Saudariku muslimah… Bagi
kebanyakan kaum wanita, ibu-ibu ataupun remaja putri, bergunjing membicarakan
aib, cacat, atau cela yang ada pada orang lain bukanlah perkara yang besar.
Bahkan di mata mereka terbilang remeh, ringan dan begitu gampang meluncur dari
lisan. Seolah-olah obrolan tidak asyik bila tidak membicarakan kekurangan orang
lain. “Si Fulanah begini dan begitu…”. “Si ‘Alanah orangnya suka ini dan itu…”.
Ketika asyik membicarakan kekurangan orang lain seakan lupa dengan diri
sendiri. Seolah diri sendiri sempurna tiada cacat dan cela. Ibarat kata
pepatah, “Kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tiada tampak.”
Perbuatan seperti ini selain tidak pantas/tidak baik menurut perasaan dan akal
sehat kita, ternyata syariat yang mulia pun mengharamkannya bahkan menekankan
untuk melakukan yang sebaliknya yaitu menutup dan merahasiakan aib orang lain.
Ketahuilah wahai saudariku, siapa yang suka menceritakan kekurangan dan
kesalahan orang lain, maka dirinya pun tidak aman untuk diceritakan oleh orang
lain. Seorang ulama salaf berkata, “Aku mendapati orang-orang yang tidak
memiliki cacat/cela, lalu mereka membicarakan aib manusia maka manusia pun
menceritakan aib-aib mereka. Aku dapati pula orang-orang yang memiliki aib
namun mereka menahan diri dari membicarakan aib manusia yang lain, maka manusia
pun melupakan aib mereka.”1 Tahukah engkau bahwa manusia itu terbagi dua:
Pertama: Seseorang yang tertutup keadaannya, tidak pernah sedikitpun diketahui
berbuat maksiat. Bila orang seperti ini tergelincir dalam kesalahan maka tidak
boleh menyingkap dan menceritakannya, karena hal itu termasuk ghibah yang
diharamkan. Perbuatan demikian juga berarti menyebarkan kejelekan di kalangan
orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِيْنَ يُحِبُّوْنَ أَنْ تَشِيْعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِيْنَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyenangi
tersebarnya perbuatan keji2 di kalangan orang-orang beriman, mereka memperoleh
azab yang pedih di dunia dan di akhirat….” (An-Nur: 19)
Kedua:
Seorang yang terkenal suka berbuat maksiat dengan terang-terangan, tanpa
malu-malu, tidak peduli dengan pandangan dan ucapan orang lain. Maka
membicarakan orang seperti ini bukanlah ghibah. Bahkan harus diterangkan
keadaannya kepada manusia hingga mereka berhati-hati dari kejelekannya. Karena
bila orang seperti ini ditutup-tutupi kejelekannya, dia akan semakin bernafsu
untuk berbuat kerusakan, melakukan keharaman dan membuat orang lain berani
untuk mengikuti perbuatannya3. Saudariku muslimah… Engkau mungkin pernah
mendengar hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فيِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيْهِ …
“Siapa yang
melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan yang sangat dari kesusahan dunia
niscaya Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan di hari
kiamat. Siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya Allah akan
memudahkannya di dunia dan nanti di akhirat. Siapa yang menutup aib seorang
muslim niscaya Allah akan menutup aibnya di dunia dan kelak di akhirat. Dan
Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong saudaranya….”
(HR. Muslim no. 2699)
Bila
demikian, engkau telah tahu keutamaan orang yang suka menutup aib saudaranya
sesama muslim yang memang menjaga kehormatan dirinya, tidak dikenal suka
berbuat maksiat namun sebaliknya di tengah manusia ia dikenal sebagai orang
baik-baik dan terhormat. Siapa yang menutup aib seorang muslim yang demikian
keadaannya, Allah Subhanahu wa Ta’alaakan menutup aibnya di dunia dan kelak di
akhirat. Namun bila di sana ada kemaslahatan atau kebaikan yang hendak dituju
dan bila menutupnya akan menambah kejelekan, maka tidak apa-apa bahkan wajib
menyampaikan perbuatan jelek/aib/cela yang dilakukan seseorang kepada orang
lain yang bisa memberinya hukuman. Jika ia seorang istri maka disampaikan
kepada suaminya. Jika ia seorang anak maka disampaikan kepada ayahnya. Jika ia
seorang guru di sebuah sekolah maka disampaikan kepada mudir-nya (kepala
sekolah). Demikian seterusnya. Yang perlu diingat, wahai saudariku, diri kita
ini penuh dengan kekurangan, aib, cacat, dan cela. Maka sibukkan diri ini untuk
memeriksa dan menghitung aib sendiri, niscaya hal itu sudah menghabiskan waktu
tanpa sempat memikirkan dan mencari tahu aib orang lain. Lagi pula, orang yang
suka mencari-cari kesalahan orang lain untuk dikupas dan dibicarakan di hadapan
manusia, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membalasnya dengan membongkar aibnya
walaupun ia berada di dalam rumahnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu
Barzah Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ اْلإِيْمَانُ قَلْبَهُ، لاَ تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنِ اتَّبَعَ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَوْرَاتِهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ
“Wahai sekalian orang yang beriman dengan lisannya dan
iman itu belum masuk ke dalam hatinya5. Janganlah kalian mengghibah kaum
muslimin dan jangan mencari-cari/mengintai aurat6 mereka. Karena orang yang
suka mencari-cari aurat kaum muslimin, Allah akan mencari-cari auratnya. Dan
siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan membongkarnya di
dalam rumahnya (walaupun ia tersembunyi dari manusia).” (HR. Ahmad 4/420,
421,424 dan Abu Dawud no. 4880. Kata Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam
Shahih Abi Dawud: “Hasan shahih.”)
Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma
menyampaikan hadits yang sama, ia berkata, “Suatu hari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam naik ke atas mimbar, lalu menyeru dengan suara yang tinggi:
يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ اْلإِيْمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لاَ تُؤْذُو الْمُسْلِمِيْنَ، وَلاَ تُعَيِّرُوْهُمْ، وَلاَ تَتَّبِعُوْا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيْهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ، يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ
“Wahai
sekalian orang yang mengaku berislam dengan lisannya dan iman itu belum sampai
ke dalam hatinya. Janganlah kalian menyakiti kaum muslimin, janganlah
menjelekkan mereka, jangan mencari-cari aurat mereka. Karena orang yang suka
mencari-cari aurat saudaranya sesema muslim, Allah akan mencari-cari auratnya.
Dan siapa yang dicari-cari auratnya oleh Allah, niscaya Allah akan
membongkarnya walau ia berada di tengah tempat tinggalnya.” (HR. At-Tirmidzi
no. 2032, dihasankan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullahu dalam Ash-Shahihul Musnad
Mimma Laisa fish Shahihain, hadits no. 725, 1/581)
Dari hadits di atas tergambar pada kita betapa
besarnya kehormatan seorang muslim. Sampai-sampai ketika suatu hari Abdullah
bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memandang ke Ka’bah, ia berkata:
مَا أَعْظَمَكِ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكِ، وَالْمُؤْمِنُ أَعْظَمَ حُرْمَةً عِنْدَ اللهِ مِنْكِ
“Alangkah agungnya engkau dan besarnya
kehormatanmu. Namun seorang mukmin lebih besar lagi kehormatannya di sisi Allah
darimu.”
7 Karena itu saudariku… Tutuplah cela yang ada pada
dirimu dengan menutup cela yang ada pada saudaramu yang memang pantas ditutup.
Dengan engkau menutup cela saudaramu, Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menutup
celamu di dunia dan kelak di akhirat. Siapa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala tutup
celanya di dunianya, di hari akhir nanti Allah Subhanahu wa Ta’ala pun akan
menutup celanya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَسْتُرُ اللهُ عَلَى عَبْدٍ فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tidaklah Allah menutup aib seorang hamba di dunia
melainkan nanti di hari kiamat Allah juga akan menutup aibnya8.” (HR. Muslim
no. 6537)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Barakallahufiikum.
Salam
Silaturrahim dan Ukhuwahfillah
Catatan kaki: 1 Jami’ul Ulum Wal Hikam (2/291). 2
Baik seseorang yang disebarkan kejelekannya itu benar-benar terjatuh dalam
perbuatan tersebut ataupun sekedar tuduhan yang tidak benar. 3 Jami’ul Ulum Wal
Hikam (2/293), Syarhul Arba’in Ibnu Daqiqil Ied (hal. 120), Qawa’id wa Fawa`id
minal Arba’in An-Nawawiyyah, (hal. 312). 4 Syarhul Arba’in An-Nawawiyyah,
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin (hal. 390-391). 5 Yakni lisannya menyatakan keimanan
namun iman itu belum menancap di dalam hatinya. 6 Yang dimaksud dengan aurat di
sini adalah aib/cacat atau cela dan kejelekan. Dilarang mencari-cari kejelekan
seorang muslim untuk kemudian diungkapkan kepada manusia. (Tuhfatul Ahwadzi) 7
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2032 8 Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata:
“Tentang ditutupnya aib si hamba di hari kiamat, ada dua kemungkinan. Pertama:
Allah akan menutup kemaksiatan dan aibnya dengan tidak mengumumkannya kepada
orang-orang yang ada di mauqif (padang mahsyar). Kedua: Allah Subhanahu wa
Ta’ala tidak akan menghisab aibnya dan tidak menyebut aibnya tersebut.” Namun kata
Al-Qadhi, sisi yang pertama lebih nampak karena adanya hadits lain.” (Al-Minhaj
Syarh Shahih Muslim, 16/360) Hadits yang dimaksud adalah hadits dari Abdullah
bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُوْلُ: أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا، أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا؟ فَيَقُوْلُ: نَعَمْ، أَيْ رَبِّ. حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوْبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ، قَالَ: سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ. فَيُعْطِي كِتَابَ حَسَنَاتِهِ …
“Sesungguhnya (di hari penghisaban nanti) Allah
mendekatkan seorang mukmin, lalu Allah meletakkan tabir dan menutupi si mukmin
(sehingga penghisabannya tersembunyi dari orang-orang yang hadir di mahsyar).
Allah berfirman: ‘Apakah engkau mengetahui dosa ini yang pernah kau lakukan?
Apakah engkau tahu dosa itu yang dulunya di dunia engkau kerjakan?’ Si mukmin
menjawab: ‘Iya, hamba tahu wahai Rabbku (itu adalah dosa-dosa yang pernah hamba
lakukan).’ Hingga ketika si mukmin ini telah mengakui dosa-dosanya dan ia
memandang dirinya akan binasa karena dosa-dosa tersebut, Allah memberi kabar
gembira padanya: ‘Ketika di dunia Aku menutupi dosa-dosamu ini, dan pada hari
ini Aku ampuni dosa-dosamu itu.’ Lalu diberikanlah padanya catatan
kebaikan-kebaikannya…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Wah sangat bermanfaat sekali artikelnya.
ReplyDeleteSoalnya saya sendiri senang mengumbar-ngumbar keburukan seseorang ke khayalak luas lewat media sosial.
Semoga dgn ini saya bisa mengkoreksi diri sendiri dan menjaga omongan saya.
Blog yg bagus, semoga penulis tetap semangat dalam membagi ilmunya di blog ini :)
Sekedar berbagi untuk kita semua, just share as much as we can. Terima kasih telah berkunjung, semoga bermanfaat bagi kita semua.
Delete