Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan
keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia
dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan
bentuk-bentuk interaksi
yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi
bias.
Dalam banyak hal, globalisasi
mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi, dan istilah ini sering
dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang
dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.
[sunting] Pengertian
Kata "globalisasi"
diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal.
Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekadar definisi kerja
(working definition), sehingga tergantung dari sisi mana orang
melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses
sejarah, atau
proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia
makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau
kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Mitos yang hidup
selama ini tentang globalisasi adalah bahwa proses globalisasi akan membuat
dunia seragam. Proses globalisasi akan menghapus identitas dan jati diri. Kebudayaan
lokal atau etnis
akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya global.
Anggapan atau jalan pikiran di
atas tersebut tidak sepenuhnya benar. Kemajuan teknologi komunikasi
memang telah membuat batas-batas dan jarak menjadi hilang dan tak berguna. John
Naisbitt (1988), dalam bukunya yang berjudul Global Paradox ini
memperlihatkan hal yang justru bersifat paradoks dari fenomena globalisasi.
Naisbitt (1988) mengemukakan pokok-pokok pikiran lain yang paradoks, yaitu
semakin kita menjadi universal, tindakan kita semakin kesukuan, dan berpikir
lokal, bertindak global. Hal ini dimaksudkan kita harus mengkonsentrasikan
kepada hal-hal yang bersifat etnis, yang hanya dimiliki oleh kelompok atau
masyarakat itu sendiri sebagai modal pengembangan ke dunia Internasional.
Di sisi lain, ada yang melihat
globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa
saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut
pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuknya yang
paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan
negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab,
globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan
berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama.
[sunting] Ciri globalisasi
Berikut ini beberapa ciri yang
menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia
Hilir mudiknya
kapal-kapal pengangkut barang antarnegara menunjukkan keterkaitan antarmanusia
di seluruh dunia
- Perubahan dalam konsep ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
- Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan eprdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
- Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
- Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial. Setiap beberapa ratus tahun dalam sejarah manusia, transformasi hebat terjadi. Dalam beberapa dekade saja, masyarakat telah berubah kembali baik dalam pandangan mengenai dunia, nilai-nilai dasar, struktur politik dan sosial, maupun seni. Lima puluh tahun kemudian muncullah sebuah dunia baru.
[sunting] Teori globalisasi
Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi,
terdapat tiga posisi teroritis yang dapat dilihat, yaitu:
- Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
·
Para globalis positif
dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan
bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan
bertanggung jawab.
·
Para globalis pesimis
berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal
tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat
(terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk
budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar
dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang
globalisasi (antiglobalisasi).
- Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos sematau atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
- Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.
[sunting] Sejarah globalisasi
Banyak sejarawan yang menyebut
globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan
bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam
hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila
ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal
perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang
dari Cina dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat
(seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang.
Fenomena
berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia menunjukkan telah
terjadinya globalisasi
Fase selanjutnya ditandai dengan
dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara
lain meliputi Jepang,
Cina, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika
Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping
membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama,
abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan
eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah
pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi
industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai
teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini,
seperti komputer
dan internet.
Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh
besar terhadap difusi
kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya industri
dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di
Indinesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka
berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika
Serikat, Unilever
dari Belanda, British
Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional
seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan
dan mendapat momentumnya ketika perang dingin
berakhir dan komunisme
di dunia runuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme
adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara
negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini
didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi
dan transportasi.
Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.
[sunting] Reaksi masyarakat
[sunting] Gerakan pro-globalisasi
Pendukung globalisasi (sering
juga disebut dengan pro-globalisasi) menganggap bahwa globalisasi dapat
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran ekonomi masyarakat dunia. Mereka
berpijak pada teori
keunggulan komparatif yang dicetuskan oleh David Ricardo.
Teori ini menyatakan bahwa suatu negara dengan negara lain saling bergantung
dan dapat saling menguntungkan satu sama lainnya, dan salah satu bentuknya
adalah ketergantungan dalam bidang ekonomi. Kedua
negara dapat melakukan transaksi pertukaran sesuai dengan keunggulan komparatif
yang dimilikinya. Misalnya, Jepang memiliki keunggulan komparatif pada produk kamera
digital (mampu mencetak lebih efesien dan bermutu tinggi) sementara Indonesia
memiliki keunggulan komparatif pada produk kainnya. Dengan teori ini, Jepang
dianjurkan untuk menghentikan produksi kainnya dan mengalihkan faktor-faktor
produksinya untuk memaksimalkan produksi kamera digital, lalu menutupi
kekurangan penawaran kain dengan membelinya dari Indonesia, begitu juga
sebaliknya.
Salah satu penghambat utama
terjadinya kerjasama diatas adalah adanya larangan-larangan dan kebijakan proteksi
dari pemerintah suatu negara. Di satu sisi, kebijakan ini dapat melindungi
produksi dalam negeri, namun di sisi lain, hal ini akan meningkatkan biaya
produksi barang impor sehingga sulit
menembus pasar
negara yang dituju. Para pro-globalisme tidak setuju akan adanya proteksi dan
larangan tersebut, mereka menginginkan dilakukannya kebijakan perdagangan bebas
sehingga harga barang-barang dapat ditekan, akibatnya permintaan akan
meningkat. Karena permintaan meningkat, kemakmuran akan meningkat dan begitu
seterusnya.
Beberapa kelompok pro-globalisme
juga mengkritik Bank Dunia dan IMF, mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya
mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu
koperasi atau perusahaan. Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan
jatuh ke tangan para diktator yang kemudian menyelewengkan dan tidak menggunakan
dana tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyatnya dalam lilitan hutang
negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran akan menurun. Karena tingkat
kemakmuran menurun, akibatnya masyarakat negara itu terpaksa mengurangi tingkat
konsumsinya;
termasuk konsumsi barang impor, sehingga laju globalisasi akan terhambat dan --
menurut mereka -- mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk dunia.
[sunting] Gerakan antiglobalisasi
Artikel utama: antiglobalisasi, dan [[]], dan [[]], dan [[]], dan [[]]
Gerakan
antiglobalisasi
Antiglobalisasi adalah suatu
istilah yang umum digunakan untuk memaparkan sikap politis orang-orang dan
kelompok yang menentang perjanjian dagang global dan lembaga-lembaga yang
mengatur perdagangan antar negara seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Antiglobalisasi"
dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial,
sementara yang lainnya menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup
sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga maksudnya, para peserta
dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global
saat ini, yang menurut mereka mengikis lingkungan hidup, hak-hak buruh,
kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi penyebab-penyebab lainnya.
Namun, orang-orang yang dicap
"antiglobalisasi" sering menolak istilah itu, dan mereka lebih suka
menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global, Gerakan dari Semua Gerakan
atau sejumlah istilah lainnya.
[sunting] Globalisasi Perekonomian
Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan,
dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi
dengan tanpa rintangan batas teritorial negara.
Globalisasi perekonomian mengharuskan penghapusan seluruh batasan dan hambatan
terhadap arus modal, barang dan jasa.
Ketika globalisasi ekonomi
terjadi, batas-batas suatu negara akan menjadi kabur dan keterkaitan antara
ekonomi nasional dengan perekonomian internasional akan semakin erat.
Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari
dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka
peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik.
Menurut Tanri Abeng,
perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi antara lain terjadi dalam
bentuk-bentuk berikut:
- Globalisasi produksi, di mana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menajdi lebih rendah. Hal ini dilakukan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang murah, infrastruktur yang memadai ataupun karena iklim usaha dan politik yang kondusif. Dunia dalam hal ini menjadi lokasi manufaktur global.
Kehadiran tenaga
kerja asing merupakan gejala terjadinya globalisasi tenaga kerja
- Globalisasi pembiayaan. Perusahaan global mempunyai akses untuk memperoleh pinjaman atau melakukan investasi (baik dalam bentuk portofolio ataupun langsung) di semua negara di dunia. Sebagai contoh, PT Telkom dalam memperbanyak satuan sambungan telepon, atau PT Jasa Marga dalam memperluas jaringan jalan tol telah memanfaatkan sistem pembiayaan dengan pola BOT (build-operate-transfer) bersama mitrausaha dari manca negara.
- Globalisasi tenaga kerja. Perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya, seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah memiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang biasa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.
- Globalisasi jaringan informasi. Masyarakat suatu negara dengan mudah dan cepat mendapatkan informasi dari negara-negara di dunia karena kemajuan teknologi, antara lain melalui: TV,radio,media cetak dll. Dengan jaringan komunikasi yang semakin maju telah membantu meluasnya pasar ke berbagai belahan dunia untuk barang yang sama. Sebagai contoh : KFC, celana jeans levi's, atau hamburger melanda pasar dimana-mana. Akibatnya selera masyarakat dunia -baik yang berdomisili di kota ataupun di desa- menuju pada selera global.
- Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan penyeragaman tarif serta penghapusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat, ketat, dan fair.
Thompson mencatat bahwa kaum globalis mengklaim saat ini telah terjadi
sebuah intensifikasi secara cepat dalam investasi dan perdagangan
internasional. Misalnya, secara nyata perekonomian nasional telah menjadi
bagian dari perekonomian global yang ditengarai dengan adanya kekuatan pasar
dunia.
[sunting] Kebaikan globalisasi ekonomi
- Produksi global dapat ditingkatkan
Pandangan ini sesuai dengan
teori 'Keuntungan Komparatif' dari David Ricardo.
Melalui spesialisasi dan perdagangan faktor-faktor produksi
dunia dapat digunakan dengan lebih efesien, output dunia bertambah dan
masyarakat akan memperoleh keuntungan dari spesialisasi dan perdagangan dalam
bentuk pendapatan yang meningkat, yang selanjutnya dapat meningkatkan
pembelanjaan dan tabungan.
- Meningkatkan kemakmuran masyarakat dalam suatu negara
Perdagangan yang lebih bebas
memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor lebih banyak barang dari
luar negeri. Hal ini menyebabkan konsumen mempunyai pilihan barang yang lebih
banyak. Selain itu, konsumen juga dapat menikmati barang yang lebih baik dengan
harga yang lebih rendah.
- Meluaskan pasar untuk produk dalam negeri
Perdagangan luar negeri yang
lebih bebas memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih
luas dari pasar dalam negeri.
- Dapat memperoleh lebih banyak modal dan teknologi yang lebih baik
Modal dapat diperoleh dari
investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang karena
masalah kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang
berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang.
- Menyediakan dana tambahan untuk pembangunan ekonomi
Pembangunan sektor industri dan
berbagai sektor lainnya bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, tetapi
terutamanya melalui investasi yang dilakukan oleh perusahaan swasta domestik.
Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham.
dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang
dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang
dibutuhkan tersebut.
[sunting] Keburukan globalisasi ekonomi
- Menghambat pertumbuhan sektor industri
Salah satu efek dari globalisasi
adalah perkembangan sistem perdagangan luar negeri yang lebih bebas.
Perkembangan ini menyebabkan negara-negara berkembang tidak dapat lagi
menggunakan tarif yang tingi untuk memberikan proteksi kepada industri yang
baru berkembang (infant industry). Dengan demikian, perdagangan luar negeri
yang lebih bebas menimbulkan hambatan kepada negara berkembang untuk memajukan
sektor industri domestik yang lebih cepat. Selain itu, ketergantungan kepada
industri-industri yang dimiliki perusahaan multinasional semakin meningkat.
- Memperburuk neraca pembayaran
Globalisasi cenderung menaikkan
barang-barang impor. Sebaliknya, apabila
suatu negara tidak mampu bersaing, maka ekspor tidak berkembang. Keadaan ini
dapat memperburuk kondisi neraca
pembayaran. Efek buruk lain dari globaliassi terhadap neraca pembayaran
adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung
mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran
pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat.
Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran.
- Sektor keuangan semakin tidak stabil
Salah satu efek penting dari
globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin
besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar
saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran
bertambah bak dan nilai
uang akan bertambah baik. Sebaliknya, ketika harga-harga saham di pasar
saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca
pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk dan nilai mata uang domestik
merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk
kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
- memperburuk prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang
Apabila hal-hal yang dinyatakan
di atas berlaku dalam suatu negara, maka dlam jangka pendek pertumbuhan ekonominya menjadi
tidak stabil. Dalam jangka panjang pertumbuhan yang seperti ini akan mengurangi
lajunya pertumbuhan ekonomi. Pendapatan nasional
dan kesempatan kerja akan semakin lambat pertumbuhannya dan masalah
pengangguran tidak dapat diatasi atau malah semakin memburuk. Pada akhirnya,
apabila globalisasi menimbulkan efek buruk kepada prospek pertumbuhan ekonomi
jangka panjang suatu negara, distribusi pendapatan menjadi semakin tidak adil
dan masalah sosial-ekonomi masyarakat semakin bertambah buruk.
[sunting] Globalisasi kebudayaan
sub-kebudayaan Punk, adalah contoh
sebuah kebudayaan yang berkembang secara global
Globalisasi mempengaruhi hampir
semua aspek yang ada di masyarakat, termasuk diantaranya aspek budaya. Kebudayaan
dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh
masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap
berbagai hal. Baik nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek
kejiwaan/psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek
kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku
seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang
bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang
merupakan subsistem dari kebudayaan.
Globalisasi sebagai sebuah gejala
tersebarnya nilai-nilai dan budaya tertentu
keseluruh dunia (sehingga menjadi budaya dunia atau world culture) telah
terlihat semenjak lama. Cikal bakal dari persebaran budaya dunia ini dapat
ditelusuri dari perjalanan para penjelajah Eropa Barat ke
berbagai tempat di dunia ini ( Lucian W. Pye, 1966 ).
Namun, perkembangan globalisasi
kebudayaan secara intensif terjadi pada awal ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi.
Kontak melalui media menggantikan kontak fisik sebagai sarana utama komunikasi
antarbangsa. Perubahan tersebut menjadikan komunikasi antarbangsa lebih mudah
dilakukan, hal ini menyebabkan semakin cepatnya perkembangan globalisasi
kebudayaan.
[sunting] Ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan
- Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional.
- Penyebaran prinsip multikebudayaan (multiculturalism), dan kemudahan akses suatu individu terhadap kebudayaan lain di luar kebudayaannya.
- Berkembangnya turisme dan pariwisata.
- Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain.
- Berkembangnya mode yang berskala global, seperti pakaian, film dan lain lain.
- Bertambah banyaknya event-event berskala global, seperti Piala Dunia FIFA.
Dampak Globalisasi
Pada saat orde reformasi tampil memimpin proses pembangun nasional, ekonomi dunia sedang memasuki abad komputerisasi dan digitalisasi.Teknologi informasi dan telekomunikasi ternyata kemudian berhasil merubah tatanan dan pola produksi, perdagangan serta investasi dari perusahaan multinasional dan perusahaan global. Globalisasi menuntut perubahan pengaturan kebijakan perdagangan dan investasi yang memberikan ruang gerak yang lebih leluasa agar kapital, teknologi dan tenaga kerja dapat berpindah dengan mudah antar kedaulatan wilayah negara. Dia menuntut juga perubahan paradigma, perilaku dan sistem pengalokasian sumber daya ekonomi dan perusahaan.
Pada saat orde reformasi tampil memimpin proses pembangun nasional, ekonomi dunia sedang memasuki abad komputerisasi dan digitalisasi.Teknologi informasi dan telekomunikasi ternyata kemudian berhasil merubah tatanan dan pola produksi, perdagangan serta investasi dari perusahaan multinasional dan perusahaan global. Globalisasi menuntut perubahan pengaturan kebijakan perdagangan dan investasi yang memberikan ruang gerak yang lebih leluasa agar kapital, teknologi dan tenaga kerja dapat berpindah dengan mudah antar kedaulatan wilayah negara. Dia menuntut juga perubahan paradigma, perilaku dan sistem pengalokasian sumber daya ekonomi dan perusahaan.
Di
satu pihak globalisasi telah membawa berbagai kesempatan untuk
pengusaha-pengusaha lokal yang tanggap dan siap memanfaatkan peluang.
Sebaliknya globalisasi juga telah menerkam mangsa yang lemah dalam aspek
pemanfaatan teknologi, penggunaan sumber kapital dan kepemilikan sumber daya
manusia yang kapabel dan kompeten. Pakar dunia dalam globalisasi sekaliber
Stiglitz bahkan telah menyimpulkan bahwa globalisasi telah menimbulkan banyak
kekecewaan karena efek berantai yang dihasilkannya di negara berkembang;
meliputi kemiskinan, pengangguran, kepastian hidup, ketidakstabilan dan
kerusakan lingkungan hidup.
Perekonomian Indonesia yang menekankan pertumbuhan ekonomi tinggi ternyata
memang rentan pada kemampuannya menetralisir efek negatif dari globalisasi dan
gejolak pasar internasional. Ketidak siapan kita dengan kompetensi sumber daya
manusia yang kompeten, ditambah dengan tidak berperannya sistem hukum, politik
dan sosial yang dapat menyikapi berbagai kesempatan dari keterbukaan ekonomi
ini, semuanya ini sangat berperan dalam menciptakan “prestasi semu” dari
pembangunan nasional yang telah kita uraikan di atas.
Daya tahan perekonomian Indonesia dari perusahaan-perusahaan industri pribumi terbukti masih lemah dan menunjukan kekurang mampuannya mengantisipasi dampak dari jatuhnya kepercayaan luar negeri pada kondisi politik dan sosial, dan menurunnya daya beli masyarakat beberapa tahun setelah krisis ekonomi meletus.
Masih ingat di benak kita bagaimana efek domino jatuhnya nilai mata uang “bath” Thailand pada tahun 1997 kemudian membuat negara kita seringkali mendevaluasi “rupiah”. Sistem kepemerintahan Orde Barupun jatuh setelah itu — dengan efek rantai kekacauan di segala lini pada aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam hitungan 2 sampai 3 tahun setelah itu banyak perusahaan-perusahaan yang merupakan kebanggaan kita menjadi porak poranda. Daftar kepailitan perusahaan semakin bertambah.
Perusahaan PMA yang semula banyak berinvestasi di Indonesia juga dalam sekejap mengurangi produksi dan menghentikan kegiatan ekspansi perluasan kapasitas pabriknya.
Pada babak berikutnya kita saksikan bagaimana daya beli segmen konsumen masyarakat bawah Indonesia di daerah perkotaan dan pedesaan mengalami kejatuhannya pada titik paling rendah — yang dianggap layak untuk dapat terselenggaranya kehidupan sehari-hari yang berkualitas. Tingkat dan jumlah pengangguran, baik yang formal dan terselubung, bertambah berlipat-lipat kali ganda pada tahun 2005 dibandingkan pada posisi tahun 2000.
Daya tahan perekonomian Indonesia dari perusahaan-perusahaan industri pribumi terbukti masih lemah dan menunjukan kekurang mampuannya mengantisipasi dampak dari jatuhnya kepercayaan luar negeri pada kondisi politik dan sosial, dan menurunnya daya beli masyarakat beberapa tahun setelah krisis ekonomi meletus.
Masih ingat di benak kita bagaimana efek domino jatuhnya nilai mata uang “bath” Thailand pada tahun 1997 kemudian membuat negara kita seringkali mendevaluasi “rupiah”. Sistem kepemerintahan Orde Barupun jatuh setelah itu — dengan efek rantai kekacauan di segala lini pada aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam hitungan 2 sampai 3 tahun setelah itu banyak perusahaan-perusahaan yang merupakan kebanggaan kita menjadi porak poranda. Daftar kepailitan perusahaan semakin bertambah.
Perusahaan PMA yang semula banyak berinvestasi di Indonesia juga dalam sekejap mengurangi produksi dan menghentikan kegiatan ekspansi perluasan kapasitas pabriknya.
Pada babak berikutnya kita saksikan bagaimana daya beli segmen konsumen masyarakat bawah Indonesia di daerah perkotaan dan pedesaan mengalami kejatuhannya pada titik paling rendah — yang dianggap layak untuk dapat terselenggaranya kehidupan sehari-hari yang berkualitas. Tingkat dan jumlah pengangguran, baik yang formal dan terselubung, bertambah berlipat-lipat kali ganda pada tahun 2005 dibandingkan pada posisi tahun 2000.
Kondisi
ini sangat rentan pada upaya memelihara stabilitas sosial jangka
panjang. Meletusnya peristiwa konflik antar kelompok di
beberapa wilayah Indonesia, keresahan pekerja akibat perlakuan
sepihak yang kurang adil dari pengusaha sebagai rentetan efek berganda kenaikan
BBM, kekurangan kepercayaan umumnya masyarakat pada lembaga publik pemerintah
saat ini merupakan tanda-tanda penurunan stabilitas sosial.
Jelas
sudah bahwa globalisasi ekonomi dapat memberikan peluang dan berbagai
kesempatan luas jika kita siap dengan strategi dan kompetensi SDM untuk
memanfaatkannya. Tetapi di lain pihak globalisasi ekonomi pada saat kita
tidak mapu memanfaatkan peluang akan memberikan kekecewaan dan
dampak negatif yang berantai serta meminta biaya pengorbanan yang
sangat tinggi bagi masyarakat.
No comments:
Post a Comment