Untuk mewujudkan organisasi belajar, harus dilakukan
pemelajaran dan pembelajaran organisasi. Pembelajaran organisasi (Organizational Learning) membutuhkan
perubahan yang bukan hanya continuous
improvement, namun bila perlu dapat dilakukan perubahan dramatik bahkan discruptive. Yang memang telah banyak
digunakan dan berisiko minimal adalah dengan mengadakan perbaikan secara
terus-menerus dan berkesinambungan (continuous
improvement). Namun, ada pihak yang merasa proses perubahan tersebut
memakan waktu lama dan membutuhkan kesabaran. Cara lain yang dapat dilakukan
dalam mengadakan pembelajaran adalah cara yang dramatik, misalnya dengan downsizing yaitu tipe perubahan
organisasi yang paling descruptive dan
dramatic, di mana pimpinan harus
merupakan yang berpengalaman (dalam T. Hani Handoko 2004: 61). Namun, downsizing merupakan deskripsi yang
tidak mencukupi bagi perubahan-perubahan yang merupakan pengalaman organisasi. Ada tiga hal yang
tercakup di dalamnya, yaitu reduction,
restructuring, dan reorganizing yang
masing-masing merupakan kegiatan yang nyata dan sangat jarang dilakukan tanpa
bentuk reorientasi organisasi lainnya.
Downsizing
didefinisikan sebagai keputusan manajemen yang disengaja untuk mengurangi
tenaga kerja yang digunakan untuk memperbaiki kinerja organisasi. Definisi downsizing juga mengacu pada pengurangan
organization’s work force size. Downsizing
juga merupakan konsep atau metode alternatif untuk mengadakan pengurangan,
seperti pengurangan jam kerja, pekerjaan, pemborosan, dan penggambaran ulang.
Menurut Cameron et al. (1991),
penggunaan strategi pengurangan work
force akan mengurangi kinerja organisasi. Namun, penggunaan organization redesign dan atau systemic change strategy berhubungan
secara positif pada kinerja organisasi yang berkaitan pada pengurangan biaya
dan continuous improvement.
Menurut Palmer (dalam
T. Hani Handoko, 2004) , ada dua fokus downsizing
yang harus diperhatikan yaitu adanya asumsi bahwa akibat negatif downsizing dapat dikurangi bila proses
dikelola dengan tepat, dan hubungan antara downsizing
dan strategi mencakup adanya asumsi bahwa pengurangan biaya melalui penggunaan downsizing merupakan solusi bagi
berbagai masalah dalam organisasi yang gemuk dan malas. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa downsizing dapat
berhasil dengan baik dalam suatu organisasi yang dikelola secara baik dan
profesional dengan memperhatikan banyaknya karyawan yang efektif dan efisien.
Dengan kata lain, jika program downsizing
telah masuk dalam perencanaan strategik dan diterapkan secara baik dan benar,
maka manfaat besar akan dicapai organisasi.
Menurut Cameron, ada tiga pendekatan dalam downsizing, yaitu: a Workforce Reduction Strategy yang memfokuskan pada pengurangan
hitungan terbesar dalam organisasi, An
Organization Redesign Strategy, yang melibatkan elemen-elemen penundaan,
pengurangan pekerjaan, dan job redesign, sehingga jumlah pekerjaan berkurang
seperti pengurangan benyaknya hitungan terbesar dalam organisasi dan The Systemic Change Strategy, yang
memang disengaja untuk mempromosikan perubahan yang lebih mendasar yang
berdampak pada budaya organisasi melalui keterlibatan karyawan dan taat pada
strategi continuous improvement atau
kaizen dalam bahasa jepang. Dari ketiga pendekatan tersebut tampak bahwa downsizing diterapkan semata-mata
melalui pengurangan hitungan terbesar organisasi atau kombinasi satu atau lebih
strategi lain yang mengurangi banyaknya pekerjaan yang dilakukan. Selain itu, downsizing juga dilakukan untuk
mendukung perubahan struktur dan budaya organisasi. Karena itulah salah satu
dampak dari downsizing adalah
berubahnya struktur organisasi, visi misi, tujuan organisasi dimana kesemuanya
itu akan berimbas pada kinerja organisasi mewujudkan tujuan organisasi yang
telah ditetapkan sebelumnya.
No comments:
Post a Comment