Setiap orang atau badan yang memiliki atau menguasai tanah dan bangunan
diwajibkan mendaftarkan objek dan memasukkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak
(SPOP). Objek didaftarkan dalam waktu 30 hari setelah mengambil SPOP. SPOP
harus diberitahukan secara jelas mengenai konstruksi bangunan, bahan yang digunakan,
kerangka atap, langit-langit, bahan yang digunakan untuk lantai, kosen, daun
pintu, interior dan eksterior rumah, adanya kolam renang,
taman dan sebagainya. Data yang akurat diperlukan guna menetapkan kelas
bangunan yang pada akhirnya untuk menentukkan besarnya jumlah pajak yang harus
dibayar.
SPOP akan dipelajari oleh pejabat Kantor PBB yang kemudian menetapkan
jumlah pajak yang terhutang dan ini dimasukkan dalam Surat Ketetapan Pajak (dalam
PBB diberi nama khusus Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang disingkat SPPT).
SPPT ini harus dibayar dalam jangka waktu 6 bulan terhitung sejak saat
dikeluarkannya SPPT.
Selanjutnya terhadap wajib pajak yang tidak memasukkan SPOP dalam jangka
waktu yang ditentukan (Pasal 9 ayat (2) UU No.12 Tahun 1994) dan setelah
ditegur secara tertulis tidak disampaikan dalam jangka waktu yang
ditentukan dalam surat teguran, dan apabila pemeriksaan yang dilakukan pada objek
pajak, menunjukkan bahwa jumlah pajak yang terhutang lebih besar dari pada
jumlah yang dihitung berdasar SPOP wajib pajak. Dirjen Pajak dapat mengeluarkan
Surat Ketetapan Pajak (SKP PBB) ditambah dengan denda administrasi sebesar 25%
(dua puluh lima
persen) dari jumlah pokok pajak (Pasal 10 ayat (2) dan (3) UU No.12 Tahun
1994).
Besarnya Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan atas objek pajak
berdasarkan Pasal 5 UU No.12 Tahun 1994 adalah sebesar 0,5%.
Selanjutnya dengan mendasarkan pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 dalam
rangka pendataan Subjek Pajak wajib mendaftarkan objek pajaknya dengan mengisi
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) sendiri. SPOP yang dikirim Dirjen Pajak
ke Wajib Pajak harus diisi dengan jelas,benar, dan lengkap serta ditanda
tangani dan disampaikan ke Dirjen Pajak.
Berkenaan dengan tujuan pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek
pajaknya dengan mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). SPOP diberikan
kepada wajib pajak untuk diisi dan kemudian dikembalikan kepada Dirjen Pajak.
Sedangkan wajib pajak yang pernah dikenakan IPEDA tidak wajib mendaftarkan
objek pajaknya kecuali kalau menerima SPOP, oleh karena itu wajib pajak wajib
mengisi dan mengembalikkannya kepada Dirjen Pajak.
Dalam hal-hal sebagai berikut, Dirjen Pajak mengeluarkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB), yaitu:
1.
Apabila SPOP tidak
disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana
ditentukan dalam surat
teguran;
2.
Apabila berdasarkan
hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang
(seharusnya) lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang
disampaikan oleh wajib pajak.
Selanjutnya wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP tepat waktu,
walaupun sudah ditegur secara tertulis juga tidak menyampaikan dalam jangka
waktu yang ditentukan dalam surat
teguran itu, Dirjen Pajak kemudian mengeluarkan SKPKB. SKPKB dikeluarkan oleh
Kantor Pelayan Pajak apabila dari hasil pemeriksaan atau keterangan-keterangan
yang ada di Dirjen Pajak menunjukkan bahwa pajak yang dihitung sendiri oleh
wajib pajak ternyata kurang.
Wajib Pajak PBB selain mempunyai kewajiban untuk
membayar PBB juga mempunyai hak untuk mengajukan keberatan dalam hal Surat Pemberitahuan
Pajak Terhutang (SPPT) dan/atau Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang diterima tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya misalnya kesalahan luas, kelas/klasifikasi tanah, dan penetapan adanya perbedaan penafsiran
undang-undangfantaraswajibspajaksdancfiscus. Apabila telah dikeluarkan Surat Keputusan
Keberatan oleh Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak dapat menerima/menolak jika tidak
puas dengan keputusan, maka wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding
kepada Majelis Pertimbangan Pajak (MPP).
Wajib pajak dapat diberikan Pengurangan PBB oleh Direktur Jenderal Pajak
melalui Kantor Pelayanan Pajak dalam hal karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak
atau karena bencana alam dan sebab-sebab lain yang luar biasa. Pengurangan
dapat diberikan secara keseluruhan atau sebagian.
Pajak merupakan sumber pemasukan bagi pemerintah
yang cukup penting. Pajak tidak hanya dirasakan urgensinya bagi kepentingan
nasional oleh pemerintah pusat, melainkan juga begitu besar dirasakan
manfaatnya bagi daerah. Salah satu diantaranya yang cukup banyak dirasakan oleh
daerah adalah Pajak Bumi dan Bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan yang dikenakan terhadap bumi dan bangunan
menjangkau semua lapisan masyarakat dengan stratifikasi sosial yang beragam. Berbagai
ketentuan di dalam Pajak Bumi dan Bangunan harus diciptakan dengan
mempertimbangkan kepentingan dan kondisi masyarakat selaku wajib pajak.
No comments:
Post a Comment