BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Partai politik lahir
untuk pertama kalinya di negara-negara Eropa Barat. Partai politik pada umumnya
merupakan manifestasi dari pada sistem
politik yang sudah modern atau dalam proses moedrnisasi diri. Dengan timbulnya
dan berkembangnya suatu gagasan bahwa rakyat merupakan suatu faktor yang harus
diperhitungkan dan diikutsertakan dalam proses kegiatan politik, maka partai
politik telah terlahir secara spontan dan berkembang menjadi sebuah jembatan
penghunbung antara rakyat di satu fihak dan pemerintah di fihak lain.
Seperti apa yamg telah
diketahui bahwa setiap sistem politik mempunyai cara-cara tertentu didalam
merumuskan dan menangapi tuntutan ataupun kepentingan yang datang dari
masyarakat. Kepentingan dari individu atau sekelompok orang di dalam masyarakat
itu di salurkan kepada badan-badan politik atau pemerintah. Pembentukan kelompok-kelompok
ini di karenakan mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama atau hampir
sama. Salah satu wadah guina menyalurkan kepentingan-kepentingan in adalah
melalui partai politik yang juga merupakan saluran yang dapat dipergunakan oleh
kelompok-kelompok kepentigan untuk mengkonsumsikan kepentingan atau
tuntutannya.
Di negara-negara yang
menganut faham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar
ideologis bahwa rakyat berhak turut menentukan siapa-siapa yang akan menjadi
pemimpin yang nantinya akan menentukan kebijaksanaaan umum.( Public Policy ).
Sedangkan di negara-negar totaliter, gagasan atau ide mengenai partisipasi
rakyat didasari pandangan elite politik yaitu bahwa rakyat memerlukan bimbingan
dan kendati agar dapat di capai stabilitas yang langgeng / abadi. Untuk
mencapai tujuan tersebut maka partain
politik merupakan alat yang baik.
Dengan meluasnya hak
pilih, kegiatan politik juga berkembangdiluar parlemen dengan terbentuknya
panitia-panitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara para pendukungnya
menjelang masa pemilihan umum. Oleh karena itu dirasa perlu memperoleh dukungan
dari berbagai golongan masyarakat, kelompok-kelompok politik dalam parlemen lambat laun berusaha memperkembangkan organisasi massa, dan dengan demikian
terjalinlah suatu hubungan tetap antara kelompok-kelompok politik dalam
parlemen dengan panitia pemilihan yang sefaham dan sekepentingan, dan lahirlah partai
politik.
Dalam perkembangan
selanjutnya di dunia barat tinbul pula partai yang lahir diluar parlemen. Partai-partai
ini bersandar pada suatu ideologi tertentu seperti Sosialisme, Kristen
Demokrat, dan sebagainya. Dalam partai semacam ini disipllin partai lebih
kuat dan pimpinan lebih bersifat
terpusat.
Sejarah berkembangnya
suatu bangsa tidak terlepas dari perjalanan dari bangsa tersebut untuk
menentukan sistem politik yang diterapkannya. Dalam perjalanan menentukan
sistem politik yang ideal pastilah bangsa tersebut telah banyak menemui berbagai
kendala maupun hambatan yang dihadapi, Namun dengan berbagai kendala inilah
maka bangsa tersebut akan menemukan sistem politiknya yang ideal.
Salah satu wadah guna
menyalurkan kepentingan-kepentingan ini adalah partai-partai politik yang
digunakan untuk mengkonsumsikan kepentingan ataupun tuntutannya. Maka dari itu
dalam membahas sistem politik dalam suatu Negara, maka tidak lepas dari bahasan
mengenai partai politik tersebut.
Sistem kepartaian
berkaitan erat dengan sistem pemilihan umum. Dalam berbagai literatur ilmu
politik disebutkan bahwa sistem pemilihan umum didefinisikan sebagai suatu
prosedur yang diatur dalam negara (organisasi) yang dengan seluruhnya atau
sebagai anggota organisasi tersebut memilih sejumlah orang untuk menduduki
jabatan dalam organisasi itu sendiri. Pemilihan imum berfungsi sebagai
legimitasi atau pengabsahan dalam penugasan seseorang pada jabatan tertentu di
dalam jabatan-jabatan politis di pemerintahan. Aspek penting yang lain pada
pemilihan umum adalah partisipasi individu dalam pemilihan dan otoritas abash
yang diberikan kepada mereka yang terpilih. Dalam kaitan ini organisasi
kepartaian selain berfungsi pemersatu berbagai kepentingan juga berfungsi
sebagai wadah untuk membina karir politik sekarang.
Pemilihan umum merupakan
sarana pengejawantahan kedaulatan rakyat, dalam rangka menentukan, mengatur,
menyelenggarakan dan mengurus kehidupan bersama dalam sebuah Negara yang
merdeka dan berdaulat. Sebagai sarana demokrasi, pemilihan umum memang menjadi
harapan bangsa Indonesia dalam rangka membentuk pemerintahan yang mencerminkan
dan melaksanakan aspirasi rakyat.
Disamping kegiatan
pemilu untuk menyusun lembaga permusyawaratan/perwakilan rakyat untuk
mewujudkan suatu tata kehidupan yang dijiwai semangai Pancasila dan Undang-
undang Dasar 1945, memilih wakil-wakil rakyat oleh rakyat yang membawakan isi
hati nurani rakyat dalam melanjutkan perjuangan mempertahankan dan
mengembangkan kemerdekaan guna memenuhi dan mengemban amanat penderitaan
rakyat, maka tujuan pemilu adalah untuk menjamin kesinambungan pembangunan
nasional.
Dengan demikian
melalui pemilu dapat merupakan sarana untuk menjamin kehidupan dan kelestarian
Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Karena semua
kekuatan politik yang ada di negeri kita ini, yakni kontestan dalam pemilihan
umum tidak akan lagi mempermasalahkan Pancasila, baik sebagai ideology,
pandangan hidup, maupun sebagai dasar Negara sejalan dengan azas tunggal yang
telah disepakati.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan partai politik ?
2.
Apa saja
klasifikasi Partai Politik ?
3. Apa yang dimaksud Sistem Pemilu ?
4. Apa saja jenis Sistem Pemilu ?
C. Tujuan Makalah
1.
Memperbaiki nilai mata kuliah Pengantar Ilmu Politik.
2. Melatih
diri dalam pembuatan makalah
3. Membuka
wawasan mahasiswa tentang sistem Kepartaian dan Pemilu
D. Manfaat
Makalah
1. Mengetahui lebih dalam tentang Sistem Pemilu dan
Sistem Kepartaian.
2. Mmberikan
wawasan kepada mahasiswa tentang duni perpolitikan
3. Terlatih bertanggung
jawab dalam mengerjakan tugas.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PARTAI POLITIK
Yang dimaksud dengan partai politik yaitu perkumpulan
orang-orang yang seasas, sehaluan, setujuan terutama dibidang politik. Baik
yang berdasarkan partai kader atau struktur kepartaian yang dimonopoli oleh
sekelompok anggota partai yang terkemuka atau berdasarkan partai massa, yaitu
partai politik yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah
anggotannya. Partai politik merupakan wadah untuk menyalurkan aspirasi maupun
kepentingan masyarakat dalam dunia politik.
Salah satu wadah guna menyalurkan kepentingan-kepentingan
ini adalah partai-partai politik yang digunakan untuk mengkonsumsikan
kepentingan ataupun tuntutannya. Maka dari itu dalam membahas sistem politik
dalam suatu Negara, maka tidak lepas dari bahasan mengenai partai politik
tersebut.
Ada beberapa pengertian partai politik yang dikemukakan
oleh pakar ilmu politik yang diantaranya adalah :
1.
Carl J. Friedrich (1967 : 419) menurutnya
Partai politik adalah “
sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan
tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi
pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota
partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil” ( A political party
is a group of human beings, stabily organized with the further objective of
securing or maintaining for its leaders the control of a government, with the
further objective of giving to members of the party, through such control idea
and material benefits and advantages). Hal tersebut termuat dalam tulisannya
yang berjudul Constitutional Government and Democracy : Theory and practice in
Europe an America.
2.
Sigmund Neumann (1963 : 352) dalam karangannya
Modern Political Parties mengemukakan definisi bahwa “partai politik adalah
organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan
pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu
golongan atau golongan-golongan lain yang yang mempunyai pandangan berbeda” (A
political party is the articulste organization of society’s active political
agents, those who are concerned with the control of governmental power and who
compete for popular support with another group afr groups holding divergent
views)
3.
R.H Soltau
(1961 : 199)dalam bukunya An Introduction to politics memberikan definisi bahwa
“Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir
yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik yang dengan memanfaatkan
kekuasaanya untuk memilih bertujuan untuk menguiasai pemerintahan dan
melaksanakan kebijaksanaan umum mereka” ( Political party is a group of citizen
more or les organized, who act as apolitical unit anda who, by the use of their
voting power, aim to control the government and carry out their general
politicies).
Dari
definisi-definisi para ahli diatas mengenai partai politik, maka dapat ditarik
sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan partai politik adalah suatu
kelompok masyarakat atau warga negara yang telah terorganisasi, dimana para
anggota yang terhimpun itu mempunyai kesatuan cita-cita dan tujuan.
Berdasarkan
pengertian-pengertian diatas, sebenarnya dapat ditemukan empat unsur pokok dari
partai politik yaitu :
1.
Ada
beberapa perangkat yang melekat pada partai politik merupakan sekumpulan orang
yang terorganisasi.
2.
Partai
politik mempunyai tujuan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
3.
Untuk
merealisasikan tujuan dari partai politik, maka partai politik bewrupaya untuk
memperoleh dukungan seluas-luasnya dari masyarakat lewat pemilihan umum.
4.
Partai
politik memiliki prinsip-prinsip yang telah disetujui bersama oleh antar anggota partai.
B. Klasifikasi Partai Politik
Menurut pendapat Prof. Miriam Budiharjo (1977 : 166-167)
dalam bukunya yang berjudul “Dasar-dasar Ilmu Politik” bahwa partai politik dapat diklasifikasikan
menjadi :
1)
Berdasarkan
dari segi komposisi dan fungsi keanggotaanya
a.
Partai
massa yaitu suatu partai yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keungggulan jumlah anggota. Partai ini
terdiri dari pendukung-pendukung dari berbagai aliran politik dalam masyarakat
yang bernaung di bawahnya dalam memperjuangkan suatu program yang biasanya luas
dan agak kabur. Sehingga kelemahan dari partai massa yaitu masing-masing aliran
atau kelompok yang bernaung di bawahnya cenderung untuk memaksakan kepenitngan
masing-masing, terutama pada saat krisis yang pada akibatnya persatuan partai
dapat menjadi lemah atau hilang sama sekali sehinnga salah satu golongan
memisahkan diri dan mendirdikan partai baru.
b.
Partai
kader yaitu partai yang mementingkan ketaatan organisasi dan displin kerja dari
angggotanya. Pimpinan partai bisanya menjaga kemurnian doktrin politik yang
dianut dengan jalan menjgadakan saringan terhadap calon anggotanya dan memecat
anggota yang menyeleweng dari gari dari garis partai yang telah ditetapkan.
2)
Berdasarkan
dari segi sifat dan orientasinya
a.
Partai
lindungan (patronage party)
Partai
lindungan umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor (sekalipun
organisasinya ditingkat lokal sering cukup ketat), disiplin yang lemah dan
biasanya tidak terlalu mementingkan pemungutan iuran secara teratur. Maksud
utama ialah memenangkan pemilihan umum untuk anggota-anggota yang dicalonkan.
Oleh karena itu, kegiatan kegiatannya hanya menjelang masa-masa pemilihan umum.
b.
Partai ideologi
atau partai azas
Biasanya mempunyai pandangan
hidup yang digariskan dalam kebijaksanaan pimpinan dan berpedoman pada disiplin
partai yang kuat dan mengikat. Terhadap calon anggota diadakan saringan,
sedangkan untuk menjadi pimpinan disyaratkan lulus melalui beberapa tahap percobaan.
Selain itu menurut Maurice Duverger (1967 : 207 ) dalam
bukunya yang berjudul Political parties berpendapat
bahwa sesungguhnya klasifikasi partai politik dapat di bedakan menjadi tiga
bentuk yaitu :
1. Sistem Partai Tunggal (One-Party System)
Yaitu bilamana dalam suatu negara hanya terdapat satu
partaio politik saja yang berperan dalam kurun waktu yang sangat lama, maka
dapat dikatakan bahwa di negara tersebut menganut sistem partai tunggal.
Keberadaan sistem partai tunggal ini disebabkan karena memang hanya terdapat
satu partai yang dapat berkembang di tengah-tengah masyarakat. Atau mungkin
pada awalnya terdapat beberapa partai politik (multy atau two party system),
namun dalam perkembangannya hanya terdapat satu partai politik yang selalu
memenangkan mayoritas suara dalam setiap pemilu. Sehingga partai ini menjadi
dominan dan menjadikan partai politik yang lain hanya sekedar sebagai
pelengkap dan sama sekali tidak berperan.
Salah
satu ciri dari keberadaan sistem partai tunggal ini dalam suatu negara ialah
bahwa kehidupan politik yang timbul penuh dengan suasana non-kompetitif. Dalam
keadaan yang seperti ini, maka partai politik yang lain akan sulit untuk
bersaing dengan partai yang selalu mendominasi kehidupan partai politik di
negara tersebut.
Sistem partai tunggal ini biasanya terdapat pada
negara-negara komunis, seperti Rusia dan China. Namun pola paretai ini juga
terdapat di beberapa negara Afrika seperti Ghana pada masa pemeriuntahan
Nkrumah, Guinea, Mali atau Pantai
Gading.
2. Sistem Dwi Partai (two-party system)
Suatu negara dengan sistem dua partai berarti bahwa dalam
negara tersebuut ada dua partai atau lebih dari dua partai, akan tetapi yang
memegang peranan dominan hanya dua partai. Dalam sistem dua partai ini maka
partai di bagi menjadi dua yaitu partai yang besar, yang berkuasa, karena
menang dalam pemilihan umum, dinamakan mayority party, partai ini memegang
tanggungb jawab untuk urusan-urusan umum. Sedangkan lainnya dinamakan minority party
atau partai oposisi karena kalah dalam pemilu. Partai oposisi biasanya hanya
bertugas memeriksa dengan teliti dan mengkritik politik pemerintah. Negara
dengan sistem dua partai ini contohnya adalah Amerika Serikat dan Inggris.
3. Sistem Multi Partai (Multy-Party System)
Dalam negara dengan sistem
multi partai, biasanya ada beberapa partai yang hampir sama kekuatannya.
Masing-masing partai mempertahankan suatu politik tertentu tentang satu atau
sejumlah persoalan-persoalan penting. Suatu negara dengan sistem multi partai
masing-masing pemilih mendukung partai yang hampir sesuai dan mewakili
pandangannya sendiri.
Dalam
sistem multi partai, biasanya tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk
membentuk suatu pemerintahan sendiri, diperlukan membentuk koalaisi dengan
partai lainnya. Demikian juga partai yang berkoalisi harus pandai mengadakan
kompromi dengan partai-partai lainnya lagi, karena selalu ada kemungkinan suatu
ketika dukungan partnernya dapat ditarik kembali.
C.
SISTEM PEMILU
Sistem kepartaian
berkaitan erat dengan sistem pemilihan umum. Dalam berbagai literatur ilmu
politik disebutkan bahwa sistem pemilihan umum didefinisikan sebagai suatu prosedur yang diatur dalam
negara (organisasi) yang dengan seluruhnya atau sebagai anggota organisasi
tersebut memilih sejumlah orang untuk menduduki jabatan dalam organisasi itu
sendiri.
Penentuan
sistem pemilihan umum sangat penting artinya guna menentukan terciptanya
pemilihan wakil rakyat yang representatif dan dimungkinkan adanya jaminan bahwa
aspirasi rakyat didengar oleh sistem politik yang berlaku. Meskipun banyak
variasinya, namun dalam khasanah ilmu politik dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu: Single Member Constituency atau lebih dikenal dengan Sistem Distrik, dan
yang kedua Proportional Resoresentation atau lebih dikenal Sistem Perwakilan
Berimbang (proporsional).
D. JENIS
SISTEM PEMILU
Single Member Constituency atau sisten
distrik ini dimaksudkan adalah suatu sistem pemilihan yang mengatur bahwa
setiap distrik atau daerah pemilihan hanya diperebutkan satu kursi perwakilan. Oleh
karena itu negara sdibagi kedalam beberapa distrik-distrik pemilihan yang
jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang diperebutkan atau yang tersedia di
parlemen. Tiap distrik hanya memilih seorang wakil untuk mewakili distrik yang
bersangkutan di parlenen. Oleh karena itu sistem ini juga disebut Single Member
Constituency. Calon yang terpilih adalah yang memperoleh suara terbanyak atau
mayoritas. Oleh karena itu juga disebut sistem mayoritas di distrik yang
bersangkutan. Di dalam sistem ini yang terpilih bukanpartainya melainkan
langsung si calon. Kemudian si calon akan bersaing secara langsung, sedangkan
partainya sebagai pendukung akan bersaing secara tidak langsung. Dalam sistem
ini makin banyak calon yang tampil maka akan semakin banyak suara yang
terbuang.
Besarnya
distrik ditentukan oleh jumlah penduduk yang ada di dalamnya. Karena tiap
distrik hanya diwakili oleh satu maka suara dari pendukung calon lain yang
tidak mendapat suara mayoritas dianggap hilang. Dalam sistem ini partai dapat
tampil sebagai pemenang cukup hanya dengan memperoleh suara mayoritas tanpa
memperhatikan selisih dari pihak lawannya. Bentuk pemilihan seperti ini sering
menimbulkan over atau under representation. Keunggulan dari sistem ini adalah
dimungkinkannya adanya pengelompokan secara alamiah partai-partai kecil untuk
mengimbangi dominasi partai- partai besar. Mungkin saja tidak dalam pengelimpokkan permanen, tetapi
hanya dalam bentuk kerjasama biasa. Namun, adanya kemungkinan tersebut dapat
menjamin stabilitas politik. Alasannya, fragmentasi yang muncul dalam tubuh
partai politik dapat dihindari. Jangankan membuat partai baru, partai yang
sudah adapun belum tentu dapat bersaing dengan partai-partai besar.
Sedangkan
kelemahan sistem ini adalah adanya kemungkinan aspirasi politik masyarakat yang
telanjur tersalurkan lewat partai politik kecil tidak dapat terwakili, seiring
dengan gagalnya si calon untuk memperoleh mayoritas suara pemilih. Keadaan ini
dapat menimbulkan distortion effect, yaitu terjadinya kesenjangan antara jumlah
suara yang diperoleh satu partai politik dengan jumlah kursi yang tersedia. Keadaan
ini justru dapat menimbulkan atau memunculkan mayoritas tunggal dimana partai
yang menang dapat memerintah tanpa koalisi.
Sedangkan
Proporsional Representation System
menganut prosedur pemilihan tidak langsung. Massa pemilih hanya diminta
menjatuhkan pilihannya terhada partai-partai yang ikut dalam pemilihan umum. Dalam
system Proporsional ini diterapkan prinsip kuota, yakni jumlah penduduk yang
menggunakan hak pilihnya dibagi jumlah anggota badan perwakilan rakyat yang
telah ditentukan. Dalam system ini kesatuan administratof dipandang sebagai
daerah pemillihan. Dari daerah ini dapat dipilih lebih dari satu orang wakil dari
satu Organisasi Peserta Pemilihan Umum (OPP) yang ada berdasarkan jumlah
perbandingan yang telah disepakati. Oleh karena itu, pemenang dari daerah
pemilihan umum tersebut dapat lebih dari satu orang, sehingga system ini bias
disebut dengan Multy Member Constituency. Wakil ini ditunjuk olek OPP sehingga
terkesan sebagai wakil partai daripada wakil rakyat. Karena pada dasarnya
menggunakan kesatuan administrative, maka dimingkinkan adanya penggabungan
suara oleh satu OPP di dua tempat dalam
daerah pemilihan yang sama. Tujuannya adalah untuk memafaatkan sisa suara yang
diperoleh di sutu daerah oleh daerah lain yang membutuhkan. Dengan demikian
system ini menjamin aspirasi masyarakat tercapai tetapi belum tentu
didengar.
Jumlah
suara yang diperoleh OPP dijadikan landasan untuk menentukan jumlah wakil di
dalam parlemen. Karena itu, rasio suara yang diperoleh OPP didalam pemilu
sebanding dengan wakil mereka di dalam parlemen. Selain itu, system
proporsiolnal ini juga dianggap adail, sebab dapat dipastikan setiap segmen
dalam masyarakat pasti memiliki wakil. Secara formal system ini tidak kalah
dengan system distrik dan dapat menghindari terjadinya distortion effect. Di
samping sederet keunggulan di atas, system proporsional pun memiliki
kelemahan-kelemahan. Karena adanya jaminan bahwa tiap-tiap segmen dalam
masyarakat akan memperoleh seorang wakil, maka pragmantasi politik akan lebih
mudah terjadi. Dengan kata lain system ini kurang menjamin kestabilan politik. Tiap
kali terjadi konflik dalam tubuh parpol yang ada, seseorang cenderung untuk
membentuk partai politik yang baru. Hal ini secara potensial dapat menyulitkan
tercapainya mayoritas suara oleh satu partai politik dalam pemilihan umum.
Kelemahan yang lain dalam system proporsional dalam
pemilihan umum adalah sangat memberikan kedudukan yang sangat kuat terhadap
pemimpin organisasi social politik (orsospol) dalam penentuan calon-calonnya,
di samping penggunaan dana yang besar.
Dari uraian singkat tersebut, dikemukakan perbedaan pokok
antara system distrik dan system proporsional dalam pemilihan umum adalah
terletak pada prosedur pemilihan langsung dan tidak langsung. Dan prinsip yang dipergunakan sebagai dasar dalam
penentuan para calon wakil rakyat. Sedangkan John G. Grum berpendapat bahwa
system distrik cenderung membentuk system dua partai, sedangkan system
proporsional cenderung membentuk system multi partai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian
diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa :
1. sistem pemilihan
umum didefinisikan sebagai suatu prosedur yang diatur dalam negara (organisasi)
yang dengan seluruhnya atau sebagai anggota organisasi tersebut memilih
sejumlah orang untuk menduduki jabatan dalam organisasi itu sendiri.
2. partai politik adalah suatu kelompok masyarakat atau
warga negara yang telah terorganisasi, dimana para anggota yang terhimpun itu
mempunyai kesatuan cita-cita dan tujuan.
3.
Partai
politik mempunyai berbagai macam klasifikasi yang di antaranya, adalah partai tunggal, dwi partai, dan multi partai.
B. Saran
1. Semua yang terlibat dalam kegiatan politik hendaknya
mengikuti aturan yang berlaku sesuai yang ditetapkan Undang- Undang agar
tercipta keteraturan politik di Indonesia ini.
2. Aspirasi
dan suara rakyat tersampaikan dalam kegiatan politik maupun rekruitmen. Dengan kata lain pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku panduan mata kuliah Pengantar Ilmu Politik. Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto
Suprayitno. Pemilu Indonesia Dari Masa Ke Masa.Teguh Pertiwi Mandiri. Jakarta. 1993
No comments:
Post a Comment