Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur
Jenderal Pajak atas:
a.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT);
b.
Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Keberatan terhadap
SPPT dan SKP harus diajukan masing-masing dalam satu tahun Surat Keberatan
tersendiri untuk setiap tahun pajak.
Wajib Pajak dapat
mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP dalam hal:
a.
Wajib pajak menganggap luas objek bumi dan/atau bangunan,
klasifikasi atau Nilai Jual Objek bumi dan/atau bangunan yang tercantum dalam
SPPT atau SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
b.
Terdapat perbedaan penafsiran undang-undang dan peraturan
perundang-undangan antara wajib pajak dengan fiscus.
Keberatan diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan menyatakan alasan
secara jelas. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3(tiga) bulan sejak
tanggal diterimanya SPPT atau SKP oleh wajib pajak, kecuali apabila wajib pajak
dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di
luar kekuasaanya. Apabila ternyata batas waktu 3(tiga) bulan tersebut tidak
dapat dipenuhi oleh wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaanya (force major), maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
masih dapat mempertimbangkan dan meminta wajib pajak untuk melengkapi
persyaratan tersebut dalam batas waktu tertentu.
Tanda terima Surat
Keberatan yang diberikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat atau sejenisnya
merupakan tanda bukti penerimaan Surat
Keberatan tersebut bagi kepentingan wajib pajak, apabila diminta oleh
wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan Direktur
Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan pajak.
Pengajuan keberatan
tidak menunda kewajiban membayar pajak. Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dalam
jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal
surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan. Sebelum
surat keputusan diterbitkan, wajib pajak dapat menyampaikan alasan tambahan
atau penjelasan tertulis.
Keputusan Kepala
Kantor Wilayah Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan atas keberatan dapat pula berupa:
a.
Tidak
dapat menerima;
b.
Menolak;
c.
Menerima
seluruhnya atau sebagian;
d.
Menambah
besarnya jumlah pajak yang terutang.[1]
Kondisi akan terbalik menjadi tambah besar pajaknya apabila
bukti-bukti yang diajukan oleh wajib pajak ternyata ketika diadakan peninjauan
terhadap objek pajak di lapangan dan dibandingkan dengan data atau bukti
pembanding yang diperoleh dari instansi/pihak lain yang terkait ternyata menunjukkan adanya
peningkatan data objek pajak/nilai objek pajak, oleh karena itu data atau bukti yang dipakai sebagai bahan untuk membetulkan
data SPPT atau SKP adalah data setelah adanya peningkatan tersebut, sehingga
wajib pajak yang mengajukan keberatan
seperti ini besarnya pajak yang terhutang akan bertambah.
Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan
sebagaimana dalam surat
ketetapan pajak, wajib pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan
ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan telah lewat dan Direktur Jenderal
Pajak tidak meberi suatu keputusan, maka keberatan tersebut diterima. Ketentuan
ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, bagi wajib pajak yaitu bila
dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal diterimanya surat keberatan, Dirjen
Pajak tidak memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan berarti keberatan
sudah diterima.
Pasal 15 dan 16 UU Nomor 12 Tahun 1994 disebutkan adanya hak yang diberikan kepada
wajib pajak berupa keberatan atas besarnya pajak, dan atas keberatan putusan
pajak tersebut yang diberikan oleh
Dirjen Pajak kepada Wajib Pajak dan Wajib Pajak merasa tidak puas, maka Wajib
Pajak diberi kesempatan untuk mengajukan banding.
Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk Surat
Keberatan yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib
Pajak dengan disertai alasan-alasan dan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.
Diajukan
tertulis dalam Bahasa Indonesia;
2.
Mengemukakan
jumlah pihak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau
jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang
menjadi dasar penghitungan;
3.
1
(satu) Surat Keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak,
untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
4.
Wajib
Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah
yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
5.
Diajukan
dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemotongan atau pemungutan
pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib
Pajak (force majeur);dan
6.
Surat
Keberatan ditanda tangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat
keberatan ditanda tangani oleh bukan Wajib Pajak, surat
keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat
kuasa khusus.[2]
Wajib Pajak ketika mengajukan keberatan atas surat ketetapan
pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan hasil akhir
pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.
Surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib
Pajak belum memenuhi persyaratan, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan
melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan.
Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan
bukan merupakan surat
keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan
Keberatan. Pembukuan,
catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat
pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali
pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada pada
pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan sejak tanggal surat
Keberatan diterima, harus memberi keputusan.
Keputusan
Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
1.
Mengabulkan
seluruhnya;
2.
Mengabulkan
sebagian;
3.
Menolak;
4.
Menambah
besarnya jumlah bpajak yang masih harus dibayar.[3]
Jika dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah
terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan
Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur
Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan Keberatan
Wajib Pajak.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada
badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Putusan Pengadilan Pajak
merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
Permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak
Surat Keputusan Keberatan diterima, dengan cara:
1.
Tertulis
dalam bahasa Indonesia;
2.
Mengemukakan alasan-alasan yang jelas;
Jumlah pajak yang
yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak
yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan, apabila permohonan
banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak
berdasarkan Putusan Banding dikurang dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
No comments:
Post a Comment