Friday, April 13, 2012

HUBUNGAN SIPIL MILITER


BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang

         Dalam kehidupan negara-negara dunia ketiga yaitu kelompok negara-negara berkembang, hubungan sipil militer masih menunjukkan ketidakteraturan. Hubungan keduanya belum mempunyai pemisahan kekuasaan yang jelas. Dalam hal ini militer selain berkuasa dalam bidang pertahanan dan keamanan negara, juga menjalankan suatu fungsi non militer yaitu misalkan ikut terjun dalam kehidupan politik.
         Di indonesia sendiri sejak lahirnya tentara, tentara telah menempatkan dirinya sebagai kekuatan militer maupun kekuatan politik. Hal ini mungkin dikarenakan oleh peranannya pada saat perjuangan kemerdekaan. Militer selain berjuang secara militeristik juga mengambil alih kekuasaaan sipil, sehingga dapat dikatakan bahwa tindakan politik dan militer saling menjalin tak terpisahkan.
.        Seiring dengan semakin intensnya hubungan sipil militer, hal tersebut melahirkan suatu konsep Dwi fungsi ABRI yang dicetuskan  oleh Kepala staf Angkatan Darat Mayor Jendral Abdul Haris Nasution. Beliau membuat suatu konsep bahwa tentara tidak akan mencari kesempatan untuk mengambil alih pemerintahan, namun juga tidak akan bersikap acuh tak acuh dalam kehidupan politik. Hal ini berarti militer juga mempunyai peranan dalam bidang politik.
         Namun untuk mencapai suatu negara demokrasi hendaknya perlu di capai suatu pemisahan hubungan antara sipil dan militer. Dalam hal ini berarti hubungan kekuasaan antara sipil dan militer telah jelas. Sipil mempunyai kekuasaan dalam bidang-bidang ideologi politik, sosial, ekonomi,maupun kebudayaan, sedangkan militer mempunyai kekuasaan untuk menjaga bidang pertahanan dan keamanan negara.



B.     Rumusan Masalah

1.      Apakah hal yang melatarbelakangi keterlibatan militer  dalam kehidupan politik  ?
2.      Bagaimana hubungan antara sipil dan milter pada masa Orde Baru ?
3.      Bagaimanakah hubungan antara sipil dan militer pasca Orde Baru ?


C.     Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1.      Menganalisis peran militer dalam kehidupan politik
2.      Menganalisis hubungan sipil militer pada masa Orde Baru
3.      Menganalisis hubungan antara sipil dan militer pasca Orde Baru.

                                     
D.    Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini bermanfaat untuk :
1.      Mengetahui apakah hal-hal yang mendasari militer melakukan kegiatan dalam bidang politik
2.      Mengatahui hubungan antara sipil dan militer pada masa Orde Baru
3.      Mengetahui bagaimanakah seharusnya hubungan sipil dan militer dalam suatu negara demokrasi.






BAB II
PEMBAHASAN

A.     KETERLIBATAN MILITER DALAM KEHIDUPAN POLITIK

Salah satu gejala yang muncul dalam kehidupan negara-negara berkembang  adalah ketika militer menjalankan dua fungsi yaitu militer dan non militer (misalnya dalam bidang politik).Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi keterlibatan militer dalam kehidupan politik yamg diantaranya adalah :
1.      Rangkaian sebab yang menyangkut adanya ketidakstabilan sistem politik. Keadaanm yang demikian ini akan menyebabkan terbukanya kesempatan dan peluang yang besar untuk menggunakan kekerasan di dalam kehidupan politik.
2.      Rangkaian sebab yang bertalian dengan kemampuan golongan militer untuk mempengaruhi atmosfer kehidupan politik, bahkan untuk memperoleh peranan-peranan  politik yang menentukan Militer akan melakukan intervensi politik untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar yang oleh korps perwira dianggap lebih sesuai dengan struktur-struktur plitik yang ada dalam masyarakat.
3.      Adanya kepentingan bersama dan kesempatan Kepentingan ini dapat berupa kepentingan militer sebagai satu institusi, satu kepentingan kelas, kepentingan daerah dan juga dapat sebagai kepentingan pribadi prajurit militer yang berupa ambisi untuk memajukan karier atau pangkatnya sendiri. Oleh karena itu, alasan kepentingan nasional yang digunakan didalam meraih peranan politik sering bersifat hipokrit. Dalam artian kaum militer kadang-kadang terjun ke dalam dunia politik untuk alasan kepentingan nasional, namun selain itu ada kepentingan lain yang lebih kuat yaitu suatu tujuan untuk kepentingan pribadinya.
         Besar kecilnya, intens, dan longgarnya peranan yang dilakukan oleh militer dalam kehidupan politik sangat berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Hal ini tergantung pada tingkat kebudayaan politik masyarakat yang bersangkutan. Tingkat kebudayaan politik yang ini di tentukan oleh kemauan seluruh anggota masyarakat, baik sipil maupun militer, dalam mengikatkan diri pada atau dalam menghargai lembaga-lembaga sipil dan pemerintahan beserta perundang-undangan serta prosedur yang membentuksemua itu. Semakin tinggi tingkat penghargaan , atau semakin kuat pengikatan anggota masyarakat terhadap hal-hal tersebut maka semakin tinggi tingkat kebudayaan politiuk masyarakat yang bersangkutan, begitu pula sebaliknya. Dan semakin tinggi tingkat kebudayaan politik yang ada pada suatu masyarakat maka semakin kuat adanya faktor-faktor yang mencegah dan membatasi militer untuk memainkan peranan-peranan politik. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kebudayaan politiknya, maka semakin besar peluang dan kesempatan kaum militer untuk memainkan peranan politik secara dominan.



B.     HUBUNGAN SIPIL MILITER PADA MASA ORDE BARU


         Masa lalu, terutama pada masa Orde Baru, peran militer jauh melampaui peran spesifiknya di bidang pertahanan nasional. Salah satu di antara peran non-pertahanan yang dimainkan militer adalah peran sosial-politik. Melalui konsep kekaryaan, peran militer yang mencolok dibuktikan dengan banyaknya perwira militer yang menduduki jabatan-jabatan politik dan pemerintahan.
         Perwira-perwira militer, termasuk yang aktif, mulai dari menjadi kepala desa/lurah, camat, bupati/walikota, gubernur, sampai menjadi menteri. Selain itu, militer menduduki jabatan-jabatan lain yang seharusnya diduduki oleh birokrat sipil mulai dari kepala dinas, kepala kantor departemen, inspektur jenderal, direktur jenderal, sampai sekretaris jenderal.
         Selain itu, militer mengisi kursi di lembaga legislatif, baik di DPR maupun DPRD, yang diperoleh melalui penjatahan, bukan melalui pemilihan umum yang kompetitif. Jumlah kursi di DPR yang dijatahkan untuk militer pernah mencapai 100 kursi, kemudian dikurangi menjadi 75, dan sekarang menjadi 38. Berapapun jumlahnya, praktek ini telah melecehkan norma demokrasi yang mengharuskan semua kursi legislatif diisi melalui pemilihan umum.
         Tidak cukup sampai di situ saja, militer juga hadir di badan-badan ekonomi seperti badan usaha milik negara dan koperasi. Organisasi politik, organisasi kepemudaan, dan organisasi kebudayaan serta olahraga juga terbuka bagi militer. Praktek pengkaplingan jabatan-jabatan sipil yang diberikan kepada militer, baik di tingkat pusat maupun daerah, berjalan lancar.
         Lebih lanjut, praktek yang tidak selaras dengan spesialisasi fungsi militer di atas ditopang dan dibenarkan dengan mengeksploitasi tafsiran-tafsiran historis, ideologis, dan konstitusional. Disebutkan bahwa peran yang dominan itu selaras dengan fakta bahwa militer adalah tentara rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Konsekuensinya, dikotomi sipil-militer tidak dikenal dalam sistem politik Indonesia dan kedudukan militer .
         Banyak orang tahu bahwa Orde Baru dilahirkan dan dibesarkan oleh ABRI.  Orde Baru adalah buah karya ABRI, dan mungkin juga imajinasi ABRI atas  dirinya dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. sebagaimana bisa di simak bahwa Pak Harto sendiri adalah seorang  perwira tinggi.
         Pejabat pemerintah tingkat pusat hingga daerah, bahkan di tingkat desa, tidak sedikit yang berasal dari  ABRI. ABRI juga memiliki staf atau badan yang menangani soal gubernur, bupati dan jabatan lain di lingkungan pemerintahan yang kita kenal sebagai tugas kekaryaan. Bahkan ABRI juga memiliki wakil di lembaga legislatif meskipun tidak pernah menjadi partai politik  dan ikut pemilu.
         Di samping itu, masih ada Golkar - organisasi osial politik yang ikut pemilu dan selalu tampil sebagai pemenang selama  enam kali pemilu - dimana ABRI juga mempunyai andil didalamnya Pendek kata, tangan ABRI telah merambah ke segenap ruang Orde Baru.  Keberadaannya lalu tidak hanya dalam batas-batas fungsi ke militeran saja, tapi juga menjadi aktor penting yang memegang kendali kehidupan politik  rakyat Indonesia.
         Karena itu, tidaklah berlebihan jika secara  institusional sebenarnya ABRI adalah pihak yang juga bertanggung jawab terhadap baik buruknya Orde Baru, dan logis pula kalau turunnya Pak Harto  tersebut bisa juga ditafsirkan sebagai akhir "kedigdayaan ABRI”


C.     HUBUNGAN SIPIL MILITER PASCA ORDE BARU

         Sejak turunnya Soeharto dari kursi kepemimpinannya, di mulailah suatu era baru yaitu yang di sebut dangan Era Reformasi. Tonggak kekuasaan kemidian berpindah dari Soeharto ke Habibie. Pada masa keperintahan Habibie sudah mulai nampak kehidupan yang demokratis, namun sisa-sisa dari kekuasaan Soeharto masih tetap saja ada. Hal ini  di buktikan dengan peran ganda ABRI masih dapat dijumpai pada masa kepemerintahan Habibie.Indikator ini menunjukkan bahwa militer masih mempunyai peran dalam bidang sipil.
          Pemerintahan Habibie kemudian di gantikan oleh Abdurahman wachid. Abdurahman wachid merupakan presiden hasil pemilu 2004. Dia mengungguli perolehan suara atas Megawati. Aburahman wachid adalah presiden terpilih dari kalangan sipil, pada masa kepemimpinannya Abdurahman wachid membuat suatu kebijakan untuk menghapuskan konsep dwi fungsi ABRI. Menurutnya militer dan sipil mempunyai spesifikasi bidang yang berbeda. ABRI mengurus masalah pertahanan dan keamanan, sedangkan sipil mengurus masalah dalam bidang non militer seperti dalam bidang politik. Oleh karena itu, antara sipil dan militer harus dipisahkan. Abdurahman wachid kemudian membuat kebijakan untuk memisahkan Fraksi ABRI dari keanggotaan legislatif. Selain itu dia juga memecat Wiranto dari kedudukannya sebagai panglima ABRI. Abdurahman Wachid menganggap bahwa Wiranto adalah aktor pengokoh dibalik kekuasaan orde baru. Dengan pencabutan atau penghapusan konsep dwi fungsi ABRI,menunjukkan bahwa peran dari masing- masing semakin jelas.



BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan

1.   Faktor yang menyebabkan militer terlibat dalam kehidupan politik adalah karena adanya ketidakstabilan dalam sistim politik, kemampuan golongan militer untuk mempengaruhi atmosfer kehidupan politik, dan adanya kepentingan bersama.
2.    Kehidupan antara sipil dan militer pada masa orde baru, masih lebih dominan militer dari pada sipil. Hal ini dapat kita lihat dari jabatan- jabatan strategis pada masa orde baru banyak di kuasai oleh militer bahkann kekuasaan legislativepu bmendapat intervensi dari militer.
3..   Hubungan sipil militer pasca orde baru mulai ada pemisahan yang jelas. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh adanya penghapusan peran Dwi fungsi ABRI.


B.           Saran

1.Dalam era demokrasi sekarang ini, perlu adanya pemisahan kekuasaan antara sipil  dan militer. Sehingga peran dari sipil dapat di maksimalkan
2.Bidang dari militer adalah dalam hal pertahanan dan keamanan, sedangkan bidang dari sipil adalah dalam bidang non militer yang meliputi sosial-politik





DAFTAR PUSTAKA

Abar, akhmad zaini. 1990. Orde Baru. Solo : CV. Ramadhani
Crouch,Harold. 1999. Militer dan Politik Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar                                                   Harapan
Imam, Robert Hariono.1996. Dwi fungsi ABRI. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

5 comments: