Friday, April 13, 2012

PENYAKIT YANG MELANDA PERBANKAN; HUKUM PERBANKAN


PENYAKIT YANG MELANDA PERBANKAN
           
Penyakit yang mengusik masyarakat dewasa ini adalah apakah dunia perbankan  kita cukup tangguh dalam menyongsong  era pasar bebas dan  globlalisasi?.
Masalah bagi sektor perbankan saat ini masih di bayang bayangi oleh penyakit sebagai berikut :
Pertama; sampai dengan April 1996 lalu,jumlah total macet  sudah mencapai Rp9.028 triliyun. Angka kredit macet total kredit perbankan yang disalurkan mencapai  3,19 persen. Hanya  saja perlu diwaspadai bahwa ada kredit diragukan sebesar12,811triliyun(sekitar 4.53 persen dari kridit perbankan total), yang dapat menjadi macet apabila kredit itu tidak memiliki  agunan yang dan penyelesainya berlarut larut.Uniknya 70,7 persen kredit macet  berada di kelompok bank pemerintah dan 17,26 persen berada di bank swasta nasional.(Sudrajat Kuncoro, 1998-394)                            
            Timbul pertanyaan benarkah rendahnya kinerja bank-bank, sebagaimana dilaporkan oleh info Bank edisi juli 1996,semata-mata bersumber dari tingkat kredit macet yang disandangnya?. Barang kali terlalu pagi bila kita menyimpulkan peryataan tersebut di atas. Bila kita menyimak lebih mendalam, hampir seluruh perbankan mengalami masalah kredit macet. Masalah ini ibarat semacam bisul dalam tubuh  perbankan. Bila bisul itu masih kecil tidak akan mengganggu kinerja  kesehatan perbankan, akan tetapi bisul itu mulai membengkak /membesar  menimbulkan rasa sakit hingga seluruh tubuh susah untuk bergerak,baru Dokter biasanya mendiagnosis bisul tersebut harus dipotong atau harus dibuang.
            Rendahnya  kinerja bank-bank pemerintah besar kemungkinan karena struktur perbankan Indonesia sudah banyak berubah. Pangsa pasar bank pemerintah dalam hal menarik dana  dan menyalurkan kredit banyak beralih ke bank-bank swasta  yang dengan kreatif menawarkan berbagai hadiah dan fasilitas. Adapun rendahnya kinerja bank milik konglomerat terutama dilanggarnya ketentuan BMPK      (Batas Maksimum Pemberian Kridit). Bahkan tidak rahasia lagi banyak konglomerat mendirikan bank untuk membiyai aktivitas anak dan cucu perusahaan sendiri (Kwik Kian Gie 1993).
Masalah kedua yang  harus dicermati bahwa dunia perbankan adalah masih banyak bank yang belum memenuhi prinsip kehati-hatian (prudential banking  management). Hal ini bisa dibuktikan ada lebih 70 an bank yang melanggar BMPK dan ini terjadi di perbankan swasta. Oleh karena itu Bank Pembangunan Daerah Cabang Purwokerto marilah kita mengunakan  prudential banking management agar supaya tidak melanggar kriteria CAR (Capital Adequacy ratio) dan melanggar ketentuan LDR (Loan to Deposit  ratio).
Masalah ketiga porsi KUK Perbankan nasional terhadap jumlah kredit  diluncurkan tidak pernah mencapai angka 20 persen dan penyaluran KUK masih terpusat di Pulau Jawa bisa dipahami apabila para pengusaha kecil menuduh bahwa  bank-bank hanya melayani  “si besar” dan menghindari pengusaha kecil. (Studi Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil UGM 1996), memang yang dikeluhkan  permasalahannya  bagi pengusaha kecil yaitu masalah agunan  dan prosudur yang dinilainya terlalu berbelit-belit. Hal inilah menimbulkan tidak adanya kemajuan dari pengusaha kecil. Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional sebagaimana diamanatkan dalam GBHN 1993. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. Namun disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, ketrampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirauasahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber daya manusia ini mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara spesifik, masalah dasar yang dihadapi pengusaha kecil adalah :
Pertama,kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbasar pangsa pasar.
Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan.
Ketiga, kelemahan dibidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia.
Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran).
Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang mematikan.
Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kuranganya kepercayaan masyarakat serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
            Secara garis besar, tantangan yang dihadapi pengusaha kecil dapat dibagi dalam dua kategori : pertama bagi PK dengan omsetkurang dari RP 50 juta umumnya tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi meraka, umumnya asal dapat berjualan dengan aman sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal yang basar untuk ekspansi produksi; biasanya modal yang diperlukan sekadar membantu kelancaran cashlow saja. Bisa dipahami bila kredit dari BPR-BPK, BKK, TPSP ( Tempat Pelayanan Simpan Pinjam – KUD ) amat membantu modal kerja meraka.
            Kedua, bagi PK dengan omset antara Rp 50 Juta hingga Rp 2 milyar, tantangan yang dihadapi jauh lebih komplek. Umumnya mereka mulai memikirkan untuk melakukan ekspansi uasaha lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, urutan prioritas permasalahan yang dihadapi oleh PK jenis ini adalah :
Pertama, masalah belum dipunyai sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan.
Kedua, masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman baik dari bank maupun modal ventura karena kebanyakan PK mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi.
Ketiga, masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam membuat pasar semakin ketat.
Keempat, masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan / grup bisnis tertentu dan selara konsumen cepat berubah.
Kelima , masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkualitas rendah, dan tingginya harga bahan baku.
Keenam, masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar eksport karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti.
Ketujuh, masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil.


HUKUM PERBANKAN



            Dewasa ini peningkatan kejahatan di perbankan sangat menonjol, hal ini bisa dilihat secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu perlu adanya penangakal yang seriuas untuk ditangani oleh pemerintah. Tindak pidana di perbankan pada dasarnya merupakan ancaman terhadap keamanan dari kesehatan sistem perbankan yang adpat menggangu sistem moneter yang merupakan kefatalan / gangguan pembangunan bagi negara berkembang.
            Kejahatan di perbankan termasuk kejahatan korporasi ( erime against corporation ), yang pada hakekatnya kejahatan konvensional,.
            Dalam menjalankan usaha perbankan apabila terjadi pelenggaran akan dikenakan sangsi hukum perbankan yaitu :
1.      Hukum administrasi
2.      Hukum publik
3.      Hukum privat

Bagi pelanggar yang menjalankan usaha perbankan akan dijerat dengan Dasar Hukum Perbankan yaitu :
1.      UU Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
2.      UU Nomor 10 tahun 1998 tentang penyempurnaan dari UU Nomor 7 tahun 1992
3.      UU Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Bagi pengelola Bank berdasrkan UU nomor 7 tahun 1992 jo UU nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yaitu :
1.      Menentukan Bank dan pihak terafiliasi wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah menyimpan dan simpanannya ( Pasal 40 )
2.      Pemberian informasi mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.


Kecuali :
a.       Untuk kepentingan perpajakan atas permintaan Menteri Keuangan ( Pasal 41)
b.      Untuk menyesaikan piutang Bank atas permintaan Badan Urusan Piutang dan lelang Negara / panitian urusan Piutang negara ( Ps 41 A ).
c.       Untuk kepentingan peradilan perkara pidana ( Ps 42 ) yaitu ;
  1. Dalam tingkat penyelidikan atas permintaan kepala kepolisian RI
  2. Dalam tingkat penyelidikan / penuntutan atas permintaan Mahkamah.
  3. Dalam tingkat penyidikan atas permintaan Jaksa Agung.
d.      Dalam perkara perdata antara Bank dan nasabah ( Ps 43 )
e.       Dalam tukar menukar informasi antara bank ( Ps 44 )
f.        Atas permintan / persetujuan dari nasabah penyimpan secara tertulis.

Keterangan :     -   Untuk point a – c harus ijin dari BI
-         Pembrian informasi selain yang dituntut point  a – f dianggap suatu pelanggaran tentang “ Rahasia Bank “

Tindak Pidana :
Berdasarkan UU Nomor 7 / 92 jo UU no 10 / 98
1.      Setiap orang / Badan Hukum dilarang.
-         Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa ijin dari pimpinan BI.
-         Ancaman pidana : penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun atau denda minimal 10 M dan maksimal 200 M ( Ps 47 )

2.      Setiap orang dilarang
-         Setiap orang / subyek tanpa adanya perintah terncana / ijin dari pimpinan bank / pihak terafiliasi memberikan keterangan tentang penyimpanan beserta simpananya.
-         Ancaman pidana : penjara minimal 2 tahun dan maksimal 4 tahun dan denda minimal 10 M dan Maksimal 200 M ( Ps 47 )
3.      Perbuatan yang dilarang bagi :
-         Anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank atau pihak terafiliasi : dengan sengaja memberikan keterangan tentang nasabah penyimpan dan simpanannya.
-         Ancaman pidana : penjara minimal 2 tahun dan maksimal 4 tahun dan denda minimal 4 M dan maksimal 8 M (Ps 40 ), serta ditambah pasal 47 A.
-         Perbuatan yang dilarang : dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipengaruhi.
-         Ancaman pidana : Minimal 2 tahun dan maksimal 7 tahun dan denda minimal 4 M dan maksimal 15 M.
4.      Perbuatan yang dilarang oleh : Anggota dewan Komisaris, direksi atau pegawai bank dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi didalam pasal 30 yaitu :
a.       Menyampaikan laporan kepada BI mengenai usahanya.
b.      Memberikan kesempatan pemeriksaan buku – buku dan berkas – berkas tas permintaan BI.
Pasal 34 yaitu :
a.       Menyampaikan perhitungan rugi / laba tahunan
b.      Neraca rugi / laba yang diaudit akuntan publik.
Perbuatan yang dilarang yaitu : lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi seperti didalam ayat 1 .
Ancaman pidananya : kurungan minimal 1 tahun dan maksimal 2 tahun dan denda minimal 1 M dan maksimal 2 M. ( Ps 48 )
5.      Perbuatan yang dilarang oleh : Anggota dewan Komisaris, direksi atau pegawai bank  :
a.       Membuat atau menyebabkan adanya pencatatan  palsu dalam pembukuan / laporan, dokumen / laporan kegiatan / laporan transaksi / rekening suatu bank.
b.      Menghilangkan / tidak memasukkan / menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan / laporan / dokumen / laporan kegiatan usaha / laporan transaksi laporan suatu abnk.
c.       Mengubah, mengkaburkan, menyembunyikan/ menghilangkan data dalam pembukuan / dokumen / laporan transaksi / rekening suatu bank atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyebunyikan/ merusak catatan pembukuan.
Ancaman pidana : Penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun / denda minimal 10 M dan maksimal 200 M ( Ps 49 )
6.      Perbuatan yang dilarang oleh : Anggota Dewan komisaris, direksi atau pegawai bank :
a.       Meminta, menerima, mengijinkan / menyetujui untuk menerima imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang/ barang berharga guna u8ntuk kepentingan pribadi atau keluarganya didalam melaksanakan tugas pemberian kredit atau dalam rangka pembelian / pendiskontoan oleh bank atas surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang dan bagi orang untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi pata kredit pada bank.
b.      Apabila tidak melaksanan langkah – langkah yang diperlukan untuk ketaatan bank didalam UU ini / ketentuan per Undang – undanga yang berlaku bagi Bank.
Ancaman Pidana : penjara minimal 3 tahun maksimal 8 tahun an denda minimal 5 M dan maksimal 100 M ( Ps 49 ).
7.      Perbuatan yang dilarang pihak terafiliasi, dengan sengaja tidak melaksnakan langkah – langkah yang diperlukan untuk emastikan ketaatan didalam ketentuan UU ini dan peraturan perudang – undangan lannya yang berlaku bagi bank.
Ancaman pidana : penjara minimal 3 tahun dan maksimal 8 tahun serta denda minimal 5 M dan maksimal 100 M ( Ps 50 ).
8.      Perbuatan yang dilarang bagi pemegang saham, dengan sengaja menyuruh dewan komisaris, direksi, atau pegawai bank untuk melakukan / tidak melakukan perbuatan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah – langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank dalam UU ini dan ketentuan perundang – undangan lainnya yang berlaku bagi bank.
Ancaman pidana : penjara minimal 7 tahun dan maksimal 15 tahun serta denda minimal 10 M dan masimal 200 M ( Ps 50 A ).
9.      Bank Indonesia dapat menjatuhkan sangsi administrastif kepada Bank yang tidak memenuhi kebutuhannya. Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut ijin usaha dari bank yang bersangkutan.
Sangsi administratif yang diberikan BI berupa :
a.       Denda
b.      Teguran tertulis
c.       Penurunan tingkat kesehatan Bank
d.      Larangan untuk turut serta dalam kegiatan clering.
e.       Pembekuan  usaha tertentu, baik untuk kamtor cabang maupaun untuk bank keseluruhan.
f.        Pemberhentian pengurus bank dan dapat menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai rapat umum pemegang saham dengan persetujuan BI .
g.       Pencantuman anggota pengurus, pegawai bamk, pemegang saham, dalam daftar orang tercela di bidang perbankan.







                                             BAB. I.
                                PENDAHULUAN 

1. Latar Belakang
       Sistem administrasi pemerintahan daerah di Indonesia ditandai oleh dua perkataan yaitu dekosentrasi dan desentralisasi. Dekosentrasi ialah administrasi daerah dan fungsi pemerintahan di daerah yang dilaksanakan oleh perangkat pemerintah pusat. Sedangkan Desentralisasi ialah fungsi pemerintahan tertentu dan kekuasaannya untuk mengambil keputusan tertentu dilimpahkan kepada pemerintah daerah yang mencakup lembaga perwakilan yang dipilih. Dari kedua sistem ini berjalan seiring dalam melaksanakan fungsi masing-masing tiap-tiap daerah. Koordinasi antara kedua sistem ini dilakukan melalui kepala daerah, yang memiliki dua fungsi yakni serentak selaku kepala daerah pemerintah daerah dan wakil pemerintah pusat di wilayah bersangkutan.
       Sistem pemerintah daerah di Indonesia dewasa ini diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999. Oleh karena itu pemerintahan daerah di Indonesia bersifat berjenjang hal ini perlu disadari seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Berbeda dengan negara federal ( Amerika Serikat) tempat tiap-tiap negara bagian bebas dan berdiri sendiri dalam pemerintahannya. Sedangkan di Indonesia walaupun berbeda dari sudut budaya, agama iklim, keadaan tanah dan hasil tambang, sumber alam dan keuangan daerah tapi mempunyai hubungan yang erat dalam persatuan nasional untuk pelaksanaanya.
        Hubungan ini menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu pemerintah dan pembagian sumber penerimaan untuk mencukupi kebutuhan yang ada di daerah. Tujuan utama hubungan ini ialah mencapai perimbangan antara berbagai pembagian, bagaimana agar potensi dan sumberdaya masing-masing daerah sesuai. Lebih luas lagi, hubungan pusat daerah menyangkut pembagian kekuasaan dalam pemerintah. Hak mengambil keputusan mengenai anggaran. Hubungan keuangan pusat dan daerah  mencerminkan tujuan politik yang mendasar karena peranannya dalam menentukan bobot kekuasaan dalam menentukan sistem pemerintahan.
Pertumbuhan sumber daya keuangan yang besar ini membuka kemungkinan mempercepat kepada pemerintahan daerah dalam melakukan pembangunan. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan diberlakukan mulai tanggal 1 Januari 2001 di Kabupaten Banyumas masih menggantungkan lebih besar bantuan dari pusat dibandingkan dengan propinsi dari anggaran rutin maupun anggaran pembangunan. Ketergantungan Kabupaten Banyumas dari pemerintah pusat dapat diperkirakan akan terus berlangsung, meskipun anggaran yang dihadapi oleh pemerintah pusat akan semakin sulit, oleh karena itu diperkirakan nantinya akan adanya penurun yang tajam apabila keadaan yang perekonomian tidak stabil. Dengan ketidak stabilan itu perlu adanya suatu kebijakan ekonomi nasional yang bersangkut paut tentang keuangan di Kabupaten/Kota. Salah satu kebijakan tentang pembenahan masalah perpajakan. Untuk pembenahan dengan menaikkan pajak bukanlah suatu pekerjaan yang sangat mudah bagi pemerintah Kabupaten/Kota.  
        Pemerintah Kabupaten/Kota, seperti lembaga-lembaga lain kadang-kadang perlu meminjam uang. Ada masanya dibutuhkan pimjaman jangka pendek untuk menutup kekurangan dana. Kekurangan dana biasanya terjadi bila penerimaan pajak dan bantuan tidak persis sama dengan pola pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Lebih penting lagi, pemerintah Kabupaten perlu memimjam uang agar dapat menanamkan modalnya dan membangun prasarana. Penanam modal seperti ini mungkin dalam kegiatan-kegiatan seperti mendirikan pasar, perumahan, terminal yang langsung menghasilkan penerimaan yang cukup bagi pemerintah Kabupaten/Kota akan lebih cepat. Untuk proyek-proyek seperti ini yang mampu menembus biaya sendiri keputusan-keputuan seperti ini tidak berbeda dari keputusan serupa di bidang usaha swasta. Karena itu untuk membiayai proyek-proyek bahwa peranan Perbankan sangat mendukung demi lancar kegiatan pembagunan yang di tingkat Kabupaten/Kota. Hal ini merupakan pilihan yang paling tepat untuk meminjam Bank Pembangunan Daerah yang khususnya menyediakan dana pinjaman untuk daerah Kabupaten/Kota. Peluang – peluang seperti inilah Bank Pembanguan Daerah akan berkiprah dalam rangka untuk mendukung pembangunan di tingkat Kabupaten /Kota.
      Dengan pelaksanaan otonomi daerah bahwa Bank Pembangunan Daerah sebagai Bank milik daerah sangat potensial sekali untuk menangkap peluang – peluang tersebut dan menyikapinya. Disini diharapkan bahwa Bank Pembangunan Daerah mampu memberikan pelayanan yang prima sesuai harapan masyarakat dan memberikan kredit untuk usaha-usaha yang produktif . Dari latar belakang tersebut penulis mengambil judul “ Strategi Penghipunan Dana PT.Bank BPD Jateng Cabang Purwokerto Pada Era Otonomi Daerah.

2. Pembatasan Masalah

         Hubungan keuangan pusat dan daerah menyangkut pembagian sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Hubungan ini menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu antara pemerintah pusat  dan pemerintah daerah serta pembagian sumber penerimaan guna untuk menutup pengeluaran-pengeluaran dalam melaksanakan kegiatan. Tujuan utama hubungan ini ialah untuk mencapai perimbangan antara berbagai pembagian, agar antara potensi dan sumberdaya masing-masing daerah sesuai dengan kondisinya. Maka dalam Undang-Undang Otonomi Daerah pasal 78 masalah keuangan daerah adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dan DPRD dibiyai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan  dan Belanja Daerah.
2.Penyelenggaraan tugas Pemerintah di Daerah dibiyai dari dan beban Pendapatan dan Belanja Daerah.(UU Otonomi Daerah,1999,40).

       Untuk mendukung dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah bagi pemerintah daerah diberi kewenangan  yang luas serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan-pelaksanaan di daerah. Kewenangan-kewenangan yang diberikan pada daerah yaitu masalah pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan daerah. Masalah perimbangan keuangan dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :








Tabel 1. Perimbangan Pendapatan Pusat dan Daerah.

Jenis Penerimaan

Pusat

Diolah

Keterangan

PBB
10%
90%
Bagian Pusat dibagikan ke Kabupaten dan Kota
Bea Perolahan Hak atas Tanah dan Bangunan
20%
80%

Pertambangan minyak bumi dari wilayah daerah
85 %
15%
Setelah dikurangi pajak
Pertambangan Gas alam dari wilayah daerah setempat
70%
30%

Kehutanan
20%
80%

---------------Sumber diolah dari UU Otonomi Daerah No. 22 Tahun 1999
 Menganalis dari tabel tersebut bahwa pemerintah daerah perlu menggali sumber-sumber dana yang ada di daerah  untuk meningkatkan pendapatan yaitu pendapatan asli daerah terdiri dari ;
 1.hasil pajak daerah
 2.hasil restribusi daerah.
3. hasil perusahaan milik daerah,hasil pengelolaan kekayaan daerah yang   dipisahkan
4. lain-lain pendapatn asli daerah yang sah.
b.dana perimbangan
c.pinjaman daerah
d.lain-lain pendapatan daerah yang sah.(UU Otonomi Daerah pasal 79,1999,40).
     Dengan adanya perimbangan keuangan daerah ,maka PT Bank BDP Cabang purwokerto  di daerah sangat mempnyai peluang yang sangat besar untuk menghimpun dana- dananya. Dana perimbangan seperti :
1.Bagian daerah dari penerimaan PBB
2.Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
3.Penerimaan dari sumber daya alam.
4.Dana Alokasi Umum
5.Dana Alokasi Khusus(UU 25 Perimbamgan keuangan anatar puasat dan Daerah, pasal 6,1999,107).
   Sedangkan sumber penerimaan dari yang diperoleh dari pendapatan asli daerah itu sendiri seperti :
1.      Hasil Pajak
2.      Hasil retribusi Daerah
3.      Hasil Perusahaan Milik Daerah,
4.      Hasil Pengolalaan kekayaan yang dupisahkan
5.      Lain-lain  yang sah.(UU 25 Perimbangan keuangan antara pussat dan daerah pasal 4,1999,106).Oleh karena itu bahwa PT Bank BPD Cabang Purwokerto harus berani mengambil Kebijakan.
Sebaiknya kebijakan yang diambil oleh PT Bank BPD Caabang Purwkerto dengan adanya Otonomi Daerah yang rasional.Apabila tidak berani kemungkinan PT Bank BPD Cabang Purwkerto akan mengalami pailit,karena dimasa-masa mendatang pada era globalisasi.
       Dengan adanya era globalisasi merupakan suatu tantangan bagi PT Bank BPD Cabang Purwokerto.Tantangan-tantangan yang dihadapi yaitu 1.masalah sumber daya manusia.
Sumber daya manusia kurang profisionalisme merupakan hambatan bagi perbankan.Oleha karena untuk meningkatkan sumber daya manusia yang profisionalisme sangat diperlukan adanya diklat-diklat guna untuk menunjang kelancaran tugasnya sehari-hari.
2.Pelayanan yang tidak efektif.
Di dalam melayani nasabah- nasabah harus mempunyai sikap yang dan jangan apatis.
3.masalah perkembangan tehnologi yang begitu cepat.
 Dengan cepatnya perkebangan tehnologi maka seluruh pengawai maupun karyawan diharapkan menguasai perkembanganya.

No comments:

Post a Comment