Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau
bangunan. Bumi adalah permukaan dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan
bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak,
perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Bangunan adalah konstruksi
teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan terhadap objek
pajak atas bumi dan/atau bangunan. Klasifikasi bumi dan bangunan adalah
pengelompokkan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai
pedoman, serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang terhutang.
Dalam mempermudah pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan, maka harus ada karakteristik Objek Pajak Bumi dan Bangunan dalam
mempermudah perhitungan yang didasarkan ke dalam pengelompokkan- pengelompokkan
yang dibagi dalam beberapa sektor, yaitu pedesaan, perkotaan, perkebunan,
perhutanan, dan pertambangan, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a.
Sektor pedesaan, objek pajak PBB dalam suatu
wilayah yang memiliki ciri- ciri pedesaan seperti, sawah, ladang, empang
tradisonal, dan lain-lain;
b.
Sektor perkotaan, objek pajak PBB dalam suatu
wilayah yang memiliki ciri-ciri daerah perkotaan seperti, pemukiman penduduk
yang memiliki fasilistas perkotaan, real
estate, komplek pertokoan, industri, perdagangan dan jasa;
c.
Sektor perkebunan, objek pajak PBB yang
diusahakan dalam bidang budidaya perkebunan, baik yang diusahakan oleh
BUMN/BUMD maupun pihak swasta;
d.
Sektor perhutanan, objek pajak PBB dibidang
usaha yang menghasilkan komoditas hasil hutan seperti, kayu, rotan, damar, dan
lain-lain;
e.
Sektor pertambangan, objek PBB dibidang usaha
yang menghasilkan komoditas hasil tambang seperti, emas, batu bara, minyak
bumi, gas dan lain-lain.[1]
Di sisi lain
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, tidak semua objek dapat dikenakan
Pajak, tetapi ada beberapa objek yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (pembebasan objek),
yaitu:
a.
Objek yang
digunakan untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah, sosial, kesehatan,
pendidikan, dan kebudayaan yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
b.
Objek yang
digunakan untuk pemakaman, peninggalan purbakala, atau yang sejenis;
c.
Objek yang
digunakan untuk hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum
dibebani oleh suatu hak;
d.
Objek (tanah
dan bangunan) yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat asing
berdasarkan syarat timbal balik;
e.
Objek yang digunakan oleh badan/perwakilan organisasi
internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.[2]
Pajak Bumi dan Bangunan
adalah pajak yang dikenakan atas harta tak bergerak, maka yang dipentingkan
adalah objeknya dan oleh karena itu keadaan atau status orang atau badan yang
dijadikan subjek tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak sehingga
pajak ini disebut pajak yang objektif.
No comments:
Post a Comment