Monday, April 23, 2012

Keberatan Dan Banding dalam Pajak


Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas:
a.       Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT);
b.      Surat Ketetapan Pajak (SKP).
Keberatan terhadap SPPT dan SKP harus diajukan masing-masing dalam satu tahun Surat Keberatan tersendiri untuk setiap tahun pajak.
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP dalam hal:
a.       Wajib pajak menganggap luas objek bumi dan/atau bangunan, klasifikasi atau Nilai Jual Objek bumi dan/atau bangunan yang tercantum dalam SPPT atau SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
b.      Terdapat perbedaan penafsiran undang-undang dan peraturan perundang-undangan antara wajib pajak dengan fiscus.
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan menyatakan alasan secara jelas. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3(tiga) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP oleh wajib pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaanya. Apabila ternyata batas waktu 3(tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh wajib pajak karena keadaan di luar kekuasaanya              (force major), maka Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan masih dapat mempertimbangkan dan meminta wajib pajak untuk melengkapi persyaratan tersebut dalam batas waktu tertentu.
Tanda terima Surat Keberatan yang diberikan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat atau sejenisnya merupakan tanda bukti penerimaan Surat  Keberatan tersebut bagi kepentingan wajib pajak, apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dalam jangka waktu paling lama       12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan. Sebelum surat keputusan diterbitkan, wajib pajak dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktur Jenderal Pajak atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas keberatan dapat pula berupa:
a.       Tidak dapat menerima;
b.      Menolak;
c.       Menerima seluruhnya atau sebagian;
d.      Menambah besarnya jumlah pajak yang terutang.[1]
Kondisi akan terbalik menjadi tambah besar pajaknya apabila bukti-bukti yang diajukan oleh wajib pajak ternyata ketika diadakan peninjauan terhadap objek pajak di lapangan dan dibandingkan dengan data atau bukti pembanding yang diperoleh dari instansi/pihak lain yang terkait ternyata menunjukkan adanya peningkatan data objek pajak/nilai objek pajak, oleh karena itu data  atau bukti yang dipakai sebagai bahan untuk membetulkan data SPPT atau SKP adalah data setelah adanya peningkatan tersebut, sehingga wajib pajak yang mengajukan keberatan seperti ini besarnya pajak yang terhutang akan bertambah.
Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan sebagaimana dalam surat ketetapan pajak, wajib pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah lewat dan  Direktur Jenderal Pajak tidak meberi suatu keputusan, maka keberatan tersebut diterima. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, bagi wajib pajak yaitu bila dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal diterimanya surat keberatan, Dirjen Pajak tidak memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan berarti keberatan sudah diterima.
Pasal 15 dan 16 UU Nomor 12 Tahun 1994 disebutkan adanya hak yang diberikan kepada wajib pajak berupa keberatan atas besarnya pajak, dan atas keberatan putusan pajak tersebut  yang diberikan oleh Dirjen Pajak kepada Wajib Pajak dan Wajib Pajak merasa tidak puas, maka Wajib Pajak diberi kesempatan untuk mengajukan banding.
Pengajuan keberatan yang dituangkan dalam bentuk Surat Keberatan yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan dan harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1.      Diajukan tertulis dalam Bahasa Indonesia;
2.      Mengemukakan jumlah pihak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan;
3.      1 (satu) Surat Keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
4.      Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
5.      Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force majeur);dan
6.      Surat Keberatan ditanda tangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal surat keberatan ditanda tangani oleh bukan Wajib Pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.[2]

Wajib Pajak ketika mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan hasil akhir pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. 
Surat keberatan yang disampaikan oleh Wajib Pajak belum memenuhi persyaratan, Wajib Pajak dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 (tiga) bulan. Surat keberatan yang tidak memenuhi persyaratan bukan merupakan surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan dan tidak diterbitkan Surat Keputusan Keberatan. Pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatan, kecuali pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain tersebut berada pada pihak ketiga dan belum diperoleh Wajib Pajak pada saat pemeriksaan.
Direktorat Jenderal Pajak dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan.
Keputusan Direktorat Jenderal Pajak dapat berupa:
1.      Mengabulkan seluruhnya;
2.      Mengabulkan sebagian;
3.      Menolak;
4.      Menambah besarnya jumlah bpajak yang masih harus dibayar.[3]
Jika dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jenderal Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan Keberatan Wajib Pajak.
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
Permohonan banding diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima, dengan cara:
1.      Tertulis dalam bahasa Indonesia;
2.      Mengemukakan alasan-alasan yang jelas;
3.      Melampirkan salinan Surat Keputusan Keberatan.[4]
Jumlah pajak yang yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan, apabila permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurang dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.


[1] Mardiasmo,Op,Cit, hal 328.
[2] Ibid. hal.45.
[3] Ibid. hal.46.
[4] Ibid. hal.47.

No comments:

Post a Comment