Edward Said, seorang ilmuwan Palestina- Amerika ini cukup
menuai kontroversi dan polemik seiring
diterbitkannya buku karangannya yang bertemakan tentang orientalisme pada tahun
1978. Dalam bukunya ini, Said yang bernama lengkap Edward Wadie Said
mengungkapkan bahwa melalui orientalisme, dia dapat mengartikan beberapa hal
yang kesemuanya berhubungan dengan oriental studies atau area studies, model gagasan antara
orient dan occident, sebuah gaya kebaratan guna mendominasi semua orient. Orient
disini memiliki arti wilayah timur, bangsa timur, dan kebudayaan timur,
sedangkan occident memiliki arti barat, bangsa barat, atau kebudayaan barat. Kata
orientalisme itu sendiri berasal dari kata orient yang berarti timur dan isme
yang berarti paham atau ideologi, sehingga orientalisme dapat diartikan sebagai
ideologi ketimuran. Dalam pemikirannya, Said mengartikan bahwa orientalisme
menunjukkan tentang bagaimana sebuah kekuasaan dapat beroperasi dalam
pengetahuan. Hal ini tentunya sejalan dengan pemikiran yang digunakan oleh
Michael Foucault yang diadopsinya bahwa pengetahuan dapat dikontrol oleh
kekuatan-kekuatan dominan. Selain itu, Edward Said mengasumsikan bahwa
orientalisme tidak lebih merupakan sebuah ajang pertukaran berbagai jenis
kekuasaan. Kekuasaan dalam hal ini menurutnya dapat diklasfikasikan menjadi
empat jenis yaitu, kekuasaan politis, intelektual, budaya dan moral. Menurutnya
pula, pada prinsipnya orientalisme merupakan cara untuk mendefinisikan dan
menemukan Eropa lain.
Pemikir
yang lahir di Yarussalem pada tanggal 1 November 1935 ini juga beranggapan
bahwa orientalisme merupakan salah satu aliran dalam keilmuan barat yang
memiliki tujuan membentuk hegemoni terhadap timur dan memperbaharui struktur
kekuasaan di timur. Sehingga Said berpandangan bahwa sebelum pemerintah barat
menguasai timur secara politis, fisik, dan militer, para orientalis terlebih
dahulu telah menguasai timur secara budaya. Hegemoni muncul dari kekuasaan
kelas yang berkuasa untuk meyakinkan
kelas lain yang kepentingannya dikatakan berguna demi kepentingan semua. Orientalisme
ini dikembangkan agar barat dapat mempelajari kemajuan peradaban timur. Dalam
tulisannya, Edward Said memberikan kritik tajam terhadap epistemologi
orientalisme. Baginya, tidak ada orientalisme tanpa tujuan politik dan budaya,
saat timur ditekstualisasikan oleh barat, maka pada saat itulah terdapat
kepentingan peradaban guna menghadirkan inferioritas timur. Pemikiran Edward
Said mengenai orientalisme memberikan pemahaman tentang usaha barat yang
menuliskan timur dan barat dengan cara yang berbeda yang pada akhirnya
melahirkan pengkutuban berupa barat sebagai “ diri “ dan timur sebagai “yang
lain ( the others )”. Dimana timur
digambarkan sebagai sesuatu yang mistik, tidak disiplin dan harus diberadabkan
dengan cara dijadikan sebagai barat.
Pembahasan
orientalisme dibagi menjadi tiga bagian utama yakni yang pertama adalah
penetapan luas dan kapasitas berbentuk orientalisme. Kedua, mengenai sebuah
eksposisi dari orientalis struktur dan mengubah struktur serta yang ketiga
adalah pemeriksaan orientalisme modern atau orientalisme masa kini. Pada bagian
penetapan luas dan kapasitas berbentuk orientalisme, Said memfokuskannya untuk
melihat gambaran persamaan keberagaman ide seperti despotism oriental, oriental
sosialis, oriental cara produksi dan oriental kemegahan. Dalam eksposisi dari orientalis
struktur dan mengubah struktur, Said berasumsi bahwa tradisi pengetahuan dapat
memungkinkan digunakan untuk membangun dan mengendalikan timur. Sebab dalam
pemikirannya, Edward Said mengadopsi kembali metode yang digunakan oleh Michael
Foucault, yaitu bahwa orientalisme itu dibangun melalui konstruksi diskursif.
Orientalisme ini juga berhubungan
dengan adanya imperialis dan kolonialisasi. Dengan adanya paham dan pandangan
mengenai budaya timur atau timur sebagai sesuatu yang harus diberadabkan
sehingga ‘wajib’ dibenarkan oleh barat, maka muncullah imperialism, yakni
dicirikan dengan adanya hubungan superior-inferior dimana negara timur harus
tunduk dengan negara barat. Adanya paham ketimuran ini yang bertujuan
menghegemoni timur, maka lahirlah pula sebuah kolonialisme. Studi orientalisme
dan kolonialisme bertitik focus pada adanya eksplorasi terhadap
kelompok-kelompok sosial dan kebudayaan yang dikucilkan dalam bahasan ini. Kolonialisme mensyaratkan kemapanan kekuasaan posisi
pusat yang selalu didominasi oleh budaya kulit putih. Seperti apa yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa, perbedaan pandangan barat dalam menggambarkan
timur dan barat yang seolah-olah dijadikan superior-inferior dapat
mengakibatkan penguasaan suatu wilayah dan rakyatnya oleh negara lainuntuk
tujuan yang bersifat militer atau ekonomi, sehingga kolonialisme hanya
memberikan keuntungan sepihak kepada negara colonial tersebut serta
menyengsarakan rakyat di wilayah yang terjajah. Dalam pandangan Said,
orientalisme mengungkapkan dan menampilkan bagian tersebut secara bahasa,
budaya, serta doktrin-doktrin dengan gaya kolonialisme.
Edward
Said dalam memandang orientalisme dapat dikatakan sepertinya lebih ingin
mensejajarkan posisi kekuasaan antara barat dan timur yang sejauh ini selalu
dipandang bahwa segala sesuatunya harus ‘berkiblat’ pada barat. Karena sebagai
orang Palestina-Amerika, tentunya Said memiliki pandangan bahwa apa yang selama
ini telah dilakukan oleh barat yang mengatakan bahwa orientalisme sebelumnya
hanya sebagai penggalian ilmu di negara-negara timur ternyata mampu diangkat
lebih lugas dan objektif dalam pemikirannya. Sebuah karya besar yang dihasilkan
oleh Edward Said ini, telah mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan
dalam perkembangan kajian ilmu khususnya mengenai masalah orientalisme. Namun,
bagi Said epistemology orientalisme yang menggambarkan bahwa barat merupakan
eksistensi yang mutlak, dimana tetap saja diakui bahwa barat yang menggunakan
standar berpikir ilmiah yang berhak menilai dan mendefinisikan kebudayaan lain.
Dalam orientalisme ini, Said mengekspos sifat dan karakteristik dan antagonistik
antara budaya islam Arab dab Barat. Pandangannya
mengenai studi orientalisme ini terlalu ia pusatkan pada Amerika dan Palestina
yang seolah –olah menyamaratakan kejadian tersebut apabila terjadi di negara
lain, Edward Said kurang melihat dan terbuka mempelajari peranan penting
kebudayaan lainnya.
No comments:
Post a Comment