|
Warna
dan bau
|
Normal
|
Kandungan
logam berbahaya
|
Tidak
ada
|
Pembuatan
Minyak Kelapa
Pengolahan minyak kelapa
dapat dilakukan secara tradisional ataupun modern. Minyak hasil pembuatan secara tradisional
disebut minyak klentik. Dalam pengolahan
minyak kelapa dikenal 3 metode, yaitu metode basah, ekspresi (tekanan) dan
ekstraksi minyak dengan solvent. (Palungkun, 1992)
Proses
untuk membuat minyak kelapa dari buah daging kelapa segar dikenal dengan proses
basah, karena pada proses ini ditambahkan air untuk mengekstraksi minyak. Sedangkan pembuatan minyak kelapa dengan
bahan kopra dikenal dengan proses kering (Suhardiyono, 1995). Selain itu ada juga pembuatan minyak dengan
cara ekstraksi dengan menambahkan suatu pelarut, misal heksana, heptana,
sikloheksana, dan sebagainya. Cara ini
membutuhkan peralatan yang relative mahal dengan pengamatan yang cukup teliti
(Suhardiman, 1987).
Menurut
Ketaren (1986), rendering merupakan cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan
yang mengandung minyak dengan kandungan air yang tinggi. Pada cara rendering
penggunaan panas adalah hal yang spesifik yang bertujuan untuk menggumpalkan
protein pada dinding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut
sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya.
Pembuatan
minyak secara enzimatis pada prinsipnya adalah pengrusakan protein yang
menyelubungi globula lemak menggunakan enzim proteolitik. Enzim yang dimaksud adalah enzim yang
dihasilkan oleh mikroorganisme dan tanaman yang digunakan sebagai
inokulum. Pemakaian enzim dalam
pembuatan minyak kelapa belum banyak dilakukan di masyarakat. Namun secara laboratorium penelitian
pembuatan minyak secara enzimatis atau fermentasi sudah dilakukan dan
memberikan hasil yang relatif baik dibandingkan pembuatan minyak kelapa dengan
cara ekstraksi. Keuntungan lain rendemen
lebih banyak, pembuatannya relatif lebih singkat dan sederhana (Anggraeni dan
Dhalimi, 1993).
Fermentasi
adalah suatu reaksi oksidasi reduksi dalam system biologi yang menghasilkan
energi, dimana donor dan aseptor adalah senyawa organic. Senyawa organic yang biasa digunakan adalah
zat gula. Senyawa tersebut akan diubah
oleh reaksi dengan katalis enzim menjadi senyawa lain, misalnya aldehid dan
selanjutnya dioksidasi menjadi asam (Winarno dan Fardiaz, 1984).
Selama
dalam fermentasi akan terjadi penurunan pH akibat terbentuknya asam-asam. Apabila pH system mencapai titik isoelektrik
protein dalam santan yaitu pada kisaran pH 3,8-3,9 maka protein akan mengendap
dan sistem emulsi akan rusak. Emulsi
tersebut akan terpisah menjadi 3 bagian, yaitu minyak, koagulan protein, dan
air. Untuk memisahkan minyak, air dan proteinnya maka dilakukan pemanasan
singkat (Tazar et al, 1998 dalam Setyawati et al, 2001
Pembuatan
Minyak Kelapa Secara Enzimatis
Pembuatan
minyak kelapa secara enzimatis dapat dilakukan secara basah atau kering dengan
beberapa modifikasi. Pembuatan minyak kelapa secara enzimatis dengan metode
basah pada prinsipnya sama dengan cara ekstraksi. Kelapa yang relatif tua
diparut kemudian dibuat santan. Santan yang diperoleh kemudian ditambah enzim
sebagai pemecah emulsi minyak yang pada cara ekstraksi umumnya menggunakan
energi panas. Dilakukan pemeraman (fermentasi) sekitar 24 jam. Kemudian
dilakukan pemisahan antara minyak dan air atau dengan melakukan pemasakan 10-15
menit, sehingga dihasilkan minyak dan blondo (Srikandi et al, 1995 dalam
Erminawati, 1999).
Garis besar pembuatan minyak kelapa dengan
metode kering adalah buah kelapa relatif tua dibuang kulit dan airnya,
selanjutnya diparut dan ditimbang. Ditambahkan enzim inokulum, dicampur sampai
homogen dan dimasukkan dalam wadah untuk selanjutnya diinkubasi. Hasil inkubasi
dijemur selama kurang lebih 6 jam dengan pembalikan setiap jam. Kelapa parut
yang sudah kering dimasukkan dalam kain saring untuk selanjutnya dipres. Minyak
yang dihasilkan kemudian disaring (Susanto dan Saneto, 1994).
No comments:
Post a Comment